Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Hobi membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

[Novel] Menapak Jejak di Kimaam, Episode 11-12

22 September 2024   06:10 Diperbarui: 22 September 2024   06:12 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Cover Novel Menapak Jejak di Kimaam (Dokumentasi Pribadi)

Episode 11: Perbincangan dengan Teman

Setelah menyerap segala keajaiban dan pertanyaan yang muncul di Pesta Adat Dambu, Josefa tidak bisa menahan keinginannya untuk berbagi pengalamannya dengan teman-temannya. Di antara riuhnya pesta, ia menemui Didimus, teman sekelasnya di SMA Yoanes XXIII di Merauke. Mereka duduk bersama di tepi sungai yang mengalir tenang di samping tempat pesta berlangsung.

"Didimus, kau tahu tidak? Ubi-ubi di sini besar sekali! Aku kagum dengan teknik pertanian tradisional di kampung Tabonji," kata Josefa dengan antusias.

Didimus, dengan senyum humorisnya, mendengarkan dengan seksama. "Oh ya? Ceritakan lebih lanjut, aku penasaran," ujarnya sambil mengangguk.

"Di sini, mereka menggunakan cara-cara tradisional yang diwariskan turun-temurun. Tidak ada alat-alat modern, tetapi hasilnya luar biasa. Aku jadi berpikir tentang perbedaan antara teknik pertanian tradisional dengan ilmu pertanian modern yang kita pelajari di sekolah," jelas Josefa.

Didimus tertarik mendengar cerita Josefa. "Menarik sekali, Josefa. Kadang kita terlalu terpesona dengan teknologi modern sehingga melupakan kekayaan yang ada di tradisi kita sendiri," katanya sambil menatap sungai yang mengalir tenang.

Josefa mengangguk setuju. "Tapi aku juga merasa bahwa dengan ilmu yang lebih maju, kita bisa membantu meningkatkan produksi tanaman tanpa merusak lingkungan seperti yang sering terjadi di tempat lain," tambahnya.

Didimus mengangguk lagi. "Itu benar. Mungkin kita bisa mencari cara untuk menggabungkan keduanya. Aku selalu berpikir bahwa kolaborasi antara pengetahuan tradisional dan inovasi modern bisa menciptakan sesuatu yang luar biasa," kata Didimus dengan penuh semangat.

"Iya, misalnya dengan teknologi ramah lingkungan yang tidak merusak ekosistem lokal," Josefa menambahkan, matanya berbinar-binar.

Percakapan mereka terus berlanjut, membahas potensi kolaborasi antara pengetahuan tradisional dan inovasi modern dalam pertanian. Didimus, yang selalu memiliki ketertarikan pada lingkungan alam, memberikan perspektifnya tentang pentingnya melestarikan ekosistem lokal sambil memperkenalkan teknologi yang ramah lingkungan.

"Josefa, aku semakin yakin bahwa kita bisa melakukan sesuatu yang besar di masa depan. Bayangkan jika kita bisa menggabungkan cara-cara tradisional dengan teknologi modern yang kita pelajari. Kita bisa membawa perubahan besar bagi komunitas kita di Papua," ujar Didimus penuh semangat.

"Benar, Didimus. Aku merasa lebih yakin dengan keputusan untuk mengejar ilmu pertanian di luar Kimaam. Kita bisa membangun jembatan antara dua dunia yang berbeda namun saling melengkapi ini," kata Josefa dengan tekad yang semakin kuat.

Perbincangan mereka tidak hanya menghangatkan hati Josefa tetapi juga memperkuat tekadnya untuk menjelajahi lebih jauh lagi. Ia menyadari bahwa perjalanan untuk mengubah cara pandang dan menerapkan perubahan tidak akan mudah, tetapi dengan dukungan dari teman-teman seperti Didimus, ia merasa memiliki kekuatan yang cukup untuk menghadapinya.

Saat malam menjelang, Josefa dan Didimus meninggalkan tepi sungai dengan hati penuh harapan dan keyakinan bahwa mereka berdua dapat berkontribusi dalam mewujudkan masa depan yang lebih baik bagi komunitas mereka di Papua.

Episode 12: Malam Pesta yang Meriah

Malam telah menjelang di Kampung Tabonji, dan semangat Pesta Adat Dambu semakin memuncak. Cahaya obor yang memancar di sepanjang tepi sungai menciptakan suasana yang magis, sementara suara nyanyian dan tarian tradisional Marind Anim menggema di udara.

"Josefa, lihat betapa indahnya cahaya obor di sepanjang sungai itu," kata Didimus sambil menunjuk ke arah sungai yang bercahaya.

Josefa mengangguk sambil tersenyum. "Iya, Didimus. Suasananya benar-benar magis, seperti membawa kita kembali ke masa lalu."

Mereka berdua berjalan bersama menuju pusat perayaan. Josefa merasakan kegembiraan dan kebanggaan yang mendalam menjadi bagian dari perayaan ini. Di antara keramaian, ia melihat wajah-wajah yang familiar dari tetangga dan saudara-saudaranya, semua berkumpul untuk merayakan kehidupan dan keberlimpahan hasil bumi yang dianugerahkan kepada mereka.

"Aku merasa seperti kembali ke rumah, melihat semua orang berkumpul dan merayakan bersama," kata Josefa sambil melambaikan tangan kepada tetangga-tetangganya.

"Iya, ini benar-benar menunjukkan kekuatan komunitas kita," tambah Didimus.

Josefa bergabung dengan keluarganya di tengah-tengah pesta, tersenyum lebar menyambut kehangatan dan kasih sayang yang mereka bagikan. Meskipun pikirannya penuh dengan pertanyaan dan keingintahuan tentang tanaman Dambu, Josefa merasa bersyukur telah dibesarkan di lingkungan yang kaya akan nilai-nilai budaya dan tradisi yang kuat.

"Tante, bagaimana cara menanam Dambu bisa begitu berhasil di sini?" tanya Josefa kepada bibinya yang sedang menari.

Bibinya berhenti sejenak dan menjawab, "Kami mengikuti cara nenek moyang kita, menjaga tanah dengan baik dan selalu memberi hormat kepada alam. Itu kuncinya."

Pada malam yang meriah ini, Josefa merasa semakin terhubung dengan akar-akar budayanya. Ia menyaksikan dengan penuh kagum bagaimana setiap gerakan tarian, setiap irama lagu, dan setiap cerita yang dibagikan oleh sesepuh kampung membawa makna mendalam tentang kehidupan mereka yang selalu bersatu dengan alam.

"Josefa, perhatikan gerakan tarian ini. Ini menceritakan tentang hubungan kita dengan alam," kata Didimus, menunjuk para penari yang bergerak harmonis dengan irama musik.

Di sampingnya, Didimus dan beberapa teman sekelasnya bergabung dalam kegembiraan ini. Mereka saling bertukar cerita dan pengalaman, menambah warna cerah dalam malam yang sudah indah ini.

"Didimus, apa yang paling kamu sukai dari pesta ini?" tanya salah satu teman mereka.

"Aku suka bagaimana semua orang begitu terhubung satu sama lain dan dengan alam. Ini sangat berbeda dari kehidupan sehari-hari kita di sekolah," jawab Didimus dengan mata berbinar.

Percakapan mereka tidak hanya sekadar hiburan tetapi juga memperdalam pemahaman Josefa tentang pentingnya menjaga warisan budaya mereka.

"Josefa, menurutmu bagaimana kita bisa melestarikan semua ini?" tanya Didimus tiba-tiba.

Josefa merenung sejenak sebelum menjawab, "Kita harus belajar dari mereka yang lebih tua dan mengajarkan kepada generasi berikutnya. Dan kita juga bisa memadukan dengan pengetahuan modern tanpa menghilangkan nilai-nilai tradisi."

Saat Pesta Adat Dambu memasuki puncaknya, Josefa merenungkan betapa pentingnya perayaan ini tidak hanya sebagai acara sosial, tetapi juga sebagai bentuk penghormatan terhadap alam dan pencapaian masyarakat dalam mempertahankan kehidupan mereka di tanah yang subur ini.

"Malam ini benar-benar membuka mataku tentang betapa pentingnya kita menjaga budaya dan alam kita," kata Josefa dengan suara penuh tekad.

Didimus mengangguk. "Benar, Josefa. Ini bukan hanya tentang masa lalu, tetapi juga tentang masa depan kita."

Malam berlangsung begitu meriah dan penuh makna bagi Josefa. Ia merasa diberkahi telah menjadi bagian dari momen bersejarah ini, yang akan terus membakar semangatnya untuk menggali lebih dalam tentang tanaman Dambu dan memahami lebih dalam peranannya dalam kehidupan dan budaya Marind Anim.

"Didimus, aku semakin yakin bahwa kita bisa melakukan banyak hal besar bersama untuk komunitas kita," kata Josefa sambil menatap bintang-bintang di langit malam.

"Kita pasti bisa, Josefa. Dengan semangat seperti ini, tidak ada yang tidak mungkin," jawab Didimus dengan penuh keyakinan.

(Bersambung)

Merauke, 22 September 2024

Agustinus Gereda

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun