Daerah yang masih berkembang, seperti Papua Selatan, sangat rentan terhadap janji yang tidak dapat diwujudkan. Pemborosan sumber daya, peningkatan hutang, dan mangkraknya projek penting bisa terjadi, sehingga penting bagi pemilih untuk lebih cerdas dan kritis terhadap janji-janji politik yang tidak realistis.
Politik Uang: Ancaman bagi Demokrasi
Politik uang merupakan fenomena yang sulit dihindari dalam pemilihan lokal seperti Pilkada. Namun, praktik ini merusak integritas proses pemilihan dan mengancam masa depan demokrasi dengan menciptakan ketergantungan tidak sehat antara pemilih dan kandidat. Alih-alih memilih pemimpin berdasarkan kompetensi, pemilihan menjadi transaksi finansial.
Politik uang terjadi ketika kandidat atau timnya menawarkan uang atau barang untuk memengaruhi pilihan pemilih, terutama di wilayah dengan kondisi ekonomi sulit seperti Papua Selatan. Vedi Hadiz, dalam Reorganising Power in Indonesia (2004), menyatakan bahwa "kemiskinan dan ketergantungan ekonomi menjadi pintu masuk politik uang," mencerminkan ketimpangan sosial yang dimanfaatkan untuk membeli suara.
Dampak politik uang sangat merugikan keadilan demokrasi. Praktik ini merusak prinsip kesetaraan suara, dan mengalihkan pemilu dari seleksi pemimpin berdasarkan visi dan kapabilitas. Daniel Ziblatt, dalam How Democracies Die (2018), menyebut bahwa politik uang "menggerogoti demokrasi dari dalam" dan mengubah pemilu menjadi kompetisi finansial, serta merusak legitimasi pemimpin terpilih.
Selain itu, politik uang mengikis kepercayaan pemilih terhadap sistem demokrasi. Pemilih yang dihargai dengan uang kehilangan keyakinan bahwa pemilu dapat membawa perubahan positif, sehingga partisipasi dalam pemilu menurun dan siklus ketidakpercayaan semakin menguat.
Politik uang juga menciptakan ketergantungan jangka panjang. Pemilih yang menerima uang cenderung merasa berutang budi, berharap imbalan terus-menerus. Gereja Katolik (2004) menegaskan bahwa pemimpin harus bekerja untuk kepentingan umum, bukan pribadi. Korupsi, termasuk politik uang, merusak kesejahteraan umum dan martabat manusia.
Di wilayah yang rentan seperti Papua Selatan, praktik ini merusak kepercayaan publik terhadap pemilu, menciptakan iklim politik korup. Pemimpin terpilih melalui transaksi finansial merasa tak perlu bertanggung jawab, karena dukungan diperoleh bukan dari kepercayaan rakyat, melainkan dari uang.
Kepemimpinan Melayani vs. Kepemimpinan Menguasai
Kepemimpinan memiliki peran penting dalam kehidupan sosial, politik, dan ekonomi masyarakat. Tipe kepemimpinan menentukan apakah seorang pemimpin akan membawa perubahan positif atau justru merusak sistem.
Terdapat perbedaan mendasar antara kepemimpinan yang melayani rakyat dan kepemimpinan yang berambisi menguasai. Pemimpin yang melayani berfokus pada kesejahteraan rakyat, sementara pemimpin yang menguasai hanya mengejar kekuasaan pribadi.