Didimus mengangguk. "Aku mengerti. Universitas Musamus memang lebih dekat dan lebih dikenal oleh keluargamu. Tapi IPB memiliki program pertanian yang lebih maju. Apa yang sebenarnya kau inginkan, Josefa?"
Josefa berhenti sejenak, menatap Didimus dengan tatapan penuh keyakinan. "Aku ingin belajar sebanyak mungkin tentang pertanian modern dan membawa pengetahuan itu pulang ke Kampung Tabonji. Aku ingin membantu masyarakatku meningkatkan cara bercocok tanam, terutama tanaman Dambu."
Didimus tersenyum, menyadari betapa besar mimpi yang dimiliki sahabatnya itu. "Kalau begitu, kau harus mengikuti hatimu. Pergi ke IPB dan pelajari segala yang bisa kau pelajari. Kami di sini akan mendukungmu sepenuhnya."
Malam itu, di dalam kamarnya yang tenang, Josefa merenungkan kata-kata Didimus. Dia tahu bahwa perjalanannya menuju IPB akan penuh tantangan dan pengorbanan. Namun, tekadnya kuat, didorong oleh rasa kagumnya akan keajaiban alam Papua dan keyakinannya bahwa ilmu pertanian modern dapat dipadukan dengan kearifan lokal untuk menciptakan sistem pertanian yang berkelanjutan dan bermanfaat bagi banyak orang.
"Pasti banyak rintangan yang harus kuhadapi," gumam Josefa kepada dirinya sendiri. "Tapi aku yakin, dengan pengetahuan yang kudapat di IPB, aku bisa membawa perubahan positif bagi Kampung Tabonji."
Dengan mimpi yang menggetarkan hatinya, Josefa bersiap untuk menapaki jalan yang tidak mudah, tetapi penuh harapan dan arti. Dia yakin bahwa melalui perjalanannya ini, dia dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi kampung halamannya dan masyarakat Papua secara lebih luas. Di tengah malam yang sunyi, dengan bintang-bintang sebagai saksi, Josefa membuat keputusan besar dalam hidupnya.
"Terima kasih, Didimus," bisiknya pelan. "Terima kasih atas semua dukungan dan inspirasimu. Aku akan membuat kalian semua bangga."
Dengan hati yang mantap, Josefa menatap masa depan dengan keyakinan bahwa perjalanan menuju IPB adalah langkah awal untuk mewujudkan impian besarnya.
(Bersambung)
Merauke, 13 Oktober 2024
Agustinus Gereda