Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan

Pencinta membaca dan menulis, dengan karya narasi, cerpen, esai, dan artikel yang telah dimuat di berbagai media. Tertarik pada filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Berpegang pada moto: “Bukan banyaknya, melainkan mutunya,” selalu mengutamakan pemikiran kritis, kreatif, dan solusi inspiratif dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

"Antar Dulang" dalam Masyarakat Lamaholot, Ekspresi Solidaritas atau Pemborosan?

5 Agustus 2024   06:10 Diperbarui: 5 Agustus 2024   14:27 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI | KOMPAS/KORNELIS KEWA AMA


Dalam masyarakat Lamaholot, yang mencakup wilayah Flores Timur, Adonara, Solor, Lembata, dan Alor, tradisi "antar dulang" merupakan bagian integral dari kehidupan sosial dan budaya. Kebiasaan serupa juga ditemukan pada berbagai masyarakat lain di Indonesia.

Tradisi ini melibatkan pengantaran sejumlah makanan dan barang oleh keluarga dan kerabat kepada pihak yang mengadakan pesta, khususnya pernikahan.

Sebagai simbol solidaritas dan kekeluargaan, "antar dulang" menunjukkan kekuatan ikatan sosial yang mengakar kuat dalam budaya Lamaholot. Meskipun masyarakatnya yang merantau jauh dari tanah asalnya tetap melestarikan tradisi ini, menghadapi tantangan-tantangan baru di tengah dinamika ekonomi dan sosial.

Di satu sisi, "antar dulang" memperkuat solidaritas dan kebersamaan, menjadi sarana untuk menunjukkan dukungan dan kepedulian di antara anggota komunitas. Nilai-nilai ini esensial dalam mempertahankan kohesi sosial, dan memastikan bahwa setiap individu merasa menjadi bagian dari masyarakat yang lebih besar.

Namun, di sisi lain, tradisi ini juga menimbulkan sejumlah tantangan. Bagi beberapa keluarga, "antar dulang" dapat menjadi beban ekonomi yang berat. Mereka yang berada dalam kondisi ekonomi yang kurang mungkin merasa tertekan berpartisipasi meskipun sumber daya terbatas, khawatir dianggap tidak solider atau kehilangan muka di mata komunitas. 

Selain itu, tradisi ini juga dapat menimbulkan pemborosan, karena makanan dan barang yang disediakan melebihi kebutuhan dan berakhir mubazir. Aspek gengsi juga memainkan peran, sehingga tekanan sosial mendorong masyarakat untuk memberikan yang terbaik, meskipun hal ini dapat menambah beban ekonomi.

Artikel ini berusaha mengeksplorasi dinamika antara solidaritas dan pemborosan dalam tradisi "antar dulang" masyarakat Lamaholot, serta mencari solusi agar tetap relevan dan berkelanjutan tanpa mengorbankan nilai-nilai positif yang dikandungnya.

Nilai Positif Tradisi

Tradisi "antar dulang" dalam masyarakat Lamaholot adalah bagian penting dari ritual sosial yang terjadi pada acara-acara penting, terutama dalam konteks pernikahan. 

"Dulang" merujuk pada wadah tempat membawa berbagai macam persembahan berupa makanan dan barang yang diserahkan kepada keluarga yang menyelenggarakan acara.

Menurut Moriarty (2012), dalam buku Cultural Traditions of Eastern Indonesia, "antar dulang" merupakan simbol kuat dari ikatan sosial yang menegaskan hubungan timbal balik antara individu dan komunitasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun