Mohon tunggu...
Agustinus Daniel
Agustinus Daniel Mohon Tunggu... -

Credo ut Intelligam - Aku percaya maka aku mengerti.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Panggilan Profetik (2)

5 Agustus 2016   19:23 Diperbarui: 5 Agustus 2016   19:31 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Video bisa dilihat DISINI

Pada bagian yang pertama kita sudah membahas bagaimana peradaban manusia saat ini berjalan tidak sesuai dengan kehendak Tuhan sehingga menimbulkan banyak masalah yang akhirnya terakumulasi dalam krisis peradaban yang berat. 

Lalu bagaimana kita memperbaiki semua ini? 

Sesungguhnya kedatangan Tuhan di dunia sudah memberikan solusi bagi kita untuk memulihkan semuanya. 

Tuhan telah memanggil kita untuk menjadi sempurna seperti Bapa di surga dan Dia sudah mengajarkan caranya. Ini untuk memulihkan kodrat kemanusiaan kita. 

Juga melalui doa Bapa Kami, Tuhan kita memberikan visi peradaban yang sangat jelas, “... jadilah kehendak-Mu, di atas bumi seperti di dalam surga...” Dengan pertolongan rahmat Tuhan, kita dipanggil untuk membangun peradaban manusia di bumi agar menjadi seperti kehidupan di dalam surga demi kemuliaan Tuhan. 

Akar persoalan dari krisis peradaban adalah hilangnya spiritualitas manusia. 

Maka untuk memulihkannya, fokus kita adalah memulihkan kehidupan rohani manusia sebagai komunitas. Oleh karena itu dengan sedikit penyesuaian kita bisa menggunakan tahap-tahap dalam panggilan transformatif untuk diterapkan pada panggilan profetik. 

Yang pertama, metanoia. 

Kita secara kolektif harus menyadari dengan penuh penyesalan atas kekeliruan yang kita lakukan karena telah meninggalkan Tuhan dan mencari kesenangan-kesenangan duniawi yang merusak. Maka dari itu kita perlu mengadakan pertobatan di hadapan Tuhan secara kolektif sebagai komunitas. 

Ini akan membuka pintu kerahiman Tuhan yang memberi kita kekuatan sangat besar dalam mengawali proses pemulihan peradaban. 

Dalam Kitab Suci dikisahkan bagaimana Tuhan tidak jadi menghukum kota Niniwe yang dipenuhi kejahatan, karena mereka mendengarkan Yunus yang menyerukan pertobatan. Ini bisa berulang di jaman kita. Sekalipun kita tengah dihadang krisis yang berat dan pantas mendapat hukuman Tuhan, kerahiman Tuhan yang datang karena kita bertobat akan mampu memulihkan keadaan. Bukan tidak mungkin Tuhan akan mengadakan mujizat besar jika itu memang diperlukan. 

Dengan semangat metanoia ini, dari pada kita mengadakan ‘earth hour’ untuk peduli pada keadaan bumi, akan jauh lebih bermanfaat jika kita mengadakan ‘God hour’ dengan menghentikan semua kegiatan dan kita berdoa dalam semangat pertobatan selama 1 jam di seluruh dunia! 

Yang kedua, kenosis atau penyangkalan diri. 

Sebagai tindak lanjut dari semangat metanoia, selain pantang dan puasa rutin secara pribadi, sebagai komunitas kita bisa menambahkan beragam upaya ‘pantang’ dengan maksud mengambil jarak terhadap keterikatan pada barang-barang atau kesenangan duniawi yang tidak penting. 

Sudah mulai umum di beberapa kota diadakan ‘car-free day’ untuk hari-hari tertentu. Praktek seperti ini bisa diperluas sebagai bagian dari kenosis komunitas. Misalnya dengan mengadakan ‘TV and gadget-free day’, tidak menonton TV dan bermain gadget selama 1 hari. Atau hal-hal lain yang semacam itu dengan maksud kita belajar mengambil jarak dengan kehidupan modern, demi perubahan peradaban yang lebih baik. 

Kita telah begitu bergantung pada barang-barang dan pola hidup modern karena terbiasa terikat kepadanya. Dengan mengadakan proses kenosis sebagai komunitas kita belajar menyadari bahwa hidup kita tidak lebih buruk tanpa itu! Kita akan mulai memilah-milah apa yang sungguh perlu, dan apa yang sesungguhnya tidak kita butuhkan. 

Hidup kita yang dipenuhi oleh kebutuhan, keinginan, dan kesibukan-kesibukan duniawi membuat nyaris tidak ada lagi ruang tersisa bagi hidup rohani kita. Maka berkurangnya keterikatan pada hal-hal duniawi tentu saja akan membuka ruang yang lebih besar bagi hidup rohani. 

Dengan cara ini kita akan mulai mengenali dan menemukan kembali kebutuhan-kebutuhan rohani yang selama ini terabaikan. 

Yang ketiga, communio. 

Dalam communio kita bersama dengan Tuhan, artinya kita selalu menghadirkan Tuhan dalam seluruh kehidupan sebagai komunitas dengan cara menempatkan hukum-hukum Tuhan sebagai landasannya. 

Seperti bangsa Israel yang berjalan menuju tanah terjanji dengan Tabut Perjanjian yang berisi Sabda Allah selalu ada di tengah-tengah mereka. Demikian juga kita membangun peradaban baru, dengan senantiasa menghadirkan Sabda Allah dan Tabut Perjanjian yang baru di tengah-tengah kita. 

Bunda Maria yang dari rahimnya Tuhan kita hadir ke dunia adalah Tabut Perjanjian yang baru. Bunda kita bersama Sang Sabda, Putranya, harus senantiasa bersama kita dalam membangun peradaban yang baru. Meditasi Yesus yang menjadikan spiritualitas Maria sebagai intinya dapat berperan dalam communio ini. 

Kehadiran Sabda Tuhan dan Tabut Perjanjian yang baru, yaitu Tuhan Yesus dan Bunda-Nya adalah kekuatan yang kita butuhkan dalam perjalanan kita menuju tanah terjanji yang tidak lain adalah peradaban di bumi seperti di dalam surga. 

Selain itu, Tuhan menghendaki supaya kita menjadi satu kawanan dengan satu gembala. Ini juga bagian dari communio. Kembalinya domba-domba Kristus menjadi satu kawanan ini bisa dimulai dengan membangun semangat spiritual yang sama. 

Salah satu karakteristik Meditasi Yesus adalah bentuknya yang sederhana dan sepenuhnya berakar pada Injil sehingga bisa diikuti semua pengikut Kristus tanpa terkendala masalah dogmatis. Oleh karenanya bentuk doa ini dapat dijadikan sebagai salah satu sarana untuk mewujudkan satu kawanan domba Kristus. 

Yang terakhir, imitatio. 

Dalam panggilan transformatif, imitatio diartikan sebagai upaya untuk menjadi seperti Kristus agar kita menjadi sempurna seperti Bapa di sorga. 

Lalu bagaimanakah konsep imitatio diterapkan dalam trasformasi peradaban? Dengan cara apa kita mengupayakan peradaban dunia ini menjadi seperti di dalam surga, sedangkan kita sama sekali tidak mengetahui seperti apakah peradaban surga itu. 

Ternyata tidak serumit itu... 

Tuhan telah memberi pemahaman ini kepada kita: 

"Kerajaan Allah datang tanpa tanda-tanda lahiriah, juga orang tidak dapat mengatakan: Lihat, ia ada di sini atau ia ada di sana! Sebab sesungguhnya Kerajaan Allah ada di antara kamu." (Luk.17:20-21) 

Kerajaan Allah bukan bersifat fisik, juga bukan ideologi ataupun sistem politik, tetapi menyangkut relasi manusia dengan sesamanya. 

Setelah Tuhan kita merangkum seluruh perintah dalam hukum utama, seorang ahli Taurat membenarkan dan menanggapi, “...mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri adalah jauh lebih utama dari pada semua korban bakaran dan korban sembelihan." (Mrk.12:33). 

Kata Yesus kepadanya, "Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah!" (Mrk.12:34) 

Dengan memahami hukum utama, ahli Taurat itu dekat dengan Kerajaan Allah, tapi ia belum sampai. Hukum utama belum cukup untuk mewujudkan Kerajaan Allah di bumi. 

Pada kesempatan lain Tuhan mengatakan kepada para rasul-Nya, “Kepadamu telah diberikan rahasia Kerajaan Allah....” (Mrk.4:11). Ajaran apakah yang diberikan kepada para rasul dan tidak diketahui orang-orang lain, termasuk juga ahli taurat yang memahami hukum utama itu? Jawabannya: perintah baru! 

“Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi” (Yoh.13:34). 

Mengasihi seperti Kristus mengasihi! Itulah rahasia Kerajaan Allah yang akan membuat kehidupan di bumi menjadi seperti di dalam surga karena bumi akan dipenuhi oleh manusia yang mengasihi sesamanya seperti Allah telah mengasihi! Itulah peradaban sempurna yang mengekspresikan kemuliaan Tuhan.. 

Setelah Tuhan menciptakan manusia, Tuhan melihat segala yang diciptakan itu amat baik. Pada hari ketujuh Tuhan beristirahat untuk menikmati ciptaan-Nya yang telah mengekspresikan kemuliaan-Nya dengan sempurna. Setelah kejatuhan manusia ke dalam dosa, tentu saja manusia tidak lagi mengekspresikan kemuliaan-Nya. 

Momen sebelum kejatuhan manusia ke dalam dosa ini begitu berharga di mata Tuhan sehingga Ia memberikan perintah kepada manusia untuk menguduskan hari Sabat. Itulah hari dimana manusia, sebagai puncak ciptaan Tuhan, pernah menjadi ekspresi kemuliaan Tuhan yang sempurna. 

Pada tahap mitatio dalam panggilan transformatif, kita berkontemplasi pada Kristus yang tersalib. Sementara itu, pada tahap imitatio dalam transformasi peradaban kita juga berkontemplasi pada Kerajaan Allah, yaitu dengan menguduskan hari Sabat! 

Dalam kontemplasi salib kita mencoba memahami kasih Tuhan yang terdalam, sedangkan dengan menguduskan hari Sabat kita merenungkan kembali momen kebahagiaan tertinggi Tuhan terhadap ciptaan-Nya. Sebuah momen dimana Tuhan telah melihat semua ciptaan-Nya dalam keadaan kudus tanpa cela dan telah mengekspresikan kemuliaan-Nya yang sempurna. 

Pulihkan kembali hari Sabat sebagai hari yang kudus agar kita ikut merasakan kerinduan Tuhan untuk menghadirkan Kerajaan Allah di bumi. Bukan hanya selama satu atau dua jam di Gereja, tapi sepanjang hari dengan berdoa, membaca kitab suci, dan hanya melakukan perbuatan-perbuatan baik serta menolak segala kegiatan yang menjauhkan kita dari Kerajaan Allah. 

Dengan cara ini, kita membentuk sebuah paradigma dan kesadaran baru yang memungkinkan kita ikut serta mewujudkan hadirnya peradaban baru di bumi seperti di dalam sorga. 

Dalam Kitab Wahyu, peradaban yang baru ini digambarkan sebagai bumi yang baru dan langit yang baru. Kapankah itu terwujud, kita tidak pernah tahu dan bukan urusan kita. Tapi apakah kita ikut serta mewujudkannya, pilihan ada di tangan kita. 

Demikianlah panggilan profetik dalam Meditasi Yesus yang mengajak kita terlibat dalam membangun peradaban baru, bukan dengan menuntut perubahan sistem atau menuntut orang lain berubah. Tapi melakukan perubahan itu dengan menguduskan hidup kita sendiri lebih dulu melalui panggilan transformatif dan menerapkannya sebagai pola dalam menggagas perubahan pada tingkat komunitas.

Deo Gratias!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun