Suku Dayak bisa dikatakan sebagai suku yang sedikit terbuka terhadap perkembangan zaman. Itu tampak pada saat ini dimana orang Dayak juga sudah mulai menjadi pemimpin daerah, baik itu menjadi DPR-RI, DPRD, Gubenur, Bupati, dan pimpinan-pimpinan strategis lainya. Dengan keterbukaan tersebut solidaritas dalam rumah Panjang sudah mulai menurun. Ketika pada masa orde baru masyarakat Dayak direlokasikan. Gerakan orde baru ini ialah merombak rumah panjang, dengan alasan bahwa hidup di rumah Panjang merupakan kehidupan yang kolot, tidak sehat, dan rawan kebakaran. Dengan perombakan itu jantung kebudayaan Dayak mengalami perubahan total.[14]
Masyarakat Dayak mulai mendirikan rumah tunggal atau pribadi. Mereka tidak lagi tinggal bersama dan komunal di rumah Panjang. Mereka mulai membentuk sebuah kampung dengan rumah terpisah-pisah dari setiap kepala keluarga. Melalui perubahan itu ada juga dari mereka yang memberanikan diri untuk tinggal atau menetap di kota-kota. Dari situlah penyebaran orang Dayak dimulai, sehingga seluruh pulau Kalimantan mereka diammi atau tempati.
Dengan adanya perubahan pola tempat tinggal tersebut, masyarakat Dayak mulai bersentuhan dengan dunia luar, baik dalam bidang agama, budaya dan di segala aspek kehidupan. Pembangunan yang kurang bijak oleh pemerintahan orde baru dan akibat persentuhan dengan budaya luar membuat masyarakat Dayak lebih individualitas. [15]Masyarakat Dayak sudah mulai mengikuti budaya luar, sehingga budaya gotong royong yang selama ini ditanamkan di rumah Panjang sudah mulai dilupakan, mereka asik pada diri mereka sendiri.
Beberapa masyarakat Dayak Mayau masih melestarikan adat dan kebiasaan-kebiasaan yang selama ini mereka lakukan secara bersama- sama di rumah panjang hingga saat ini, seperti berburu bersama di hutan, pergi ke ladang secara bersama-sama dan menumbuk padi bersama-sama di rumah Panjang. Akan tetapi, ada juga beberapa masyarakat Dayak Mayau yang khususnya menempati rumah tunggal dan jauh dari rumah panjang sudah jarang melakukan beberapa aktivitas seperti yang disebutkan di atas. Mereka melakukan segala sesuatu dengan sendiri-sendiri. Ada pula bentuk solidaritas lain yang dilakukan masyarakat Dayak yang jauh tinggal dari rumah panjang dengan melakukan perkumpulan arisan keluarga besar Dayak Mayau , dengan cara ini masyarakat Dayak dapat diingatkan dengan sistem kekerabatan yang pernah terjalin seperti dulu. [16]
Masyarakat sudah mulai menerima budaya-budaya luar yang dengan mudah mengubah segalanya. Dengan masuknya pendidikan modern masyarakat Dayak sudah banyak yang sekolah tinggi. Oleh sebab itu mereka mengubah apa yang selama ini mereka jalani. Dengan pendidikan yang tinggi tersebut taraf kehidupan masyarakat juga sudah berubah. Mereka tidak lagi bergantung pada lingkungan alam yang selama ini sudah mereka garap.
Dengan masuknya pendidikan modern masyarakat dengan mudah menerima informasi dari luar. Melalui informasi-informasi tersebut yang mengubah gaya hidup mereka. Dimana selama ini mereka hidup bersosial, sekarang mereka lebih individual. Mereka tidak lagi bersentuh dengan orang lain, bahkan anak-anak tidak pernah mendengar cerita-cerita rakyat dari orang tua. Itu dikarenakan setiap individu menutup diri mereka lebih asik pada dirinya sendiri.
Masuknya pendidikan modern juga mengubah mata pencarian masyarakat. Dimana selama ini mereka mencari nafkah bertumpu pada kekayaan alam. Namun kebiasaan-kebiasaan demikian secara perlahan mereka tinggalkan. Mereka lebih cenderung bekerja di perkantoran-perkantoran. Dimana mereka lebih mudah mendapatkan keuntungan dari situ. Masyarakat sudah banyak yang tidak lagi bertani, dimana bertani itu sebenarnya memupuk kebersamaan. Disitulah terjadi rasa gotong royongnya tinggi. Namun untuk mereka yang dilahirkan di zaman modern ini bertani merupakan sesuatu yang kolot.
Sehingga dengan masuknya budaya pendidikan modern pada masyarakat membawa masyarakat Dayak kepada individualitas. Dimana dengan kemajuan teknologi internet mereka dengan mudah mengakses segala sesuatu dari luar. Ini merupakan dampak dari globalisasi dunia saat ini, dimana budaya-budaya daerah sudah mengalami perubahan [17]. Dimana anak-anak Dayak sudah mulai tercandu oleh media elektronik. Timbulnya media komunikasi tersebut membuat masyarakat lebih mementingkan egonya sendiri. Mereka tidak lagi mempertahankan apa yang ditanamkan oleh para leluhur mereka.
Perubahan yang sangat dialami oleh masyarakat Dayak ialah pada media komunikasi. Dimana pada zaman dahulu alat komunikasi masyarakat Dayak Mayau ialah Gong. Gong merupakan alat yang digunakan masyarakat Dayak Mayau untuk mengumpul masyarakat kampung.Â
Dengan membunyikan gong saja masyarakat sudah tau apa yang akan terjadi. Maka cara membunyikan gong juga tidak sembarangan. Namun dengan masuknya pendidikan modern masyarakat secara perlahan tidak lagi menggunakan alat itu, mereka lebih menggunakan handphone. Maka anak-anak sekarang sudah jarang sekali mendengarkan bunyi gong lagi. Dengan adanya handphone juga membuat masyarakat jarang sekali berkumpul bersama lagi di rumah Panjang untuk bercerita mengenai hasil pertanian dan hasil buruan.
Selain dari media komunikasi, perubahan yang dialami oleh masyarakat Dayak adalah pada model pakaian. Masyarakat sudah mulai mengikuti model pakaian budaya luar yang mereka lihat melalui media social. Mereka cenderung tampil mengenakan pakain-pakain yang tidak senonoh dipandang mata atau menurunnya budaya sopan santun dalam berpakaian. Dimana para leluhur mereka dahulu sangat menjunjung tinggi rasa sopan santun tersebut dengan menjaga kemurnian tubuh dengan berpakaian yang rapi dan menutupi bagian-bagian yang dianggap tabu atau sacral. Namun setelah mengenal dan terjun ke dunia modern para generasi muda cenderung tidak lagi mengindahkan apa yang telah diwariskan oleh para leluhur mereka.