Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Hobi membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Menjembatani Perbedaan, Mengatasi Kesalahpahaman dalam Bahasa dan Komunikasi Gender

21 November 2024   05:30 Diperbarui: 21 November 2024   07:05 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bahasa adalah jembatan utama dalam komunikasi manusia, tetapi perbedaan gaya penggunaannya sering menjadi sumber kesalahpahaman, terutama antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki cenderung langsung dan berfokus pada solusi, sementara perempuan lebih ekspresif secara emosional dan menggunakan bahasa untuk membangun hubungan. Perbedaan ini dapat menimbulkan ketegangan, misalnya, ketika perempuan yang menyampaikan kekhawatiran dianggap "terlalu emosional" oleh laki-laki yang lebih mengutamakan logika. Artikel ini bertujuan memberikan wawasan tentang perbedaan tersebut dan menawarkan solusi praktis, seperti memahami dan mengapresiasi gaya komunikasi, untuk menciptakan hubungan yang lebih harmonis dalam konteks personal maupun profesional.

Perbedaan Gaya Bahasa dan Komunikasi Gender

Gaya Bahasa Laki-laki

Bahasa cenderung langsung dan fokus pada penyelesaian masalah: Laki-laki sering menggunakan bahasa untuk mencapai tujuan praktis atau menyelesaikan masalah, sesuai dengan pendekatan instrumentalnya terhadap komunikasi. Deborah Tannen dalam You Just Don't Understand: Women and Men in Conversation (1990) menyebutkan bahwa pria lebih sering memandang komunikasi sebagai sarana untuk mempertahankan status atau menunjukkan kekuatan dalam hubungan sosial.

Minim nuansa emosional: Penelitian menunjukkan bahwa laki-laki cenderung menghindari eksplorasi emosional dalam bahasa, berfokus pada fakta atau argumen logis. Deborah Cameron dalam Language, Gender, and Sexuality: Current Issues and New Directions (2005) menyoroti bagaimana pria sering mengadopsi pendekatan rasional dalam berbicara, yang bisa membuatnya terlihat kurang empati dibandingkan perempuan.

Bahasa yang logis dan objektif: Gaya bahasa ini mencerminkan orientasi laki-laki terhadap efisiensi dan kejelasan. Penelitian Bucholtz & Hall dalam Theorizing Identity in Language and Sexuality Research (2004) menunjukkan bahwa pendekatan ini sering digunakan untuk menghindari potensi konflik emosional dalam percakapan.

Gaya Bahasa Perempuan

Bahasa lebih ekspresif secara emosional: Perempuan sering menggunakan bahasa untuk mengekspresikan perasaan dan membangun hubungan interpersonal. Susan Ehrlich & Miriam Meyerhoff dalam The Handbook of Language, Gender, and Sexuality (2004) menjelaskan bahwa perempuan lebih banyak menggunakan ungkapan emosional sebagai cara untuk menciptakan kedekatan dan memahami orang lain.

Menggunakan bahasa untuk membangun koneksi: Bahasa sering menjadi alat perempuan untuk memperkuat hubungan sosial. Perempuan cenderung berbagi pengalaman pribadi untuk menunjukkan empati, sesuai dengan pandangan Tannen (1990) tentang komunikasi sebagai jembatan hubungan (rapport-talk).

Penggunaan tanda-tanda non-verbal: Perempuan lebih sering menggunakan elemen non-verbal seperti intonasi, ekspresi wajah, atau gerak tubuh untuk memperkuat pesannya. Cameron (2005) menunjukkan bahwa pendekatan ini membantu menciptakan dimensi emosional dalam komunikasi, yang sering diabaikan oleh laki-laki.

Konteks dan implikasi: Kesalahpahaman sering terjadi karena perbedaan tujuan komunikasi. Pria mungkin memandang perempuan "terlalu emosional," sementara perempuan menganggap pria "tidak peduli." Untuk mengatasi hal ini, penting untuk meningkatkan pemahaman tentang perbedaan gaya komunikasi ini, seperti yang diungkapkan oleh hasil penelitian Tannen (1990) dan Cameron (2005), dengan fokus pada empati dan mendengarkan aktif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun