Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Hobi membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

[Novel] Menapak Jejak di Kimaan: Episode 03-04

13 September 2024   06:05 Diperbarui: 13 September 2024   06:47 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Cover Novel Menapak Jejak di Kimaam (Dokumen pribadi)

"Josefa, lihatlah ubi-ubi ini. Besar sekali, bukan?" tanya adiknya, Mikael, sambil menunjuk ubi yang hampir seukuran kepalanya.

"Ya, Mikael. Aku belum pernah melihat ubi sebesar ini sebelumnya. Bagaimana mungkin mereka bisa tumbuh sebaik ini tanpa teknologi modern?" balas Josefa dengan tatapan kagum.

Josefa memandang ubi-ubi yang tumbuh dengan kokoh di ladang-ladang kecil di pinggir kampung. Beberapa ubi bahkan memiliki ukuran yang lebih besar dari biasanya, yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Ia bertanya-tanya dalam hati, bagaimana mungkin penduduk kampung mampu menghasilkan tanaman dengan kualitas yang begitu luar biasa tanpa bantuan teknologi modern.

Di antara keramaian Pesta Adat Dambu, Josefa mencoba mendekati beberapa orang tua di kampung yang dikenalnya sejak kecil. Mereka tersenyum ramah pada Josefa, menawarkan cerita dan pengetahuan mereka tentang tanaman Dambu yang menjadi kebanggaan kampung. Mereka menjelaskan bahwa rahasia keberhasilan tanaman ini terletak pada pengetahuan turun-temurun yang mereka terima dari nenek moyang mereka.

"Josefa, sudah lama tidak melihatmu. Apa yang membuatmu tertarik dengan tanaman ubi ini?" tanya Mbah Yosef sambil tersenyum.

"Selamat sore, Mbah. Aku sangat penasaran bagaimana bisa ubi-ubi ini tumbuh begitu subur tanpa teknologi modern. Apa rahasianya, Mbah?" jawab Josefa dengan antusias.

Salah seorang sesepuh, Mbah Yosef, bercerita panjang lebar kepada Josefa tentang tradisi dan teknik yang mereka gunakan dalam bercocok tanam. Mereka tidak hanya mengandalkan pupuk alami dari sisa-sisa tumbuhan dan kotoran hewan, tetapi juga memahami secara mendalam siklus alam dan kebutuhan tanaman. Mereka menjaga kesuburan tanah dengan cara-cara yang sudah diwariskan dari generasi ke generasi, tanpa pernah mengabaikan keberadaan dan kekuatan alam.

"Rahasia kami, Josefa, terletak pada harmoni dengan alam. Kami memperhatikan siklus bulan, musim hujan, dan kemarau. Setiap tanaman memiliki waktunya sendiri untuk tumbuh subur," jelas Mbah Yosef sambil menunjukkan ladang ubi yang rimbun.

Josefa mendengarkan dengan penuh antusiasme, mencatat setiap kata yang diucapkan oleh Mbah Yosef dan para sesepuh lainnya. Ia semakin yakin bahwa keberhasilan pertanian tidak selalu bergantung pada teknologi modern. Ada kearifan lokal yang belum sepenuhnya dimengerti oleh ilmu pengetahuan konvensional, tetapi memiliki dampak yang luar biasa bagi kehidupan masyarakat kampung.

"Mbah, apakah semua ini diajarkan dari generasi ke generasi?" tanya Josefa lagi.

"Benar sekali, Josefa. Pengetahuan ini adalah warisan berharga dari leluhur kami. Mereka telah mencoba dan menguji metode ini selama bertahun-tahun, dan kami hanya melanjutkan tradisi itu," jawab Mbah Yosef sambil tersenyum bijak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun