Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan

Membaca dan menulis, kesukaanku. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Dilema Penyelamatan Mahasiswa yang Melewati Batas Waktu Studi, Kualitas Dipertaruhkan

30 Agustus 2024   06:05 Diperbarui: 30 Agustus 2024   18:45 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para calon mahasiswa mengikuti ujian Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) 2017 di Kampus Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Selasa (16/5/2017). (KOMPAS/WAWAN H PRABOWO)

Fenomena penyelamatan mahasiswa yang seharusnya dropout di perguruan tinggi menjadi perhatian, sehingga mahasiswa yang melewati batas waktu studi sering diselamatkan melalui tindakan cepat. Meskipun tujuan kebijakan ini adalah membantu mahasiswa menyelesaikan studi, hal ini dapat mengorbankan kualitas akademis. Latar belakangnya terkait dengan keinginan perguruan tinggi untuk menjaga angka kelulusan dan reputasi, serta memberikan "kesempatan kedua" kepada mahasiswa. Namun, hal ini menciptakan dilema bagi dosen yang harus mempertahankan integritas akademis.

Motivasi dan Alasan di Balik Kebijakan

Kebijakan penyelamatan mahasiswa, yang seharusnya dropout, diterapkan oleh perguruan tinggi untuk menjaga citra dan reputasi institusi. Perguruan tinggi bertanggung jawab memastikan mahasiswa dapat menyelesaikan studi dengan baik, karena angka kelulusan yang rendah bisa mencerminkan buruknya kualitas pengajaran atau manajemen. Beberapa perguruan tinggi memilih membantu mahasiswa bermasalah agar tetap lulus, meski ini kadang mengorbankan standar akademis.

Selain itu, perguruan tinggi memiliki peran penting dalam menjaga reputasi akademis dan angka kelulusan mahasiswa. Lulusan yang berhasil dengan baik tidak hanya meningkatkan citra institusi di mata masyarakat, tetapi juga menarik calon mahasiswa baru dan meningkatkan daya saing perguruan tinggi di tingkat nasional maupun internasional. 

Kebijakan penyelamatan mahasiswa yang telah melewati batas waktu studi dilihat sebagai upaya strategis untuk mempertahankan angka kelulusan yang tinggi. Dengan demikian, perguruan tinggi dapat terus berfungsi sebagai lembaga yang menghasilkan lulusan-lulusan berkualitas, meskipun berisiko mengorbankan kualitas akademis individu mahasiswa.

Pengaruh eksternal, seperti tekanan dari badan akreditasi dan masyarakat, mendorong perguruan tinggi untuk memastikan sebanyak mungkin mahasiswa lulus tepat waktu. Akreditasi dan pengakuan eksternal menjadi tolok ukur keberhasilan, sehingga kebijakan yang mendukung kelulusan mahasiswa, meski kadang meragukan kualitasnya, tetap diambil demi memenuhi standar tersebut.

Konsekuensi Kebijakan Terhadap Kualitas Akademis

Kebijakan penyelamatan mahasiswa yang seharusnya dropout berdampak negatif terhadap kualitas akademis, terutama dalam mutu tugas akhir atau skripsi. Ketika mahasiswa dipaksa menyelesaikan tugas mereka dalam waktu singkat, proses yang seharusnya memerlukan pemikiran mendalam hanya menjadi formalitas untuk kelulusan. Hasilnya, skripsi yang dihasilkan cenderung dangkal, kurang analitis, dan tidak memberikan kontribusi baru terhadap ilmu pengetahuan, yang pada akhirnya menurunkan standar mutu pendidikan di perguruan tinggi.

Dosen pun mengalami dilema karena terpaksa menyetujui skripsi yang tidak memenuhi standar akademis. Kebijakan institusi yang menekankan kelulusan cepat membuat dosen harus mengorbankan integritas akademis mereka. Hal ini menimbulkan rasa kecewa dan beban moral bagi dosen, karena mereka merasa bertanggung jawab memastikan lulusan kompeten, meskipun tahu bahwa pengetahuan dan keterampilan lulusan tersebut mungkin tidak memadai.

Dampak jangka panjang dari kebijakan ini serius, baik bagi lulusan maupun reputasi perguruan tinggi. Lulusan mungkin akan kesulitan bersaing di dunia kerja karena kurangnya kompetensi. Reputasi perguruan tinggi juga bisa rusak, yang dapat mengurangi minat calon mahasiswa dan kepercayaan publik, serta berpotensi menyebabkan penurunan akreditasi dan kerugian finansial bagi institusi.

Dilema Moral dan Profesional Dosen

Kebijakan penyelamatan mahasiswa yang seharusnya dropout menempatkan dosen dalam posisi sulit dengan menghadapkan mereka pada dilema moral dan profesional. Dosen, sebagai penjaga integritas akademis, dituntut untuk menjaga standar mutu pendidikan dan memastikan bahwa mahasiswa yang lulus benar-benar memenuhi kriteria akademis. Namun, kebijakan institusi sering memaksa mereka meluluskan mahasiswa yang belum layak, sehingga menciptakan konflik antara tanggung jawab akademis dan kepatuhan terhadap pimpinan perguruan tinggi.

Dilema ini timbul dari kontradiksi antara tanggung jawab moral dosen untuk menjaga kualitas pendidikan dengan tuntutan institusi yang mengutamakan angka kelulusan. Di satu sisi, dosen bertanggung jawab memastikan mahasiswa mereka siap menghadapi dunia nyata, sementara di sisi lain mereka terikat pada kebijakan yang mungkin menurunkan standar akademis. Hal ini memberikan tekanan besar pada dosen, yang harus memilih antara mempertahankan integritas atau mengikuti perintah institusi. Bagi banyak dosen, integritas akademik adalah prinsip dasar yang mendasari seluruh praktik pendidikan. Mereka percaya bahwa gelar akademis harus mencerminkan kemampuan yang sesungguhnya, bukan sekadar simbol kelulusan. 

Ketika kebijakan institusi mengharuskan mereka menurunkan standar atau meluluskan pekerjaan yang tidak memadai, kepercayaan pada sistem pendidikan dan nilai gelar akademis itu sendiri bisa terkikis. Akibatnya, hal ini dapat merusak reputasi dan kredibilitas perguruan tinggi dalam jangka panjang, baik di mata publik maupun dunia kerja.

Analisis Kualitas Perguruan Tinggi dalam Konteks Kebijakan

Kebijakan penyelamatan mahasiswa dropout berdampak negatif pada persepsi umum terhadap kualitas pendidikan di perguruan tinggi. Ketika kebijakan ini diterapkan, masyarakat mulai meragukan kredibilitas institusi tersebut karena kemudahan kelulusan tanpa memperhatikan kualitas akademis. Akibatnya, calon mahasiswa yang cerdas mungkin memilih perguruan tinggi lain yang lebih ketat dalam menjaga standar akademis, mengurangi minat terhadap institusi yang dianggap menurunkan kualitas pendidikannya.

Kualitas akademis yang tinggi sangat penting bagi reputasi jangka panjang perguruan tinggi. Institusi yang konsisten menjaga mutu akademis akan membangun citra sebagai tempat pendidikan yang kredibel dan menarik mahasiswa berkualitas, serta mendapatkan pengakuan dari lembaga akreditasi dan dunia industri. Komitmen terhadap kualitas juga membuka peluang kerja sama dengan institusi lain dan mencetak lulusan yang kompetitif di pasar global.

Sebaliknya, jika kebijakan yang mengorbankan kualitas akademis terus berlanjut, tujuan perguruan tinggi untuk menjadi pusat keunggulan intelektual dan penelitian dapat terancam. Perguruan tinggi tersebut mungkin mengalami penurunan akreditasi, kesulitan merekrut dosen dan peneliti yang kompeten, serta kehilangan daya tarik di mata calon mahasiswa dan sponsor, yang pada akhirnya membahayakan keberlanjutan dan perkembangan institusi tersebut.

Solusi Strategis

Dalam menghadapi dilema antara menjaga kualitas akademis dan membantu mahasiswa yang kesulitan menyelesaikan studi tepat waktu, perguruan tinggi dapat menerapkan kebijakan perpanjangan waktu studi secara selektif. Kebijakan ini harus didasarkan pada evaluasi menyeluruh terhadap situasi mahasiswa, terutama jika mereka mengalami hambatan yang sah seperti masalah kesehatan atau kendala pribadi. Perpanjangan waktu dapat diberikan dengan syarat adanya pendampingan intensif, sehingga mahasiswa tetap memiliki kesempatan lulus tanpa menurunkan standar akademis.

Peran dosen dan pimpinan perguruan tinggi sangat penting dalam menjaga keseimbangan antara membantu mahasiswa dan menjaga kualitas akademis. Dosen perlu diberi keleluasaan untuk menerapkan standar yang tinggi dalam proses bimbingan dan penilaian tugas akhir. Pimpinan perguruan tinggi juga harus memastikan bahwa kebijakan institusi tidak hanya berfokus pada angka kelulusan, tetapi juga pada kualitas kelulusan itu sendiri, sambil memberikan dukungan penuh kepada dosen untuk menegakkan integritas akademik.

Salah satu cara mencegah mahasiswa terpaksa menyelesaikan tugas akhir dalam waktu singkat dengan hasil yang tidak memadai adalah memperkuat sistem bimbingan dan monitoring sejak awal masa studi. Perguruan tinggi bisa menerapkan sistem peringatan dini (early warning system) untuk mendeteksi mahasiswa yang mengalami kesulitan akademis, sehingga intervensi cepat seperti bimbingan tambahan atau program remedial bisa dilakukan untuk membantu mahasiswa mengatasi masalah mereka sebelum mencapai batas waktu studi.

Selain itu, peningkatan kualitas bimbingan akademis sangatlah penting. Dosen perlu dilatih untuk memberikan arahan yang lebih efektif, dengan fokus pada pengembangan kemampuan riset dan penulisan mahasiswa. Mereka juga harus dibekali dengan sumber daya memadai, seperti akses ke literatur terbaru dan pelatihan metode bimbingan, agar dapat memberikan dukungan yang optimal bagi setiap mahasiswa bimbingan mereka.

Uraian di atas menunjukkan bahwa kebijakan penyelamatan mahasiswa yang melewati batas waktu studi menghadirkan dilema bagi perguruan tinggi. Terdapat upaya untuk membantu mahasiswa yang kesulitan, tetapi harus mempertahankan kualitas akademis dan integritas pendidikan. Kebijakan yang terlalu lunak dapat merusak reputasi perguruan tinggi, sedangkan yang terlalu ketat dapat mengabaikan kebutuhan mahasiswa. Penting untuk menemukan keseimbangan antara dukungan dan standar akademis tinggi melalui kebijakan selektif, peran dosen yang sinergis, serta sistem bimbingan yang baik. Integritas akademik harus menjadi prioritas untuk menghasilkan lulusan yang kompeten dan siap menghadapi tantangan. (*)

Merauke, 30 Agustus 2024

Agustinus Gereda

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun