Meskipun begitu, tekad Fatima dan Marinus tidak goyah. Mereka terus berjuang untuk bangkit dari kesulitan. Doa dan kerja keras mereka akhirnya membuahkan hasil. Marinus mendapat pekerjaan yang bagus dan bisa mencukupi kebutuhan keluarganya. Mereka pun bisa membantu Pak Darius dan Bu Lola, meski hubungan mereka masih dingin.
Di rumah baru mereka, Fatima dan Marinus duduk di ruang tamu yang sederhana namun nyaman. Gaudens bermain dengan mainannya di sudut ruangan.
"Kita sudah melalui banyak hal, Fatima. Aku sangat bangga," ujar Marinus, memegang tangan istrinya.
Fatima tersenyum, "Ya, kita berhasil melewati semua ini. Tapi, kita harus tetap rendah hati dan tidak puas dengan apa yang ada. Kita harus terus berjuang."
"Dan yang paling penting, kita harus tetap menjaga hubungan dengan keluarga. Mereka mungkin tidak selalu memahami kita, tapi kita harus tetap berusaha," tambah Marinus.
Hari itu, mereka memutuskan untuk mengundang keluarga besar Pak Darius dan Bu Lola ke rumah mereka. Sebuah langkah untuk memperbaiki hubungan yang renggang. Dengan persiapan sederhana namun penuh cinta, Fatima dan Marinus menyambut kedatangan keluarga besar.
Pak Darius dan Bu Lola duduk di sofa, terlihat canggung. Fatima membawa teh dan kue-kue kecil, tersenyum hangat. "Silakan, Bapa, Mama. Ini untuk kalian."
Bu Lola menatap Fatima, matanya penuh air mata. "Terima kasih, Fatima. Maafkan kami jika kami pernah menyakiti hati kalian."
Fatima duduk di samping Bu Lola, memegang tangannya. "Tidak apa-apa, Mama. Kami juga minta maaf jika keputusan kami dulu membuat kalian terluka."
Pak Darius mengangguk pelan, "Kalian telah membuktikan bahwa kalian bisa mandiri. Kami bangga pada kalian."
Saat percakapan itu berlangsung, terdengar suara langkah kaki di depan pintu. Marinus bergegas membuka pintu dan mendapati bapa dan mama Fatima, Pak Anton dan Bu Maria, berdiri di ambang pintu dengan senyum lebar.