Pada tanggal 22 Agustus 2024, sebuah peristiwa bersejarah berlangsung di Ende, Flores: Pastor Paulus Budi Kleden SVD ditahbiskan sebagai Uskup Agung baru. Peristiwa ini tidak hanya menjadi momen penting bagi komunitas Gereja Katolik Regio Nusa Tenggara, tetapi juga menarik perhatian Gereja Katolik di seluruh Indonesia dan dunia. Kehadiran hampir semua uskup dari Indonesia serta para uskup dari berbagai negara, seperti Jepang, Australia, Chile, dan Papua New Guinea, menandai betapa signifikan peristiwa ini dalam konteks yang lebih luas.
Tahbisan ini bukan sekadar seremonial lokal; ia mencerminkan sebuah tradisi yang kaya dalam Gereja Katolik: kolegialitas dan kesatuan menjadi pondasi utama. Para uskup yang datang dari berbagai belahan dunia, tidak hanya memberikan dukungan moral dan spiritual kepada Uskup Agung yang baru, tetapi juga menunjukkan solidaritas dan kesatuan yang melampaui batas geografis dan budaya. Ini adalah bukti nyata dari universalitas Gereja Katolik, yang bersatu dalam iman, kasih, dan misi yang sama, terlepas dari perbedaan latar belakang.
Melalui kehadiran mereka, para uskup ini memperlihatkan bahwa Gereja Katolik adalah sebuah tubuh yang satu, yaitu setiap bagiannya bekerja sama demi kebaikan bersama. Kolegialitas para uskup ini menggarisbawahi pentingnya kerja sama dalam memimpin umat dan menjaga kesatuan Gereja, baik di tingkat lokal maupun global. Inilah esensi dari tahbisan Mgr. Paulus Budi Kleden yang lebih dalam, bukan hanya sebagai peristiwa sakral, tetapi juga sebagai manifestasi konkret dari kesatuan dan kolegialitas yang menjadi jantung Gereja Katolik universal.
Kesatuan Gereja Katolik: Konsep dan Realitas
Definisi: Kesatuan dalam Gereja Katolik adalah salah satu dari empat tanda Gereja yang diakui dalam Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel: satu, kudus, katolik, dan apostolik. Kesatuan ini, yang mencerminkan panggilan ilahi, menjadikan Gereja sebagai tubuh Kristus di dunia. Lumen Gentium (1964:13) menegaskan bahwa Gereja yang satu dan satu-satunya didirikan oleh Kristus dan dihimpun oleh Roh Kudus. Kesatuan ini mencakup dua aspek: spiritual dan struktural.
Secara spiritual, kesatuan Gereja berakar pada iman yang sama, diajarkan oleh Kristus, diwartakan oleh para Rasul, dan diteruskan melalui tradisi apostolik. Sakramen, terutama Ekaristi, menjadi sumber dan puncak kesatuan ini. St. Paulus menulis, "Berusahalah memelihara kesatuan Roh dalam ikatan damai sejahtera: satu tubuh dan satu Roh ..." (Ef 4:3-4).
Secara struktural, kesatuan tercermin dalam kepemimpinan hirarkis Gereja, dari Paus hingga uskup, imam, dan diakon. Ikatan ini menghubungkan komunitas-komunitas lokal di seluruh dunia, menjadikan Gereja Katolik universal. Teolog Karl Rahner (1963), dalam The Church and the Sacraments, menyatakan bahwa lintasan spiritual Gereja membutuhkan manifestasi lahiriah dalam kesatuan struktural.
Peran Uskup dalam memelihara kesatuan: Peran uskup sangat penting dalam memelihara kesatuan, baik di tingkat lokal maupun universal. Sebagai penerus para Rasul, mereka menjaga ajaran iman, memimpin umat dalam ibadat, dan memelihara persaudaraan di antara anggota Gereja.
Katekismus Gereja Katolik (KGK, 1992:887) menyebutkan bahwa uskup-uskup sebagai gembala umat, dalam kebersamaan dengan Paus, adalah saksi dan pelindung kesatuan Gereja. Uskup bekerja dalam kolegialitas dengan Paus dan sesama uskup untuk menjaga kesatuan iman di seluruh dunia. Konsili Vatikan II, dalam Christus Dominus (1965:4), menekankan bahwa para uskup harus bertindak sebagai satu tubuh demi kesatuan seluruh Gereja.
Kolegialitas Para Uskup
Makna kolegialitas: Kolegialitas dalam Gereja Katolik merujuk pada kerja sama erat antara para uskup yang, sebagai kolektif, memimpin Gereja universal. Meski setiap uskup memiliki otoritas penuh di keuskupannya, mereka bekerja dalam kesatuan dengan Paus dan sesama uskup untuk menjaga persatuan Gereja. Lumen Gentium (LG 1964:22) menegaskan bahwa tubuh para Uskup, bersama Paus sebagai kepala, memiliki kekuasaan tertinggi atas seluruh Gereja.