Rasa Rindu Kampung Halaman
Di tengah kesibukannya menyesuaikan diri dengan kehidupan di Institut Pertanian Bogor (IPB), Josefa tidak pernah bisa menghilangkan rasa rindunya akan Kampung Tabonji, kampung halamannya di Pulau Kimaam.
"Jose, apa yang kamu pikirkan?" Teguh bertanya saat melihat Josefa duduk termenung di meja belajar mereka.
Josefa tersenyum tipis. "Sedang teringat kampung halaman, Teguh. Rasanya sudah lama sekali aku tidak pulang."
Teguh mengangguk mengerti. "Pasti rindu ya dengan suasana sana."
Rasa rindu itu tidak hanya kepada keluarga dan teman-temannya, tetapi juga kepada kehidupan sederhana di kampung yang jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Dia merindukan aroma tanah basah setelah hujan, suara gemercik sungai yang mengalir di dekat rumahnya, serta langit malam yang penuh dengan bintang di langit Kimaam yang gelap.
"Kamu ingat waktu kita mencoba menanam tanaman Dambu di belakang rumah?" Josefa bertanya pada Teguh, memecah keheningan.
Teguh tersenyum, mengingat kembali masa-masa itu. "Iya, dan tanaman itu tumbuh dengan sangat baik."
Josefa juga merindukan momen-momen bersama ibunya, memasak bersama di dapur sederhana mereka, dan berbicara panjang lebar tentang kehidupan dan tradisi Marind Anim. Rindu Josefa terhadap kampung halamannya tidak hanya menjadi nostalgia semata, tetapi juga menjadi sumber inspirasi dan motivasi baginya.
"Ketika aku merasa putus asa dengan tugas ini, aku bayangkan lagi ibuku sedang memasak sambal terasi di dapur," ujar Josefa pada Teguh.
Teguh mengangguk mengerti. "Mereka adalah sumber kekuatan kita, Jose."