Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Seberapa Rendah Mutu Proyek Infrastruktur "Pelat Merah"?

10 Januari 2019   02:10 Diperbarui: 10 Januari 2019   15:49 1069
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lain ceritanya kalau jauh-jauh waktu rencana anggarannya dikatrol (mark up), semisal total Rp1 M menjadi Rp2,5 M. Akan tetapi, untuk suatu proyek, biasanya, instansi terkait telah memiliki buku panduan berisi harga-harga. 

Akan tetapi lagi, apalah hebatnya buku panduan bagi oknum-oknum sesat sejak dalam jiwa, 'kan? Selalu ada celah bagi mereka untuk melakukan tindakan tercela hingga kecanduan. Buktinya, ya, korupsi proyek pembangunan sistem penyediaan air minum (SPAM) belum lama ini.

Kebalikannya dengan proyek-proyek "pelat kuning". Ketika saya terlibat dalam sebuah pembangunan milik "pelat kuning", baik perencanaan-perancangan maupun pelaksanaan pembangunan, tidak ada persoalan semacam di atas. 

Semuanya terpantau dengan jelas, dan terukur, termasuk menggunakan aneka uji (tes), misalnya tes gelontor, tes tekan (air bersih), tes fungsi, dan seterusnya. 

Biaya untuk jasa pelaksanaan pembangunannya pun jelas tertera dalam dokumen tender, semisal 10 persen dari total anggaran. Nilai dan mutu proyek (bangunan) tetap 100 persen, dan sangat bisa dipertanggungjawabkan. 

Hepi-hepi-nya antara pihak pemberi kerja, pelaksana pekerjaan, dan pemilik bahan bangunan pun jelas-terukur. Saya juga hepi ketika sampai pada tahap serah-terima kunci.

Jadi, seperti kata Sri Mulyani, "wajar" terhadap  "bocoran" laporan BD tersebut, maka wajarlah kalau penilaian "bermutu rendah" dan "tidak terencana dengan matang", meskipun di luar infrastruktur. 

Bahkan, dari pengalaman saya, kondisi semacam itu sudah bertahun-tahun sebelum era Jokowi ber-"pelat merah". Sama sekali tidak terlihat perbaikan ke arah yang positif-benar.

Dan, wajar pula jika akhirnya saya tidak pernah diajak lagi oleh siapa pun untuk menggarap proyek "pelat merah". Lha wong saya tidak sudi mengikuti "tradisi sesat" mereka apalagi saya malah wadul melalui tulisan. "Tradisi sesat" kok dilestarikan, to? Situ sehat? Aduhai!

*******
Balikpapan, 9 Januari 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun