Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan

Pencinta membaca dan menulis, dengan karya narasi, cerpen, esai, dan artikel yang telah dimuat di berbagai media. Tertarik pada filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Berpegang pada moto: “Bukan banyaknya, melainkan mutunya,” selalu mengutamakan pemikiran kritis, kreatif, dan solusi inspiratif dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

[Novel] Menapak Jejak di Kimaam, Episode 105-106

31 Januari 2025   04:30 Diperbarui: 30 Januari 2025   16:44 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Cover Noval Menapak Jejak di Kimaam (Dokumentasi Pribadi)

Revisi Metode

Setelah mendapatkan dukungan dari sesepuh-sesepuh Kampung Tabonji, Josefa, Didimus, dan Teguh melanjutkan perjalanan mereka untuk mengevaluasi dan merevisi metode pertanian yang mereka terapkan. Mereka menyadari pentingnya untuk terus memperbaiki strategi mereka berdasarkan pengalaman lapangan dan umpan balik dari masyarakat.

"Penting sekali kita terus mengumpulkan data dari lapangan," kata Josefa saat mereka berjalan menuju ladang. "Kita perlu tahu persis bagaimana metode kita bekerja di berbagai bagian ladang."

"Betul, Josefa," Didimus menimpali. "Kita harus memastikan setiap bagian ladang mendapat nutrisi yang tepat. Aku akan memimpin analisis tanah lagi."

Setelah mengumpulkan data hasil pertanian, Didimus menemukan beberapa area yang memerlukan penyesuaian lebih lanjut. "Beberapa bagian tanah ini terlalu kering dan kurang nutrisi," kata Didimus sambil menunjuk peta ladang. "Kita perlu menambah bahan organik di sini."

Teguh mengangguk. "Kita juga perlu memastikan sistem irigasi bekerja optimal. Sensor kelembaban tanah menunjukkan beberapa area masih kurang air."

Selain itu, mereka melakukan pertemuan rutin dengan petani-petani lokal untuk mendapatkan masukan langsung. "Bagaimana pendapat kalian tentang teknik pemupukan baru ini?" tanya Josefa dalam salah satu pertemuan.

"Sebenarnya cukup baik," jawab Pak Tono, salah satu petani. "Tapi ada beberapa bagian yang masih sulit diterapkan karena cuaca yang tidak menentu."

Josefa menatap Teguh. "Kita perlu membahas strategi adaptasi terhadap perubahan iklim juga."

"Saya setuju," jawab Teguh. "Kita bisa mengajarkan teknik pengendalian hama yang lebih ramah lingkungan dan bagaimana menghadapi perubahan cuaca."

Josefa kemudian mengatur sesi-sesi pelatihan tambahan. "Hari ini kita akan membahas penggunaan sensor kelembaban tanah," kata Josefa dalam salah satu sesi pelatihan. "Ini penting untuk memastikan tanaman mendapat cukup air tanpa memboroskan sumber daya."

Salah satu petani mengangkat tangan. "Bagaimana cara kita membaca data dari sensor ini, Bu Josefa?"

Teguh menjawab sambil menunjukkan alatnya. "Lihat di sini, data kelembaban tanah ditampilkan dalam angka. Jika angka di bawah 40%, berarti tanah butuh air."

Selain aspek teknis, mereka juga fokus pada pendekatan sosial dan budaya. "Kita perlu merancang kampanye penyuluhan yang lebih luas," kata Didimus. "Tidak hanya untuk petani, tapi juga untuk generasi muda dan perempuan di kampung."

Josefa setuju. "Kita harus memastikan semua orang di komunitas ini terlibat dan mendapat manfaat dari pengetahuan baru ini."

"Baiklah, kita bisa mulai dengan program pelatihan di sekolah-sekolah dan pertemuan ibu-ibu PKK," usul Teguh.

Dengan langkah-langkah ini, Josefa, Didimus, dan Teguh yakin bahwa mereka sedang mengembangkan pendekatan yang lebih matang dan berkelanjutan dalam pertanian di Kampung Tabonji. Revisi metode mereka merupakan bukti komitmen mereka untuk terus belajar, beradaptasi, dan berinovasi demi kesejahteraan dan keberlanjutan lingkungan di Pulau Kimaam.

"Ayo kita buktikan bahwa kerja keras kita ini membawa perubahan nyata," kata Josefa penuh semangat.

"Kita pasti bisa," jawab Didimus dan Teguh serempak.

Eksperimen Kedua

Setelah merevisi metode pertanian mereka berdasarkan evaluasi lapangan dan umpan balik dari masyarakat serta sesepuh-sesepuh kampung, Josefa, Didimus, dan Teguh memutuskan untuk melanjutkan dengan eksperimen kedua mereka di ladang pertanian di Kampung Tabonji. Eksperimen ini menjadi langkah berikutnya dalam upaya mereka untuk meningkatkan produktivitas dan keberlanjutan pertanian dengan memadukan pengetahuan tradisional dan teknologi modern.

"Baik, apa tujuan spesifik kita untuk eksperimen kali ini?" tanya Josefa saat mereka berkumpul di balai desa.

Didimus menjawab, "Kita ingin meningkatkan penggunaan pupuk organik dari bahan lokal yang dapat diperbaharui dan menguji teknik pengendalian hama yang lebih ramah lingkungan."

"Dan jangan lupa penggunaan teknologi modern yang lebih intensif, seperti drone untuk pemantauan ladang," tambah Teguh. "Kita butuh data lebih banyak dan lebih akurat."

Didimus mengangguk. "Setuju. Aku akan memimpin tim dalam mengatur percobaan dan mengumpulkan data lapangan secara terstruktur. Kita harus memantau kemajuan dan hasil dari perubahan ini dengan cermat."

Eksperimen kedua ini juga mencakup penggunaan lebih intensif teknologi modern. "Drone bisa membantu kita mengumpulkan data tentang kondisi tanah, perkembangan tanaman, serta potensi masalah hama atau penyakit tanaman yang mungkin timbul," jelas Teguh.

"Dan data dari drone akan menjadi dasar kita dalam membuat keputusan yang lebih tepat dalam pengelolaan pertanian sehari-hari," kata Josefa.

Selain itu, Josefa mengatur workshop tambahan untuk petani-petani lokal tentang cara mengelola pupuk organik dan teknik pengendalian hama yang baru mereka coba. "Kita perlu memastikan petani memahami dan bisa menerapkan praktik-praktik baru ini dengan benar dan efisien di ladang masing-masing," kata Josefa dalam salah satu workshop.

Pak Budi, seorang petani lokal, bertanya, "Bagaimana cara terbaik mengaplikasikan pupuk organik ini, Bu Josefa?"

"Dalam kondisi tanah seperti ini, sebaiknya kita aplikasikan pupuk organik setiap dua minggu sekali," jawab Josefa. "Pastikan pupuk tersebut meresap dengan baik ke dalam tanah."

Selama eksperimen kedua berlangsung, mereka terus berkoordinasi secara rutin dengan warga kampung dan sesepuh-sesepuh. "Keterlibatan aktif masyarakat sangat penting bagi kesuksesan jangka panjang inisiatif ini," kata Didimus saat rapat dengan para sesepuh.

"Iya, kita harus terus mendapatkan masukan langsung tentang perubahan yang mereka lihat dan rasakan di lapangan," tambah Teguh.

"Ini bukan hanya langkah teknis, tapi juga simbol dari komitmen kita untuk terus berinovasi dan beradaptasi dengan lingkungan serta kebutuhan masyarakat lokal," ujar Josefa dengan semangat.

"Betul, Josefa," kata Didimus. "Dengan pendekatan ini, kita dapat menciptakan pola pertanian yang lebih berkelanjutan dan memberdayakan masyarakat lokal untuk mencapai kesejahteraan yang lebih baik di Kampung Tabonji."

"Dan dengan begitu, kita bukan hanya meningkatkan hasil panen, tetapi juga menjaga keseimbangan alam dan budaya kita," Teguh menambahkan.

Mereka percaya bahwa dengan komitmen dan kerja keras, mereka bisa mencapai tujuan mereka dan membawa perubahan positif yang berkelanjutan bagi Kampung Tabonji.

(Bersambung)

Merauke, 31 Januari 2025

Agustinus Gereda

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun