Ya, lagu "Panggung Sandiwara"-nya God Bless memang "wajib" saya lakukan sebagai bawahan. Meski kami ber-6 merupakan rekan dalam keseharian di kantor, tetapi di sesi tersebut saya "wajib" menyapa rekan saya dengan seolah-olah "bukan rekan" alias dari pesaing (kompetitor). Â "Panggung"-nya dimulai dari tempat parkir.
Dan seterusnya sampai hasil "menang-kalah" tender hanyalah syair-syair lagu God Bless itu. Semua sudah diatur dalam nama Tuhan. Oh, Tuhan memberkati (God Bless), ya? Â Â
Saya pun pernah menjadi pengawas proyek pelaksanaan pembangunan, baik  milik "pelat merah" maupun "pelat kuning". Sebagai seorang pengawas proyek, tentu saja, saya berhubungan langsung dengan orang-orang yang terkait dengan struktur organisasi.
Dalam realitas pergaulan lingkup struktur organisasi, tentu saja, saya bisa bahkan biasa menemukan "perbedaan" antara proyek "pelat merah" dan "pelat kuning". Â Masing-masing personal sudah "tahu sama tahu" ketika ngobrol sambil minum kopi.
"Tahu sama tahu" yang bagaimana? Ya, tahu sama dengan tahu, bukannya tempe, meski bahan dasarnya adalah kedelai. Pokoknya, gitu deh.
Pada waktu selanjutnya, selain menjadi Kepala Studi Arsitektur (Lead of Architects), saya pernah melalui beberapa posisi dalam pelaksanaan pembangunan. Dari seorang pelaksana (Supervisor) hingga Manajer Proyek (Project Manager).
Hubungan antarmeja kantor berisi gambar dan ini-itu memang merupakan hal biasa. Tetapi hubungan antarmeja berisi gelas khusus bersanding botol beralkohol untuk sebuah proyek, tentunya berbeda sekali, 'kan?
Paling berbeda adalah di dekat meja bertabur makanan-minuman. Seorang oknum kepala daerah (seketika bernama samaran di situ) berpelukan dengan seorang perempuan muda yang aduhai. Tidak cukup duduk berpelukan, si oknum kepala daerah pernah, bahkan 2 kali, menyusul si perempuan muda ke toilet.
Lho, ada apa sampai si oknum daerah itu menyusul ke toilet? Pintu tertutup, dan saya tidak tahu ada "proyek" apa lagi di sana. Yang jelas, saya pernah menuliskannya dalam artikel "Sedapnya Suap Seks" (4 Mei 2013)
Semerbak "begituan" paling terasa pada saat menjelang hari raya. Oknum-oknum berseragam pun bisa cengar-cengir keluar-masuk kantor orang lain, apalagi terkait dengan suatu proyek. Pokoknya, aromanya terasa sekali. Oh, Republik Pancasila yang memuliakan Tuhan dengan hasil "begituan". Ironi yang miris.Â
Begitulah sekilas pengalaman saya. Sebenarnya saya ingin lebih menguraikan lebih burai lagi. Tetapi, saya rasa, cukup garis besarnya saja, dan sedikit mengaitkannya dengan berita seputar korupsi tugu antikorupsi itu hingga saya hanya mampu menggeleng-geleng.