Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan

Membaca dan menulis, kesukaanku. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Senyuman Mengubur Luka

25 Agustus 2024   06:05 Diperbarui: 25 Agustus 2024   12:38 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maria menatap ke dalam mata sahabatnya, dan untuk pertama kalinya, dia merasakan air mata yang telah lama ditahan akhirnya mengalir. Dia menangis, bukan hanya untuk Primus, tetapi juga untuk dirinya sendiri---untuk semua rasa sakit yang dia pendam selama ini, untuk semua ketakutan yang dia sembunyikan di balik senyuman yang dia kenakan setiap hari.

"Diana, aku takut," bisik Maria di tengah tangisnya. "Aku takut jika aku membuka semuanya, aku akan hancur."

Diana menggelengkan kepalanya, "Tidak, Maria. Kau tidak akan hancur. Kau akan sembuh. Luka itu akan selalu ada, tetapi kau akan menjadi lebih kuat. Dan yang terpenting, kau tidak akan menghadapi semuanya sendirian."

Malam itu, di bawah langit yang bertabur bintang, Maria menceritakan semuanya kepada Diana. Masa kecilnya penuh dengan kekerasan. Ayahnya sering pulang dalam keadaan mabuk dan melampiaskan amarahnya pada ibu dan dirinya. Malam-malam panjang ketika dia bersembunyi di balik lemari, menutup telinganya agar tidak mendengar suara jeritan ibunya, tetapi suara itu selalu menembus ke dalam hatinya.

Diana mendengarkan dengan penuh perhatian, tidak memotong, tidak menghakimi. Dia hanya ada di sana, memberikan kehangatan dan dukungan yang Maria butuhkan.

"Aku selalu berpikir bahwa jika aku tetap tersenyum, semua itu akan hilang," kata Maria setelah selesai bercerita. "Aku berpikir bahwa jika aku bisa membuat orang lain bahagia, aku akan bahagia juga. Tapi kenyataannya, senyuman itu hanya menutupi luka yang tak pernah sembuh."

Diana memeluk Maria erat-erat, "Senyumanmu adalah kekuatanmu, Maria. Tapi sekarang kau tahu bahwa kau tidak perlu bersembunyi di baliknya. Kau bisa berbicara, kau bisa menangis, dan kau bisa sembuh.

Maria mengangguk pelan. Dia tahu bahwa Diana benar. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, dia merasa bahwa beban yang dia pikul sedikit lebih ringan. Dia tahu bahwa perjalanan ini belum selesai, tetapi dia tidak akan lagi berjalan sendirian.

Hari-hari berlalu, dan Maria mulai lebih terbuka. Dia terus menemani Primus, memastikan bahwa anak itu tahu bahwa ada seseorang yang peduli padanya. Perlahan-lahan, Primus mulai mempercayai Maria. Dia menceritakan ayahnya yang sering marah tanpa alasan, ibu yang hanya bisa menangis, dan ketakutannya setiap kali mendengar suara langkah kaki ayahnya di malam hari.

Maria merasakan sakit yang begitu dalam mendengar cerita Primus, tetapi dia tetap berada di sisinya, memberikan dukungan dan cinta yang tidak pernah dia dapatkan di masa kecilnya. Dia tahu bahwa dengan berada di sana untuk Primus, dia juga sedang menyembuhkan dirinya sendiri.

Ketika Maria melihat Primus mulai tersenyum kembali, dia merasa ada harapan baru yang tumbuh di dalam hatinya. Senyuman Primus adalah bukti bahwa cinta dan perhatian bisa menyembuhkan luka yang paling dalam sekalipun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun