Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Hati-hati Membeli Rumah Bersubsidi

14 November 2018   04:13 Diperbarui: 14 November 2018   14:30 7127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Teman-teman,
Selamat berjumpa lagi dengan saya. Melalui tulisan ini saya mau menyampaikan sebuah pengalaman yang terkait dengan bangunan, tepatnya rumah tinggal, bersubsidi pula. Harapan saya, Teman-teman tabah ketika membaca tulisan saya ini.

***

Alkisah, pada suatu hari saya mengajak seorang kawan--sebut saja Demun--untuk mendatangi kantor pemasaran sebuah pengembang (developer) yang menjalankan usaha perumahan bersubsidi. Tujuan saya ke sana adalah komplain mengenai sebuah rumah baru yang dibeli oleh seorang kawan lain--sebut saja Lia.

Hati-hati Membeli Rumah Bersubsidi
Hati-hati Membeli Rumah Bersubsidi
Enam hari lalu saya memang diminta tolong oleh Lia untuk merancang ruang tambahan, dan apa saja yang terkait dengan pengolahan-pengelolaan ruang. Ruang luar (eksterior), ruang dalam (interior), dan semua yang menjadi satu-kesatuannya.

Lia berasal dari luar daerah, bahkan jauh sekali domisilinya. Besok Lia sudah kembali ke daerahnya. Sementara rumah bertipe 36 yang baru dibelinya akan dikelola oleh kawan saya, Sarwan. Sarwan yang akan tinggal di situ untuk mengurusi hal-hal yang terkait dengan pekerjaan Lia di daerah ini.

Kebetulan Sarwan belum datang karena sedang menjalankan tugas di luar daerah. Kunci rumah diserahkan Lia kepada Demun supaya Demun bisa sewaktu-waktu memantau langsung rumah itu sebelum Sarwan datang, dan menempatinya. Tidak mungkin kunci diserahkan pada saya karena saya memiliki pekerjaan atau tanggung jawab yang sedang saya kerjakan.

Lusanya saya dan Demun berangkat ke rumah baru yang sangat sederhana dengan bantuan (subsidi) dana dari pemerintah itu. Tentu saja saya membawa alat kerja seperti biasa, meskipun sejak bertemu dengan Lia saya tidak dibekali lembaran berupa gambar bangunan, spesifikasi bahan (material), hal-hal terkait perjanjian pembelian, dan sejenisnya.

Perlengkapan kerja
Perlengkapan kerja
***

Teman-teman,
Inilah sebagian hal yang saya temukan di rumah itu, berawal dari luar (terlihat dan terekam) : 

Pertama, halaman depan dan samping rumah yang berada pada posisi pinggir dua jalan kompleks (hook). Kondisi permukaan tanahnya ialah berbatu, dan rupa garis permukaan (kontur) dengan kemiringan sekitar 8-10 derajat pada samping bangunan yang menyisakan lahan selebar 1 meter.

Tampak Depan-Kiri
Tampak Depan-Kiri
Tampak Belakang-Kiri
Tampak Belakang-Kiri
Kedua, pemasangan (instalasi) air bersih. Posisi pipa dari PDAM, meteran air, dan keran luar "hanya" begitu saja dipasang, diletakkan, dan dibiarkan.

Pipa air bersih di halaman depan-kiri
Pipa air bersih di halaman depan-kiri
Meteran air, dan keran luar
Meteran air, dan keran luar
Ketiga, pemasangan (instalasi) sanitasi. Pipa air kotor cair dari toilet tanpa ada bak kontrol. Kondisi tangki septik (septictank) yang mengenaskan karena tidak ada lubang kontrol, pipa pembuangan air bekas, dan dinding luar (batako) yang tidak diplester.

Pipa sanitasi dan tangki septik
Pipa sanitasi dan tangki septik
Tangki septik (Septictank)
Tangki septik (Septictank)
Keempat, pintu belakang. Jarak ambang bawah pintu belakang dan permukaan tanah kira-kira 120 cm. Tidak ada fasilitas sirkulasi (aksesbilitas) berupa tangga atau undak-undakan.
Pintu belakang dan jaraknya dengan permukaan tanah
Pintu belakang dan jaraknya dengan permukaan tanah
Kelima, penyelesaian (finishing) bagian bangunan. Ada selisih potongan keramik lantai. Dari teras sudah terlihat secara gamblang mengenai siku-siku bangunan dalam rupa keramik lantai. 

Keramik lantai teras
Keramik lantai teras

Selisih tersebut menunjukkan bahwa posisi antarrumah tidak lurus atau 90 derajat (siku-siku). Kemudian akan terlihat lebih jelas selisihnya ketika sudah berada di ruang dalam, baik ruang tamu maupun ruang lainnya.

Keenam, perapian. Batu-batu berserakan di halaman depan, dan sampah berupa kayu-kayu bekas digeletakkan di lahan belakang rumah. Padahal, bangunan sudah menjadi properti (hak milik) Lia, yang ditandai dengan serah-terima kunci rumah.

Halaman depan dan kondisinya
Halaman depan dan kondisinya
Halaman belakang dan kondisinya
Halaman belakang dan kondisinya
Enam hal itu awalnya, dan terlihat-nyata di depan mata. Berikutnya kondisi dalam bangunan.

Pertama, pemasangan (instalasi) listrik. Masuk ke ruang tamu, sakelar lampu berada di dinding seberang pintu. Demikian juga dengan posisi sakelar di ruang lainnya (r. tidur).

Pintu utama (depan), dan posisi sakelar lampu
Pintu utama (depan), dan posisi sakelar lampu
Dinding r. tidur, dan posisi sakelar lampu
Dinding r. tidur, dan posisi sakelar lampu
Artinya, posisi sakelar lampu "agak" jauh dari jangkauan. Cukup merepotkan, bukan hanya ketika listrik padam pada malam hari.

Kedua, kusen pintu kamar mandi-wc (toilet). Hal ini berkaitan dengan ukuran kusen-pintu melalui bidang bukaan (dinding), yaitu berketinggian "hanya" 178,5 cm. Dengan begitu, ketinggian atas daun pintu kira-kira 174 cm.

Pintu toilet dan pintu belakang
Pintu toilet dan pintu belakang
178,5 saja
178,5 saja
Ketiga, dapur. Tidak ada dapur, apalagi kelengkapan standard minimalnya. Padahal, dapur merupakan bagian paling vital dalam sebuah rumah tinggal, dan untuk kehidupan manusia (makhluk hidup).

Keempat, kamar mandi-wc (toilet). Tidak ada jaringan air bersih. Tidak ada bak air. Penerangan alami dari bidang bukaan sangat minimal, dan "agak" tinggi.

Isi toilet
Isi toilet
Kelima, penyelesaian (finishing). Bekas penambahan dinding di atas pintu toilet tidak diselesaikan dengan rapi. Pengecatan dinding juga tidak rapi. Lubang kontrol atap pada plafon menganga saja.
Dinding di atas pintu toilet
Dinding di atas pintu toilet
Pengecatan dinding dalam toliet
Pengecatan dinding dalam toliet
Lubang kontrol atas (manhole)
Lubang kontrol atas (manhole)
Dan, sebagai akibat dari pekerjaan awal (persiapan) pembangunan yang tidak siku-selain keramik lantai teras- juga keramik lantai ruang tidur. Selisihnya sangat signifikan. Penyelesaian yang membingungkan bagi tukang pasang keramik, apalagi jika pembeli rumah itu tergolong orang yang teliti. Tentu saja, tidak aduhai sama sekali jika dipandang.

24 cm jika dari teras
24 cm jika dari teras
16 cm dari teras
16 cm dari teras
  ***

Teman-teman yang budiman,
Kesimpulan sesaat-sementara saya terhadap rumah baru milik Lia itu ialah sebagai berikut.

Pertama, rumah yang belum sesuai dengan standard sebagai rumah (tempat tinggal). Tidak ada dapur sekaligus jaringan sanitasinya. Tidak ada jaringan air bersih di toilet (kamar mandi-wc). Dan lain-lain.

Kedua, rumah belum selesai. Hasil pekerjaan akhir (finishing) yang tidak rapi atau tergesa-gesa. Lubang kontrol (manhole) tidak terpasang dengan baik-benar.

Ketiga, rumah bekas pakai. Hasil kerja pada instalasi air bersih dibiarkan begitu saja. Rupa (penampilan) yang tidak menandakan kebaruan material.

Keempat, tidak dikerjakan oleh orang-orang yang berkapasitas memadai, baik kapasitas pemahaman bangunan maupun penyelesaian akhir sampai menjadi "serah-terima kunci".

Kelima, tidak layak dibeli apalagi dihuni.

Keenam, pengembang (developer) tidak bermutu sama sekali.  

***

Teman-teman,
Satu hari setelah peninjauan ke lokasi (lapangan, tempat, atau site) saya ditelepon oleh Lia. Saya ditanyakannya mengenai kondisi rumah barunya, dan apa saja yang akan saya rencanakan sekaligus rancangkan (desainkan).

Saya juga diberi tahu Lia, perbaikan atau komplain dilayani oleh pihak pengembang selama 3 bulan sejak serah-terima kunci rumah. Setelah 3 bulan itu, tidak bisa lagi komplain.

Baiklah, saya akan menyiapkan bahan untuk komplain, dari awal (eksterior), lalu ruang dalam, sampai apa saja yang perlu ditambahkan oleh pihak developer. Foto-foto sudah siap, tinggal saya tata kembali secara berurutan untuk berkas komplain ke pengembang.

Tidak lupa, tentunya, saya menggambar ulang denahnya. Dengan adanya gambar ulang itu, tujuan saya, supaya memudahkan dalam penyampaian maksud dan posisi hal-hal yang saya komplainkan.

Gambar ulang
Gambar ulang
Saya pikir, nanti hanya komplain awal, bukan masuk ke tahap komplain yang lengkap secara administrasi. Paling tidak, nanti saya bisa mengubah dan melengkapi berkas komplain setelah mendapat informasi dari pihak pengembang.

***

Teman-teman yang budiman,
Pada suatu hari saya dan Demun berangkat ke kantor pemasaran perumahan itu. Saya pun mengirimkan berkas-berkas komplain kepada Lia melalui posel.

Sesampai di daerah perumahan itu saya dan Demun "agak" kebingungan mencari gedung kantor pemasarannya. Di situ berjajar bangunan perniagaan bertingkat dua atau sering dikenal dengan singkatan "ruko" (rumah-toko).

Ada papan nama "PT Pengembang Aduhai" di antara papan nama usaha lainnya. Saya menoleh ke situ. Pada tampilan depan terpajang nama usaha bisnis "bukan perumahan".

Saya pikir, di situ juga kantor pemasarannya. Semoga tabah jika keliru.

Demun sempat meragukannya. Saya nekat saja. Kalau keliru, ya, bisa bertanya pada orang-orang di sekitar situ, 'kan? "Malu bertanya, sesat di emperan ruko", begitu kira-kira.

Ya, benar. Ternyata di situ kantor pemasarannya, yang bersatu ruangan dengan usaha "bukan perumahan". Demun cengar-cengir seakan tidak percaya. Namun, ya, begitulah kenyataannya.

Saya masuk ke situ, diikuti Demun. Di dalam ruangan saya bertemu petugas pemasaran. Sebentar basa-basi khas budaya negeri. Selanjutnya saya menyampaikan maksud kedatangan, dan seterusnya.

Salah satu pertanyaan saya pada petugas pemasaran itu, "Apakah developer ini menggunakan tenaga atau jasa arsitek?" Jawabnya, "Kami tidak menggunakan arsitek."

Wow! Pengembang perumahan itu tidak menggunakan tenaga arsitek!

Perbincangan lebih dari 10 menit. Saya masih menyampai ini-itu sekaligus menyertakan pembahasan dengan berkas yang saya bawa. Sementara petugas itu menghubungi seseorang yang berwenang untuk meladeni komplain saya.

Saya kira, seseorang itu semacam manajer, semisal manajer teknik, karena berkaitan langsung dengan bangunan. Ini pasti aduhai bagi saya karena bisa bertemu dengan pihak yang berkompeten.

Kemudian seorang pria berumur sekitar 65-70 masuk. Pria terlihat renta itu bertopi, berkaus kerah, dan bercelana tanggung (10 cm di bawah dengkul). Tidak terendus aroma wewangian. Penampilannya sangat jauh dari kesan perlente.

Petugas tadi langsung berdiri, beranjak ke samping kursi, dan menyilakan pria renta itu menempati kursinya. Lalu pria itu duduk di depan saya.

Teman-teman,
Kok saya tidak diajak ke sebuah ruang yang sesuai dengan fungsinya, ya? Kok malah di ruang pemasaran dan di meja itu?

Sudahlah. Saya tidak perlu berpikir sesuai dengan standard. Saya langsung saja menyampaikan maksud kedatangan saya. Tidak lupa pula nama Lia saya sebutkan sebagai pemilik rumah baru sekaligus pengutus saya untuk tahap awal komplain.

Pria itu menyarankan saya untuk melihat ke lokasi. Saya tanggapi dengan berkas yang saya bawa. Artinya, saya sudah meninjau lokasinya, dan ada rekam jejaknya.

Pria itu menyarankan lagi. Aduhai sekali!

Saya tidak perlu mengikuti saran itu karena berkas sudah saya siapkan. Kalaupun pria itu ngotot sekaligus mengutus pekerjanya untuk meladeni saya di lokasi, tetap tidak perlu saya ladeni. Ya, jangan sampai pekerjanya justru malu sendiri karena hasil kerja perusahaannya benar-benar mengenaskan dalam standard minimal apalagi mutu optimal.

Saya membuka berkas saya. Saya mulai dari teras saja dengan menunjukkan selisih tampilan keramik lantainya. Saya pikir, dari teras saja sudah bisa memulai banyak hal mengenai mutu pekerjaan developer ini.

Tidak sampai lima menit saya terdiam karena pria itu berkata, "Kami menjual itu saja. Masih banyak yang mau membeli. Kalau tidak jadi membeli, uang kami kembalikan."

Teman-teman,
Seketika saya langsung berhenti. Saya melihat wajah bapak tua itu tidak mau melanjutkan peladenan (pelayanan) terhadap konsumen, yang saya wakilkan. Apalagi dua kali pria itu berkata, "Kalau tidak jadi membeli, uang akan kami kembalikan."

Saya pun tidak perlu bertanya soal "uang kembali" beserta mekanismenya karena bukan wewenang saya dalam penugasan.

Saya segera mengajak Demun untuk pulang. Misi selesai. Tinggal laporan hasil komplain awal ini yang penting untuk segera saya sampaikan kepada Lia.

***

Teman-teman,
Sepulang dari kantor pemasaran saya segera membuka internet. Saya melaporkan inti dari pertemuan dengan pihak pengembang.

Setelah itu saya mencari berita mengenai pengembang ini, kaitan dengan pemangku kebijakan mengenai bisnis properti, serta kiprahnya (rekam jejak) dalam bisnis perumahan. Bagi saya sangat penting karena pertemuan dengan pihak pengembang cukup mengusik pemikiran saya.

Tidak sulit menemukan rekam jejaknya. Pengembang ini anggota asosiasi perumahan. Ada juga berita-berita seputar usaha perumahan yang dirintisnya. Semua muluk. Benar-benar aduhai deh!

***

Teman-teman,
Demikianlah kisah nyata saya. Mungkin sebagian dari teman-teman pernah, bahkan sering menjumpai hal-hal semacam itu. Mungkin sebagian lainnya belum pernah, dan sedang berniat membeli rumah sederhana yang bersubsidi. Atau, mungkin, tidak sedang berniat tetapi sama sekalli belum mengetahui seluk-beluk tentang rumah baru dengan mutu memadai.

Nah, pesan saya kepada teman-teman yang sama sekali belum mengetahui seluk-belum tentang rumah baru, "Berhati-hatilah membeli rumah mungil dan murah. Kalau menerima brosur mengenai perumahan atau rumah baru seperti kasusnya Lia, cobalah diskusikan dengan orang-orang yang memang memahami. Syukur-syukur kalau berpengalaman mumpuni."

Itu saja dari saya. Sampai berjumpa lagi pada kesempatan lain, Teman-teman. Terima kasih, dan salam terbaik dari saya.

*******

Kupang, 13 November 2018

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun