Mohon tunggu...
Agustinus Ependi
Agustinus Ependi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Filsafat, di Fakultas Filsafat, Universitas St. Thomas Medan

Tutuh Nya Tiop, Akal Nya Midop.. Onih Agah?

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kebudayaan Subyektif dan Obyektif dalam Budaya Dayak Mayao

3 April 2023   14:25 Diperbarui: 4 April 2023   16:02 966
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Komentar saya dalam acara botopas ini, saya melihat ada beberapa aspek batiniah dan jasmaniah di dalamnya : dalam aspek batiniah ketika melaksanakan botopas saya merasa batin saya tenang, karena dengan dilaksanakannya balala saya akan terhindar dari penyakit yang mengancam diri saya. Tentu dalam balala dituntut dari pribadi masing-masing untuk jujur melaksanakan balala, karena jikalau tidak jujur maka akan dikenakan sanksi adat. Apabila tidak jujur kita akan membawa malapetaka terhadap kampung kita sendiri.

 Maka sangat dituntut kejujuran dari setiap pribadi masing-masing, karena dalam balala tidak ada yang mengawasi kita, karena kita berdiam diri di rumah. Justru dengan balala ini membantu kita untuk semakin beriman, karena banyak waktu bagi masyarakat untuk berefleksi dan berdoa. Kalau dalam aspek jasmaniah saya melihat balala sangat bagus, karena setiap anggota keluarga bisa berkumpul dan berkomunikasi dengan baik.

Secara tidak langsung dapat mempererat hubungan kekeluargaan. Dengan mampu menjalani balala dengan baik, maka penyakit yang ada dalam tubuh kita akan sembuh dan hilang dari tubuh kita. Sehingga membuat badan kita sehat, segar dan bersemangat.

Kebudayaan obyektif : "Rumah Betang" atau yang disebut dengan rumah panjang merupakan rumah khas sub suku Dayak Kalimantan Barat, secara khusus masyarakat Dayak Mayao. Bagi masyarakat Dayak Mayao rumah panjang memberikan makna tersendiri bagi penghuninya.  Rumah betang menjadi cerminan kehidupan masyarakat adat yang hidup penuh dengan rasa kekeluargaan.[3] Mengapa disebut rumah panjang? Karena rumah ini bentuknya memanjang. 

Panjang rumah ini ada mencapai 300 meter yang terdiri dari banyak bilik. Rumah Panjang ini merupakan tempat tinggal masyarakat Dayak zaman dahulu. Selain panjang, rumah ini juga tergolong memiliki ketinggian yang cukup tinggi atau berbentuk panggung. Rumah Panjang ini dibuat tinggi untuk menghindari binatang buas dan banjir. Pada masa itu masyarakat masih hidup di tengah hutan belantara. Maka untuk menjaga dari terkaman binatang buas rumah Panjang dibuat tinggi oleh masyarakat Dayak.[4]

Komentar saya: setelah saya melihat rumah betang disitu tampak sekali bahwa masyarakat Dayak Mayao itu menggunakan unsur pendidikan dalam pembuatan rumah betang. Hal tersebut tampak dari rumah panjang yang dibangun tinggi, supaya yang tinggal di dalamnya terhindar dari binatang buas. Dalam pembuatan rumah betang itu masyarakat Dayak Mayao menggunakan teknologi tradisional berupa mandau, kapak, dan diikat menggunakan akar-akar kayu atau rotan. 

Saya melihat dalam rumah betang masyarakat sangat menjunjung tinggi hidup sosial. Dalam melakukan setiap pekerjaan mereka selalu bergotong royong dan saling berbagi jika mendapat binatang hasil buruan. Sebagai pusat tempat tinggal masyarakat Dayak, maka berbagai kegiatan dilakukan di situ, misalnya pesta panen padi (nosu minu podi). Dalam pesta tersebut masyarakat melakukan doa-doa tradisonal. 

Dimana dalam doa tersebut mereka bersyukur kepada Ponompa (Tuhan) atas segala peristiwa hidup yang mereka alami. Selain berdoa mereka juga menghibur diri dengan tari-tarian di dalam rumah betang tersebut. Di rumah betang juga dilaksanakan adat istiadat seperti mengobati masyarakat yang sakit parah.

 

Kesimpulan

Manusia merupakan makhluk yang berbudaya. Melalui kebudayaan manusia memanusiakan manusia dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam proses memanusiakan manusia ada dua aspek kebudayaan yang cukup mempengaruhi yakni kebudayaan subyektif dan kebudayaan obyektif. Kebudayaan subyektif merupakan proses humanisasi potensi-potensi yang ada dalam diri subyek, sedangkan kebudayaan obyektif merupakan proses materialisasi dari humanisasi. Kedua aspek tersebut dapat dilihat salah satunya dari kebudayaan Dayak Mayao.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun