Berikut, beberapa faktor internal yang menyebabkan rendahnya partisipasi orang tua Katolik dalam kegiatan gereja.
Kesibukan modern: pekerjaan, keluarga, dan tuntutan hidup lainnya. Kehidupan yang penuh dengan tuntutan pekerjaan, tanggung jawab keluarga, dan kegiatan sosial sering membuat orang tua merasa sulit untuk meluangkan waktu bagi kegiatan keagamaan. Paus Fransiskus dalam Laudato Si' (2015) menyatakan, "Kesibukan dan tuntutan kehidupan modern sering menjauhkan kita dari hal-hal yang benar-benar penting, termasuk kehidupan rohani kita." Ketika orang tua terjebak dalam rutinitas yang padat, waktu untuk berdoa bersama, menghadiri misa, atau mengikuti kegiatan gereja menjadi terbatas.
Kurangnya pemahaman tentang pentingnya iman. Banyak orang tua mungkin merasa bahwa pendidikan agama bukanlah prioritas utama, atau anak-anak mereka dapat belajar tentang iman di sekolah atau tempat lain. Paus Benediktus XVI (2005) menekankan bahwa pendidikan iman harus menjadi prioritas utama dalam keluarga, karena di sinilah dasar-dasar moral dan spiritual anak-anak dibangun. Tanpa pemahaman yang mendalam tentang pentingnya iman, partisipasi dalam kegiatan gereja sering diabaikan.
Pengalaman negatif dengan Gereja. Insiden seperti ketidaksetujuan dengan ajaran Gereja, konflik dengan pemimpin Gereja, atau skandal yang melibatkan Gereja dapat membuat orang tua merasa kecewa dan menjauh dari komunitas Gereja. Robert Wuthnow (2007), dalam After the Baby Boomers, mencatat bahwa banyak orang dewasa muda yang pernah mengalami kekecewaan dengan institusi keagamaan merasa sulit untuk kembali berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan setelah mereka berkeluarga.
Perubahan dalam praktik keagamaan keluarga. Banyak keluarga modern mungkin tidak lagi mempraktikkan tradisi keagamaan yang kuat seperti generasi sebelumnya. Perubahan dalam gaya hidup dan nilai-nilai budaya juga memainkan peran penting. Charles Taylor (2007), dalam A Secular Age, mengamati bahwa perubahan dalam nilai-nilai budaya dan masyarakat yang semakin sekuler telah memengaruhi cara keluarga memandang dan menjalankan agama mereka.
Selain itu, faktor-faktor eksternal yang menyebabkan rendahnya partisipasi orang tua terhadap kegiatan Gereja.
Perubahan sosial dan budaya: sekularisme dan individualisme. Hal ini memiliki dampak signifikan terhadap partisipasi orang tua Katolik dalam kegiatan Gereja. Sekularisme, yang menekankan pemisahan antara kehidupan beragama dan kehidupan publik, telah membuat banyak orang merasa bahwa iman dan praktik keagamaan adalah urusan pribadi yang tidak relevan dalam konteks sosial yang lebih luas.
Paus Fransiskus dalam Evangelii Gaudium (2013) menyatakan, "Salah satu tantangan terbesar bagi iman kita di zaman modern ini adalah sekularisme yang berusaha menghilangkan dimensi religius dari kehidupan publik." Selain itu, individualisme mendorong pandangan bahwa kebahagiaan dan keberhasilan pribadi lebih penting daripada komitmen terhadap komunitas atau lembaga keagamaan.
Kurangnya dukungan dari lingkungan sekitar. Ketika komunitas sekitar tidak aktif dalam kehidupan Gereja atau tidak memberikan dorongan kepada anggotanya untuk terlibat dalam kegiatan keagamaan, orang tua dapat merasa terisolasi dan kurang termotivasi untuk berpartisipasi. Paus Yohanes Paulus II dalam Christifideles Laici (1988) menekankan bahwa Gereja membutuhkan komunitas yang hidup dan dinamis yang dapat mendukung anggotanya dalam perjalanan iman mereka.
Perubahan dalam struktur dan program Gereja. Gereja yang tidak lagi menawarkan program yang relevan atau menarik bagi keluarga muda mungkin melihat penurunan partisipasi. Hal ini termasuk kurangnya program untuk anak-anak, remaja, atau keluarga, serta kurangnya fleksibilitas dalam jadwal misa dan kegiatan Gereja lainnya.
Paus Fransiskus (2016) menekankan pentingnya adaptasi program Gereja untuk memenuhi kebutuhan keluarga modern. Gereja harus terus-menerus memperbarui dan menyesuaikan program-programnya agar dapat menjawab kebutuhan dan tantangan yang dihadapi oleh keluarga-keluarga saat ini.