Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan

Pencinta membaca dan menulis, dengan karya narasi, cerpen, esai, dan artikel yang telah dimuat di berbagai media. Tertarik pada filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Berpegang pada moto: “Bukan banyaknya, melainkan mutunya,” selalu mengutamakan pemikiran kritis, kreatif, dan solusi inspiratif dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

(Novel) Menapak Jejak di Kimaam, Episode 17-18

2 Oktober 2024   06:05 Diperbarui: 2 Oktober 2024   06:06 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Cover Novel Menapak Jejak di Kimaam (Dokumentasi Pribadi)

Keinginan Mendalami Pertanian

Suasana senja di Kampung Tabonji masih terasa hangat setelah pesta adat yang meriah. Josefa duduk di bawah rindangnya pohon rimbun, merenungkan keajaiban yang baru saja dia saksikan. Di kejauhan, cahaya matahari terbenam memantulkan warna emas di atas perbukitan hijau Kimaam.

Pesta Adat Dambu telah menghadirkan pertanyaan besar dalam pikiran Josefa. Dia terpesona oleh ubi-ubi besar yang tumbuh subur di tanah merah kampung halamannya. Tanaman itu tidak hanya merupakan sumber makanan, tetapi juga simbol kekuatan dan kebijaksanaan nenek moyang mereka. Bagaimana mungkin tanpa teknologi modern, penduduk kampung dapat merawat dan membesarkan ubi-ubi sebesar itu?

Di benaknya, Josefa merasa terdorong untuk menggali lebih dalam. Dia ingin memahami rahasia di balik keberhasilan tanaman tradisional tersebut. Visi baru tentang masa depannya mulai terbentuk: belajar di luar Papua, di tempat-tempat seperti Institut Pertanian Bogor (IPB), untuk memperluas pengetahuan dan keterampilannya dalam pertanian modern.

Saat sedang asyik merenung, Didimus, teman sekelasnya, datang mendekat. "Apa yang kamu pikirkan, Josefa? Kamu terlihat sangat dalam pemikiran," tanya Didimus sambil duduk di sampingnya.

Josefa menoleh dan tersenyum, "Aku sedang memikirkan tentang ubi-ubi besar yang kita lihat di pesta tadi. Aku ingin tahu bagaimana mereka bisa tumbuh sebesar itu tanpa teknologi modern."

Didimus mengangguk, "Iya, aku juga terkesan. Teknik tradisional mereka memang luar biasa. Tapi, apa yang ingin kamu lakukan dengan semua pemikiran ini?"

"Aku ingin belajar lebih banyak tentang pertanian modern," jawab Josefa dengan semangat. "Aku ingin pergi ke Institut Pertanian Bogor dan mempelajari teknik-teknik baru yang bisa membantu kita di sini. Bayangkan jika kita bisa menggabungkan pengetahuan modern dengan kearifan lokal."

Didimus tersenyum lebar, "Itu ide yang bagus, Josefa. Tapi, bagaimana dengan orang tuamu? Apakah mereka akan mendukung rencana ini?"

Josefa menarik napas dalam-dalam, "Itulah yang membuatku khawatir. Orang tuaku sangat terikat dengan tradisi. Mereka mungkin tidak akan setuju jika aku harus pergi jauh untuk belajar."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun