Ya, tentu saja, sama dengan ketika masih di kampung halaman. Dan di sana cempedak goreng dinamakan "jumput". Aduhai sedapnya!
Sudah berbeda nama, berbeda pula pengolahannya, yaitu digoreng sekaligus dengan bijinya. Saya sering melepaskan biji yang bercampur dagingnya. Sangat tidak aduhai karena, bagi saya, selera juga dibentuk dari rumah, dan lingkungan sekitar.Â
Begitulah kisah "nangka berbuah cempedak" yang di kampung halaman saya bernama "cemena", yang mungkin akronim dari "cempedak nangka". Â Tapi, ya itu tadi, saya belum menemukan "cempedak berbuah nangka" selain dalam peribahasa.
*******
Kupang, 22 November 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H