Pengawasan terhadap praktik-praktik mistis yang merugikan: Pemerintah bertanggung jawab untuk mengawasi praktik-praktik mistis yang bersifat eksploitatif. Undang-undang harus ditegakkan untuk mencegah penyalahgunaan kepercayaan masyarakat demi keuntungan pribadi atau kelompok tertentu. Sebagai contoh, ajaran Katolik juga menekankan bahwa iman tidak boleh disalahgunakan. Katekismus Gereja Katolik (KGK) menyatakan, "Takhyul adalah penyimpangan dari sikap penyembahan yang benar kepada Allah" (KGK 2111).
Meningkatkan pembinaan spiritual yang seimbang: Institusi agama, khususnya Gereja Katolik, memiliki peran strategis dalam mengarahkan umat agar mendasarkan kepercayaan pada iman yang benar. Gereja perlu meningkatkan pembinaan spiritual yang tidak hanya menekankan ritual, tetapi juga memperkaya pemahaman teologis umat. Paus Fransiskus dalam Lumen Fidei (2013) menyatakan, "Iman yang benar mengangkat manusia dari kegelapan takhayul dan mengarahkan mereka pada cahaya kebenaran Kristus."
Menyediakan alternatif solusi berbasis agama: Institusi agama dapat memberikan solusi berbasis iman, seperti konseling pastoral, penguatan doa, dan pendampingan rohani, yang berfungsi sebagai alternatif untuk masalah yang sering dihubungkan dengan dunia mistis, seperti kesehatan atau keberuntungan. Menurut Richard J. Foster dalam Celebration of Discipline (1978, Harper & Row), praktik-praktik spiritual yang sehat seperti doa dan meditasi dapat membawa penyembuhan emosional dan spiritual tanpa perlu bergantung pada praktik mistis.
Edukasi tentang dampak negatif ketergantungan pada dunia mistik: Kesadaran masyarakat perlu dibangun melalui kampanye yang mengedukasi tentang bahaya ketergantungan pada dunia mistik, termasuk efek psikologis, sosial, dan ekonomi. Clifford Geertz (1973) menyebutkan bahwa kepercayaan mistis sering melanggengkan ketergantungan dan menghambat perkembangan individu maupun komunitas.
Menguatkan rasa percaya diri dan kemampuan: Masyarakat perlu didorong untuk percaya pada kemampuan diri sendiri dalam menghadapi tantangan hidup. Penguatan ini dapat dilakukan melalui pelatihan keterampilan, pengembangan kapasitas ekonomi, dan penguatan komunitas. Gereja juga menekankan pentingnya keberanian dan kepercayaan diri. Rasul Paulus dalam Filipi 4:13 mengatakan, "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku."
Pembahasan di atas menunjukkan bahwa dunia mistis, sebagai bagian dari warisan budaya dan cara memahami hal-hal yang sulit dijelaskan secara logis, sering membawa dampak negatif seperti ketergantungan emosional, penghambatan logika, dan eksploitasi. Untuk mengatasinya, masyarakat perlu meningkatkan kesadaran, menerima edukasi yang berimbang, dan menerapkan pendekatan yang sesuai. Dengan memadukan kebijaksanaan tradisional yang kaya akan nilai-nilai lokal dengan pemikiran modern berbasis rasionalitas, kita dapat menghadapi tantangan zaman secara holistik, menjaga identitas budaya, dan membuat keputusan yang kokoh di tengah perubahan dunia yang kompleks. (*)
Merauke, 16 Desember 2024
Agustinus Gereda
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H