Teman-teman yang budiman,
Pada suatu hari saya dan Demun berangkat ke kantor pemasaran perumahan itu. Saya pun mengirimkan berkas-berkas komplain kepada Lia melalui posel.
Sesampai di daerah perumahan itu saya dan Demun "agak" kebingungan mencari gedung kantor pemasarannya. Di situ berjajar bangunan perniagaan bertingkat dua atau sering dikenal dengan singkatan "ruko" (rumah-toko).
Ada papan nama "PT Pengembang Aduhai" di antara papan nama usaha lainnya. Saya menoleh ke situ. Pada tampilan depan terpajang nama usaha bisnis "bukan perumahan".
Saya pikir, di situ juga kantor pemasarannya. Semoga tabah jika keliru.
Demun sempat meragukannya. Saya nekat saja. Kalau keliru, ya, bisa bertanya pada orang-orang di sekitar situ, 'kan? "Malu bertanya, sesat di emperan ruko", begitu kira-kira.
Ya, benar. Ternyata di situ kantor pemasarannya, yang bersatu ruangan dengan usaha "bukan perumahan". Demun cengar-cengir seakan tidak percaya. Namun, ya, begitulah kenyataannya.
Saya masuk ke situ, diikuti Demun. Di dalam ruangan saya bertemu petugas pemasaran. Sebentar basa-basi khas budaya negeri. Selanjutnya saya menyampaikan maksud kedatangan, dan seterusnya.
Salah satu pertanyaan saya pada petugas pemasaran itu, "Apakah developer ini menggunakan tenaga atau jasa arsitek?" Jawabnya, "Kami tidak menggunakan arsitek."
Wow! Pengembang perumahan itu tidak menggunakan tenaga arsitek!
Perbincangan lebih dari 10 menit. Saya masih menyampai ini-itu sekaligus menyertakan pembahasan dengan berkas yang saya bawa. Sementara petugas itu menghubungi seseorang yang berwenang untuk meladeni komplain saya.
Saya kira, seseorang itu semacam manajer, semisal manajer teknik, karena berkaitan langsung dengan bangunan. Ini pasti aduhai bagi saya karena bisa bertemu dengan pihak yang berkompeten.