“Kasihan Demun. Kasihan anaknya yang lucu itu, ya?”
“Kalo kamu mau ke rumah Demun, sendirian aja dulu, Ji. Nanti aku nyusul. Pahamlah , aku cuma penjaga bayaran, bukan pemilik warung ini.”
“Oke!”
Belum sempat Oji menghabiskan sisa es tehnya, Demun sudah nongol lagi. Air muka Demun tampak keruh. Nafasnya terengah-engah.
“Ada apa, Mun?” tanya Jujuk agak hati-hati, juga mewakili pertanyaan yang ingin diajukan Oji. Jangan-jangan Syila… Jujuk agak ngeri membayangkannya.
“Barusan mertuaku, kakeknya Syila, meninggal. Sakit gula parahnya kambuh.”
Jujuk dan Oji diam. Tidak menanyakan soal jadi-tidaknya mereka mancing, atau menanyakan bagaimana kabar Syila. Serta-merta sunyi menyambangi warung bubur kacang hijau itu.
*******