Langit biru itu kini telah sirna
Lewotobi murka, memuntahkan derita
Asap hitam menjulang, merobek angkasa
Kehidupan berganti gelap, bagai malam tanpa cahaya
Di lembah ingatan, aku duduk terpaku
Menggenggam kenangan masa lalu yang pilu
Tawa saudara, hangat bersama
Kini hanya gema yang lenyap ditelan duka
Rindu terpendam di antara debu
Mengendap dalam hati yang tak mampu berseru
Saudara-saudariku berjalan menjauh
Mengungsi mencari terang di balik lembah runtuh
Oh, Lewotobi, gunung yang agung
Mengapa murkamu begitu garang dan murung?
Bukankah tanah ini ladang harapan
Kini menjadi neraka yang mencekam kehidupan?
Langit hitam membawa pesan pahit
Bahwa hidup tak selamanya bersahabat
Setiap kegelapan mengintai di ujung hari
Mengajarkan kita untuk berjaga, meski dalam mimpi
Saudaraku, di mana kalian sekarang?
Di bawah atap baru, atau di jalan panjang?
Doa-doaku menjangkau kegelapan ini
Semoga cahaya menyambut langkah kalian nanti
Lewotobi, engkau bagai jiwa yang terluka
Namun dari abu dan puing, tumbuhlah asa
Kami akan kembali membangun mimpi
Menghiasi langit dengan cinta sejati
Wahai dunia, dengarkanlah balada ini
Bahwa setiap tantangan membawa arti
Kehilangan mengajarkan kekuatan abadi
Dan kegelapan, hanya jeda menuju terang yang sejati
Merauke, 29 November 2024
Agustinus Gereda
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H