Pada Senin, 29/10, saya pun bersarapan berita jatuhnya pesawat penumpang berjenis Boeing 737 Max 8, bernomor registrasi PK-LQP, berute terbang Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng -- Bandara Depati Amir, Pangkalpinang, Â dan milik maskapai Lion Air berkode JT 610 di Tanjung Karawang, Jawa Barat. Pesawat tersebut termasuk baru, buatan 2018, dan dioperasikan sejak 15 Agustus 2018.
Mengenai berita itu, sekitar pukul 10.00 WITA saya dikabarkan oleh kawan saya sekaligus pengelola IRGSC (Institute of Resources Governance and Social Change), Dominggus Elcid Li, "Ada pesawat jatuh. Tujuan ke Pangkalpinang! Cepat baca beritanya!"
Saya memang menumpang di salah satu ruang kantor IRGSC, Kupang, NTT. Saya diminta Elcid untuk menangani suatu pekerjaan yang terkait dengan profesi saya (arsitek). Elcid adalah kawan lama saya ketika kami masih aktif di kegiatan mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta, hanya saja berbeda jurusan (program studi) dan tahun angkatan.
Penerbangan Balikpapan-Kupang pada Minggu, 29/7 pun saya menggunakan Lion Air. JT 367 (Balikpapan-Surabaya, 07.20 WITA) dan JT 692 (Surabaya-Kupang, 11.20 WIB). Semua biaya, bahkan sejak pertama datang ke Kupang (2013), ditanggung oleh Elcid.
Dan Elcid sudah saya beri tahu bahwa saya berencana pulang ke Bangka dalam rangka memperingati 1.000 hari kepergian bapak saya. Tiket pesawat Lion Air pun sudah saya pesan pada jauh-jauh hari. Â Oh!Â
***
Libur semesteran Kelas 1 SD Maria Goretti, Sungailiat pada Desember 1977 merupakan pengalaman pertama saya naik pesawat terbang. Pesawat milik Garuda, dari Pangkalpinang menuju Jakarta. Dan, pulang ke Bangka dengan pesawat milik Sempati.
Sejak balita saya senang melihat pesawat terbang, dan sampai sekarang saya tetap terkagum-kagum pada sang burung besi itu. Luar biasa para penemu hingga pengembang teknologi pesawat terbang!
Kesenangan dan kekaguman saya bermula dari keseringan saya mengantarkan kawan kecil saya, Yongki. Yongki adalah anak bungsu dr. Ramsey -- dokter di RS UPTB (Unit Penambangan Timah Bangka), Sungailiat.
Sebelum bekerja sebagai perawat sekaligus asisten dr. Ramsey, ibu saya bekerja merawat Yongki yang membutuhkan perawatan khusus karena berkondisi kesehatan kurang baik pada waktu lahir. Tidak jarang saya pun diajak ibu ke rumah dr. Ramsey untuk bermain dengan Yongki karena usianya satu tahun di bawah saya.
Sejak balita saya dan Yongki memang dekat. Saya selalu diajak keluarga dr. Ramsey berangkat ke bandara di Pangkalpinang jika mereka sekeluarga akan terbang ke Jakarta pada bulan-bulan tertentu dalam satu tahun. Dan, pada masa itu Yongki bercita-cita menjadi pilot.