Â
Di luar itu, sebagian Pembaca yang baik-kritis, kendati bukan kritikus, tidak akan sekonyong-konyong menyampaikan penilaiannya terhadap sebuah tulisan dari beberapa alinea atau sederetan kata (kalimat), apalagi hanya pada judul yang menggoda atau provokatif. Dengan membaca keseluruhan tulisan, termasuk pemilihan kata (diksi), tata bahasa, efektivitas kalimat, logika, dan lain-lain, seorang Pembaca yang baik-kritis barulah bisa menyampaikan penilaiannya terhadap sebuah tulisan seutuhnya.
Â
Penilaian itu pun, biasanya, dikaitkan dengan kapasitas seorang Pembaca, pengalaman membaca tulisan-tulisan, atau referensi tulisan yang memiliki suatu relasi-korelasi tertentu, baik secara teoritis maupun kajian-kajian. Dengan itu seorang Pembaca bisa menyampaikan bahwa bangunan tulisan tersebut adalah begini-begitu, dan bisa dipertanggungjawabkan melalui tulisannya.
Â
Yang paling menarik adalah ketika seorang Pembaca membuat tulisan, semacam ulasan, mengenai sebuah tulisan yang dibacanya. Tulisan yang dibuatnya itu pun merupakan sebuah bukti atas pertanggungjawaban dirinya sendiri dalam pembacaan. Pembaca tersebut bisa menyampaikan penilaian terhadap sebuah tulisan dengan kesiapan untuk menerima pembacaan dari pembaca lainnya.
Â
Sayangnya, jumlah Pembaca yang kritis ini jauh lebih sedikit daripada Pembaca yang ‘bocor’ (tanpa pemahaman yang fundamental). Sayangnya lagi, Pembaca yang kritis selalu tidak mendapat aksesbilitas dalam publisitas semestinya. Lagi-lagi sayangnya, pemaparan dari Pembaca yang kritis ini jarang pula dicermati oleh sebagian besar Pembaca.
Â
Akibat dari ketiga sayangnya tadi, sebuah tulisan mengalami demokratisisasi apresiasi yang cenderung dimanfaatkan sebagai corong potensial bagi sebuah promosi yang ditunggangi kepentingan tertentu. Pembaca yang masih ‘belajar’ tetapi lagaknya seperti Pembaca yang super kritis, selalu mudah menelan mentah-mentah atas promosi, apalagi jika gencar dipromosikan, mengenai sebuah tulisan, yang kemudian justru menjadi mangsa empuk bagi kepentingan tertentu.
Â