Pemimpin yang melayani melihat kepemimpinan sebagai tanggung jawab untuk melayani masyarakat, bukan sebagai alat untuk memperkuat kekuasaan pribadi. Robert K. Greenleaf, dalam Servant Leadership: A Journey into the Nature of Legitimate Power and Greatness (1977), menegaskan bahwa "pemimpin sejati adalah seseorang yang pertama-tama melayani, baru kemudian memimpin," dengan prioritas kesejahteraan rakyat. Sebaliknya, pemimpin yang hanya ingin berkuasa sering mengorbankan rakyat demi kepentingan pribadi.
Gereja Katolik juga mengajarkan bahwa kekuasaan sejati adalah pelayanan. Paus Fransiskus, dalam ensiklik Evangelii Gaudium (2013), menekankan bahwa pemimpin harus menjadi "pelayan rakyat, bukan penguasa yang menjauh dari kebutuhan masyarakat." Hal ini menuntut kerendahan hati dan komitmen untuk mengutamakan kepentingan publik.
Kepemimpinan yang melayani merupakan dasar bagi masyarakat yang adil dan harmonis. Pemimpin yang melayani memprioritaskan kebutuhan rakyat dan merancang kebijakan yang inklusif. John C. Maxwell, dalam The 21 Irrefutable Laws of Leadership (1999) menyatakan "Pemimpin besar adalah mereka yang melayani, bukan sekadar mengejar status."
Gereja Katolik melalui Kompendium Ajaran Sosial Gereja (2004) menegaskan bahwa pemimpin baik berkomitmen pada kesejahteraan umum dan keadilan sosial. Dengan kepemimpinan yang melayani, masyarakat akan menjadi lebih adil dan setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang.
Penutup
Pilkada 2024 di Papua Selatan bukan hanya sekadar kontestasi politik, melainkan momen penting dalam sejarah pembangunan daerah ini. Pemilihan pemimpin yang memiliki visi jelas, integritas, dan komitmen untuk melayani rakyat harus menjadi prioritas utama masyarakat.
Pemimpin yang sejati bukanlah yang hanya pandai berjanji atau menjanjikan hal-hal yang tidak realistis, melainkan mereka yang dengan tulus bekerja untuk kesejahteraan rakyat, mendengarkan kebutuhan masyarakat, dan membawa perubahan positif yang berkelanjutan.
Dalam menghadapi dinamika politik yang sering diwarnai oleh janji-janji kampanye dan praktik politik uang, masyarakat perlu semakin kritis dan cerdas untuk menentukan pilihan. Tidak terjebak dalam janji kosong dan godaan uang, tetapi dengan hati dan pikiran terbuka memilih pemimpin yang benar-benar mampu memajukan Papua Selatan.
Inilah saatnya masyarakat berdiri teguh pada nilai-nilai demokrasi yang sehat, memilih pemimpin yang melayani, bukan pemimpin yang hanya ingin menguasai. Masa depan Papua Selatan ada di tangan rakyat, dan keputusan yang tepat akan membawa kemajuan yang nyata bagi generasi yang akan datang. (*)
Merauke, 23 September 2024
Agustinus Gereda