Mohon tunggu...
Agustinia Sagala
Agustinia Sagala Mohon Tunggu... -

>>The pessimist sees difficulty in every opportunity, but the optimist sees opportunity in every difficulty, s0 U must be optimist\r\n\r\n\r\n>>Make a wish, take a chance, make a change, n breakaway. .\r\n\r\n\r\n>>Perfect couldn't keep our love alive. . .

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Keberadaan Citizen Journalism dan E-Commerce bentuk dari Kebebasan Berpendapat di Media Sebagai Wujud Dari Demokrasi

28 Desember 2012   01:15 Diperbarui: 4 April 2017   18:20 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemajuan dalam bidang teknologi dan informasi sangat pesat seiring berkembangnya zaman, ini dibuktikan dengan adanya media online yang berasal dari masyarakat umum yang disebut Citizen Journalism. Media ini adalah bentuk dari penerapan kebebasan dalam berpendapat yang dilakukan oleh publik sebagai wujud demokrasi yang selalu digadang-gadang. Citizen journalism merupakan aktivitas pencarian, pemrosesan, sampai pada penyajian berita yang semuanya dilakukan oleh warga nonprofesional. Berita yang dibuat merupakan hasil pencarian, pemrosesan, dan penyajian yang dilakukan oleh warga. Berita tersebut tidak dipublikasikan melalui media massa resmi melainkan melalui situs blog warga yang bersangkutan atau situs-situs khusus citizen journalism.

Dalam citizens journalism, siapa pun bebas memberitakan sesuatu apa yang ingin dia publikasikan. Siapa saja berhak menginformasikan berita dalam citizens journalism. Di sinilah letak kelemahan citizens journalism. Dikarenakan siapa saja bebas membuat berita, maka isi berita yang disampaikan dalam citizen journalism kurang dapat dipertanggungjawabkan. Tidak ada yang bertanggung jawab dalam pemberitaan melalui citizens journalism. Berbeda dengan jurnalisme profesional yang terikat dengan kode etik, dalam citizen journalism tidak ada aturan kaku.

Hal inilah yang bersinggungan dengan sesuatu yang disebut etika pers. Dalam etika pers, pemberitaan sesuatu harus dapat dipertanggung jawabkan. Adapun dalam citizen journalism pertanggung jawaban ini tidak jelas keberadaannya. Kalaupun dibentuk sebuah etika khusus bagi citizens journalism, dikhawatirkan dapat menggangu kebebasan warga dalam citizen journalism. Adapun keberadaan citizen journalism ini digadang-gadang sebagai bentuk demokrasi. Jadi, jika nanti ada etika tertentu dalam citizen journalism dikhawatirkan dapat menyerobot asa demokrasi yang berusaha ditegakkan.

Dapat dikatakan pertanggungjawaban citizen journalism masih kabur. Sejauh ini tampaknya kita hanya bisa berharap demokrasi dalam citizen journalism ini tidak dipersalahgunakan. Siapa pun yang membuat berita dalam citizen journalism harus bisa mempertanggung jawabkan sendiri isi beritanya. Selain itu dituntut kesadaran warga untuk membuat berita yang akurat dalam citizens journalism dan tidak bertentangan dengan etika pers.

Perkembangan Citizen Journalism atau jurnalisme warga sering mendapat perhatian lebih dari pengakses media online, sebagai bentuk partisipasinya terhadap perkembangan berita baru, jurnalisme warga saat ini sudah memiliki ruang khusus dalam kegiatannya, ditambah banyaknya masyarakat yang haus akan informasi aktual sehingga jurnalisme warga dapat mencuri perhatian mereka untuk mendapatkan informasi terkini.
Memang tidak dapat dipungkiri kecepatan jurnalisme warga dalam menyampaikan informasi tidak bisa ditandingi oleh media massa resmi. Faktor yang mempengaruhi adalah kemajuan didunia cyber dan keberadaaan jurnalis profesional pada saat kejadian berlangsung, suatu kejadian datang tiba-tiba dan sangat kecil kemungkinan jurnalis profesional bisa langsung datang beberapa menit setelah kejadian itu berlangsung. Maka, secara tidak langsung masyarakat dan wartawan profesional membutuhkan peran jurnalisme warga pada saat itu untuk melaporkan kejadian terkini. Faktor inilah yang menyebabkan semakin bertambahnya citizen journalism di setiap negara.
Di Indonesia sendiri jurnalisme warga mulai marak terjadi pada 2004 lalu, ketika video amatir dari Cut Putri beredar luas di media elektronik. Ia yang berhasil merekam detik-detik sebelum terjadinya Tsumani Aceh lima tahun silam, dan ketika air bah itu mulai menghantam apa saja yang ada disekilingnya. Kemudian setelah video dari Cut Putri ini muncul video-video lainnya yang berasal dari warga yang dikirim ke media massa resmi, seperti Video Gempa Padang, Longsornya tanah di Bukit tinggi, atau Video sesaat setelah kejadian Bom Marriot-Ritz Calton pada 17 Juli lalu, dan masih banyak lagi contoh-contoh video lain yang dikirim warga ke media massa resmi untuk dipublikasikan ke khalayak umum. Tidak hanya video saja jurnalisme warga yang banyak di tanyangkan di media massa resmi, ada juga jurnalisme warga yang memanfaatkan fasilitas media baru (internet) untuk menyalurkan apa yang mereka ketahui tentang informasi penting ke masyarakat. Misalnya merekla menulis di blog pribadi, atau situs jejaring sosial lainnya (fecebook, twitter, msn, dll)
Akan tetapi, fenomena ini sudah melahirkan sebuah genre baru dalam perkembangan media massa. Sehingga, tidak dapat dipungkiri citizen journalism ini memunculkan pro dan kontra untuk keberadaannya. Ada yang memandang bahwa jurnalisme warga tidak termaksud kedalam kegiatan jurnalisme, karena dilihat dari definisi jurnalisme yang dikemukakan dalam kamus Oxford Advanced Learner's Dictionary of Current English (1987) jurnalisme adalah:
a. The work of profession of producing
b. Writing that may be all right for a newspaper.
Disini terlihat, bahwa kegiatan jurnalisme syarat akan sistem yang mempengaruhi kinerja dan profesi seorang wartawan, layaknya kewajiban wartawan selama ini. Akan tetapi, disisi lain Jika sepakat bahwa jurnalisme itu adalah kegiatan yang bertujuan untuk menginformasikan kejadian kepada masyarakat, maka citizen journalism masuk dalam ranah jurnalisme, ada atau tanpa ada sistem yang menyelimuti profesi wartawan dalam media massa utama.
Citizen Journalism atau yang lebih dikenal dengan jurnalisme warga dapat terbagi menjadi beberapa bentuk, yaitu:
J.D. Lasica, dalam Online Journalism Review (2003), mengategorikan media citizen journalism ke dalam 5 tipe:
1. Audience participation (seperti komenter user yang diattach pada kisah-kisah berita, blog-blog pribadi, foto, atau video footage yang diambil dari handycam pribadi, atau berita lokal yang ditulis oleh anggota komunitas).
2. Situs web berita atau informasi independen (Consumer Reports, Drudge Report).
3. Situs berita partisipatoris murni (OhmyNews).
4. Situs media kolaboratif (Slashdot, Kuro5hin).
5. Bentuk lain dari media 'tipis' (mailing list, newsletter e-mail).
6. Situs penyiaran pribadi (situs penyiaran video, seperti KenRadio).

Sedangkan menurut Steve Outing bentuk-bentuk citizen journalism sebagai berikut:
1. Citizen journalism membuka ruang untuk komentar publik. Dalam ruang itu, pembaca atau khalayak bisa bereaksi, memuji, mengkritik, atau menambahkan bahan tulisan jurnalisme profesional. Pada media cetak konvensional jenis ini biasa dikenal dengan surat pembaca.
2. Menambahkan pendapat masyarakat sebagai bagian dari artikel yang ditulis. Warga diminta untuk ikut menuliskan pengalamannya pada sebuah topik utama liputan yang dilaporkan jurnalis.
3. Kolaborasi antara jurnalis profesional dengan nonjurnalis yang memiliki kemampuan dalam materi yang dibahas. Tujuannya dijadikan alat untuk mengarahkan atau memeriksa keakuratan artikel. Terkadang profesional nonjurnalis ini dapat juga menjadi kontributor tunggal yang menghasilkan artikel tersebut.
4. Bloghouse warga. Bentuknya blog-blog gratisan yang dikenal, misalnya ada wordpress, blogger, atau multiply. Melalui blog, orang bisa berbagi cerita tentang dunia, dan bisa menceritakan dunia berdasarkan pengalaman dan sudut pandangnya.
5. Newsroom citizen transparency blogs. Bentuk ini merupakan blog yang disediakan sebuah organisasi media sebagai upaya transparansi. Dalam hal ini pembaca bisa melakukan keluhan, kritik, atau pujian atas apa yan ditampilkan organisasi media tersebut.
6. Stand-alone citizen journalism site, yang melalui proses editing. Sumbangan laporan dari warga, biasanya tentang hal-hal yang sifatnya sangat lokal, yang dialami langsung oleh warga. Editor berperan untuk menjaga kualitas laporan, dan mendidik warga (kontributor) tentang topik-topik yang menarik dan layak untuk dilaporkan.
7. Stand-alone citizen journalism, yang tidak melalui proses editing.
8. Gabungan stand-alone citizen journalism website dan edisi cetak.
9. Hybrid: pro + citizen journalism. Suatu kerja organisasi media yang menggabungkan pekerjaan jurnalis profesional dengan jurnalis warga.
10. Penggabungan antara jurnalisme profesional dengan jurnalisme warga dalam satu atap. Website membeli tulisan dari jurnalis profesional dan menerima tulisan jurnalis warga.
11. Model Wiki. Dalam Wiki, pembaca adalah juga seorang editor. Setiap orang bisa menulis artikel dan setiap orang juga bisa memberi tambahan atau komentar terhadap komentar yang terbit (Yudhapramesti, 2007).
Dalam perkembangannya, citizen journalism juga mempunyai dampak sendiri untuk media massa resmi. Diantaranya adalah, Open source reporting: Dengan adanya jurnalisme warga, telah terjadi perubahan modus pengumpulan berita. Wartawan tidak menjadi satu-satunya pengumpul informas. Disini wartawan harus rela apabila kecepatan citizen journalism menyediakan laporan terkini dari lapangan (firsthand) untuk masyarakat. Perubahan modus pengelolaan berita: saat ini, media resmi tidak lagi menjadi satu-satunya pengelola berita, tetapi juga harus bersaing dengan situs-situs pribadi yang didirikan oleh warga demi kepentingan publik sebagai pelaku citizen journalism. Mengaburnya batas produsen dan konsumen berita. Pada awalnya, Media resmi memosisikan sebagai produsen berita, akan tetapi saat ini media resmi tersebut berubah menjadi konsumen berita mengutip berita-berita dari situs dan blog, video amatir, atau foto-foto hasil jepretan warga. Begitu pula sebaliknya, warga yang lazimnya diposisikan sebagai konsumen berita, dalam lingkup citizen journalism menjadi produsen berita yang content-nya diakses pula oleh media media utama. Perdebatan Profesionalisme: profesionalisme citizen journalism dengan wartawan asli masih menjadi perbincangan. Isu etika: untuk masalah etika yang di anut wartawan sebenarnya, pelaku citizen journalism masih perlu mematuhi standar-standar jurnalisme yang berlaku di kalangan wartawan selama ini sehingga produknya bisa disebut sebagai karya jurnalistik, karena kaidah jurnalistik adalah soal objektivitas pemberitaan. Regulasi: perlukah adanya regulasi bagi pelaku citizen journalism? Kaitannya dengan etika, profesionalisme, komersialiasi, dan mutu content. Ekonomi: munculnya situs-situs pelaku citizen journalism yang ramai dikunjungi menimbulkan konsekuensi ekonomi, yaitu pemasang iklan, yang jumlahnya tidak sedikit.
Citizen journalism lahir dari peradaban dan perkembangan teknologi. Asal mula citizen journalism di USA tahun 2004, dilangsungkan pemilu untuk memilih Presiden Amerika. Dua calon, Bush dari Partai Republik dan Kerry dari Partai Demokrat bersaing ketat. Banyak masyarakat Amerika yang bosan dengan berita-berita yang disampaikan oleh koran-koran, karena koran-koran dikuasai oleh partai-partai tersebut. Shayne Bowman dan Chris Willis lantas mendefinisikan citizen journalism sebagai '...the act of citizens playing an active role in the process of collecting, reporting, analyzing, and disseminating news and information". Citizen journalism adalah bentuk spesifik dari citizen media dengan content yang berasal dari publik. Gaung citizen journalism semakin terdengar dikalangan media massa. Citizen journalism merupakan salah satu bentuk kegiatan jurnalisme yang dilakukan dengan bebas oleh masyarakat. Tidak ada aturan khusus yang mengikatnya.pada zaman globalisasi seperti sekrang setiap orang dapat melakukan apa saja.
Seorang jurnalis bertugas untuk mengumpulkan, mengolah, dan menyebarluaskan berita mealui media massa kepada khalayak. Seiring dengan berkembangnya zaman maka media massa pun mengalami perkembangan. Salah satu perubahan yang terjadi dalam citizen journalism salah satunya adalah dalam modus pengumpulan beritanya. Wartawan tidak menjadi satu-satunya pengumpul informasi. Tetapi, wartawan dalam konteks tertentu juga harus 'bersaing' dengan khalayak, yang menyediakan firsthand reporting dari lapangan. Dalam lingkup citizen journalism menjadi produsen berita yang content-nya diakses pula oleh media-media mainstream, khalayak yang lazimnya diposisikan sebagai konsumen berita.
Perkembangan citizen journalism di Indonesia masih belum lama. Citizen journalism di Indonesia diawali dengan munculnya detik.com. detik. Com menampilkan berita-berita hangat dan segar untuk khlayaknya. Public journalism dengan model seperti ini mendasarkan sebagian besar inisiatif dari lembaga media. Kemajuan teknologi dan ketidakterbatasan yang ditawarkan oleh Internet membuat inisiatif semacam itu dapat dimunculkan dari konsumen atau khalayak. Implikasinya cukup banyak, tidak sekadar mempertajam aspek partisipatoris dan isu yang diangkat. Blog memang membuka kemungkinan open source reporting, menjamurnya blog dan blogger adalah kondisi yang kondusif untuk memunculkan citizen journalism, tapi sekadar ngeblog saja tidak cukup untuk diberi predikat sudah ber-citizen journalism.
Akses media yang begitu luas dan membuka peluang utuk menjadi citizen journalism. Kesempatan bagi khalayak pun untuk melakukan kegiatan jurnalistik semakin besar. Khalayak dengan mudah menyebarluaskan berita walau tak sedikit juga isi dari karya jurnalistik yang dibuat tidak sepenuhnya memenuhi aturan dan etika jurnalistik. Namun walau tak sepenuhnya sebagai jurnalis akan lebih baik jika dalam kegiatanya apapun jenisnya disesuaikan dengan aturan dan etika jurnalistik. Fenomena citizen journalism tuntuk kedepannya tampaknya akan semakin mewarnai dunia jurnalistik. Fenomena ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan jurnalistik kedepannya.

cPeran Perkembangan IT terhadap Dunia Jurnalisme

Menurut kamus Oxford (1995), teknologi informasi atau yang biasa disebut IT (Information Technology) adalah studi atau penggunaan peralatan elektronika, terutama computer, untuk menyimpan , menganalisis, dan mendistribusikan informasi apa saja, termasuk kata-kata, bilangan, dan gambar. Menurut Alter (1992), teknologi informasi mencakup perangkat keras dan perangkat lunak untuk melaksanakan satu atau sejumlah tugas pemrosesan data seperti menangkap, mentransmisikan, menyimpan, mengambil, memanipulasi, atau menampilkan data. Martin (1999) mendefinisikan teknologi tidak hanya terbatas pada teknologi komputer (perangkat keras dan perangkat lunak) yang digunakan untuk memproses dan menyimpan informasi, melainkan juga mencakup teknologi komunikasi untuk mengirimkan informasi. Secara lebih umum, Lucas (2000) menyatakan bahwa teknologi informasi adalah segala bentuk teknologi yang diterapkan untuk memproses dan mengirimkan informasi dalam bentuk elektronis. Mikrokomputer, komputer mainframe, pembaca barcode, perangkat lunak pemroses transaksi, perangkat lunak lembar kerja (spreadsheet), dan peralatan komunikasi dan jaringan merupakan contoh teknologi informasi (Kadir, 2003:2008).

Dari ketiga definisi di atas mempunyai kedekatan persepsi bahwa teknologi informasi adalah teknologi yang memungkinkan manusia berbagi informasi dengan manusia lain, terlepas dari perdebatannya mengenai alat yang digunakan. Namun, yang saya bahas di sini lebih menekankan pada teknologi informasi dalam konteks komputer, internet, dan varian-variannya. Perkembangan teknologi informasi tidak saja mampu menciptakan masyarakat dunia global, namun secara materi mengembangkan ruang gerak kehidupan baru bagi masyarakat. Sehingga tanpa disadari, komunitas manusia telah hidup dalam dua dunia kehidupan, yaitu kehidupan masyarakat nyata dan kehidupan masyarakat maya (cybercommunity).

Kemajuan teknologi informasi secara sadar membuka ruang kehidupan manusia semakin luas, semakin tanpa batas dengan indikasi manusia sebagai penguasa. Kemajuan teknologi informasi telah menyentuh segala aspek kehidupan, termasuk dunia jurnalisme. Hal itu membuat pertukaran dan penyebaran informasi semakin mudah. Dahulu, peran jurnalis sangat besar dalam menyebarkan informasi. Jurnalis adalah tokoh sentral yang kehadirannya sangat ditunggu oleh setiap orang. Dengan kata lain, jurnalis memonopoli tugas sebagai penyebar informasi. Informasi yang akurat dan dapat dipercaya hanya datang dari jurnalis. Konsekuensinya, jurnalis ditempatkan dalam posisi yang sangat vital dan mempunyai tanggung jawab yang sangat besar dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap informasi.

Namun, kini peran jurnalis semakin tereduksi dengan kemajuan teknologi tersebut. Salah satu penyebab tereduksinya peran jurnalis adalah akibat lahirnya fenomena yang dinamakan citizen journalism. Citizen journalism secara harfiah berarti jurnalisme warga. Citizen journalism mempunyai spirit yang sama dengan public journalism ataupun civic journalism yang terkenal pada tahun 80-an. Yaitu, bagaimana menjadikan jurnalisme bukan lagi sebuah ranah yang samata-mata dimonopoli para jurnalis.
Tokoh sentral dalam citizen journalism sudah barang tentu masyarakat itu sendiri. Kemajuan teknologi informasi membuat publik memiliki akses yang sangat terbuka terhadap dunia jurnalisme. Pada dasarnya, tidak ada beda antara konsep citizen journalism dengan konsep jurnalisme konvensional. Kegiatannya sama, yaitu mengumpulkan, mengolah, dan menyebarluaskan berita. Hanya saja dalam citizen journalism yang menjadi tokoh sentral adalah masyarakat.

Salah satu hasil dari perkembangan teknologi yang memudahkan akses masyarakat terhadap penyebaran informasi adalah seiring munculnya situs-situs jejaring sosial, twitter, facebook, friendster, myspace, dan lain sebagainya. Dan juga hadirnya situs penyedia blog, seperti blogspot, wordpress, multiply, dan lain sebagainya. Wadah ini kemudian digunakan oleh masyarakat untuk menyebarkan informasi yang diperolehnya. Apalagi dalam menyiarkan informasi, masyarakat tidak dibatasi peraturan dan proses seleksi, tidak sama halnya dengan proses pemberitaan dalam media konvensional. Dalam media konvensional, fakta-fakta yang telah dikumpulkan wartawan terlebih dahulu diseleksi oleh dewan redaksi, akibatnya tidak semua berita yang dikumpulkan wartawan dapat disebarluaskan.

Semua informasi yang ada dalam dunia maya menjadi milik publik yang dapat diakses semua orang. Kendati ada peringatan untuk tidak secara bebas mengakses data tertentu, namun tetap saja eksistensi itu menjadi milik publik, hal ini disebabkan substansi dunia maya adalah milik publik.

Di lain pihak, kita juga harus menyadari bahwa dampak kebebasan berekspresi masyarakat dalam menyebarkan informasi di ranah virtual, tentu tidak luput dari benturan dan pelanggaran terhadap etika yang berlaku di dunia nyata. Karena tidak ada kontrol dalam proses penyebarannya tersebut, masyarakat kadang lebih mengedepankan emosi ketimbang logika sehat dalam tulisan-tulisannya. Jadi tak salah jika saat ini banyak tulisan di berbagai situs jejaring sosial dan blog yang cenderung berisi sumpah serapah, makian, dan lain sebagainya. Bahkan, sampai mengandung unsur pencemaran nama baik seseorang.
Namun, yang patut kita garisbawahi bahwa itu semua adalah suatu keniscayaan dalam proses demokratisasi di era keterbukaan yang menyentuh semua lini kehidupan. Jadi, sekarang bukan saatnya lagi untuk membatasi dan melarang masyarakat dalam berekspresi. Bahkan sangat tidak relevan untuk melakukan tuntutan hukum terhadap masyarakat yang melakukan pencemaran nama baik di ranah virtual. Jika memang ada yang merasa dicemarkan nama baiknya oleh pelaku citizen journalism, cukup diselesaikan dengan cara-cara yang cerdas dan arif, bukan dengan cara-cara emosional dan oportunistik, seperti memanfaatkan UU ITE yang penuh pasal karet untuk menjerat pelaku citizen journalism.

Usaha untuk menciptakan masyarakat cyber yang bertanggung jawab dan sesuai norma-norma yang dianut memang mesti terus dilakukan, tentu harus dengan pendekatan persuasi dan cara-cara yang santun. Namun, alangkah baiknya jika political will itu tumbuh dan hadir dari dalam diri pelaku citizen journalism itu sendiri. Biarkan para pelaku citizen journalism membuat norma-norma ataupun kode etik yang dianggap perlu dan fungsional dalam komunitasnya. Bukan tidak mungkin pelaku citizen journalism mengadopsi norma-norma dan hukum-hukum di dunia nyata untuk kemudian diterapkan dalam dunia virtual. Tidak ada gunanya membuat aturan-aturan represif yang tidak jelas manfaatnya. Apalagi resistensi masyarakat saat ini sangat besar terhadap hukum positif yang mengatur pencemaran nama baik dan variannya tersebut. Sehingga proses alamiah lah yang melakukan pendewasaan terhadap tokoh citizen journalism.

kita semua sudah tahu kasus yang menimpa artis sekaligus model cantik Luna Maya. Ya kasus sini bermula ketika Luna menulis senuah akun di Twitternya yang berisi amarahnya terhadap sikap wartawan yang terlau mengganggu kehidupan pribadinya. Kejadian itu terjadi Selasa malam (15/12) saat pekerja infotaiment beraksi mengambil gambar Luna yang tengah mengendong Alea, anak Ariel di acara premier film 'Sang Pemimpi' di Plaza EX, Jakarta.

Dengan berbekal kasus yang terjadi antara Luna Maya dengan wartawan terutama wartawan infotainment tadi, kita bisa melihat bahwa sesungguhnya hal tersebut tidak seharusnya terjadi jika ada pengertian dan rasa menghargai dari kedua belah pihak. Sebenarnya bukan hanya Luna Maya saja yang mengalami kasus demikian. Ingat kembali pada sosok Prita Mulya Sari yang beberapa waktu lalu digugat oleh Rumah sakit Omni internasional karena dianggap telah mencemarkan citra rumah sakit tersebut. Pada awalnya prita hanya mencurahkan keluh kesahnya tentang pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit tersebut kepada teman-temannya. Berbuah dari sebuah electronic mail (email), ternyata emailnya tersebut menyebar pada khalayak luas dan sampai terdengar oleh pihak rumah sakit omni Internasional. Merasa nama baik rumah sakit tersebut telah dilecehkan, maka pihak rumah sakit Omni Internasioanl menuntut Prita ke pengadilan dan membayar denda sebesar 204 juta rupiah.

Jejaring social adalah salah satu bentuk media komunikasi yang sering digunakan oleh kita untuk berkomunikasi dengan sahabat , sanak keluarga ataupun dengan rekan kerja. Kasus yang menimpa Luna Maya maupun Prita Mulya Sari sebenarnya berawal dari keluh kesah mereka pada teman-temannya. Namun sangat disayangkan bila kasus yang sederhana itu akhirnya merebak dan menjadi petaka bagi kedua individu tersebut. Bisa dimaklumi jika responden terhadap akun yang dibuat oleh lumna maupun Prita itu mencoba untuk ber empati terhadap keadaan Luna dan Prita tetapi jika akhirnya akan berbuah pahit seperti ini tentu saja pihak yang dirugikan adalah kedua orang tersebut.

Mari kita lihat dari sisi wartawan yang bermasalah dengan Luna Maya. Sebagai insan jurnalis, tidak seharusnya wartawan terutama wartawan infotainment terlalu menggali kehidupan pribadi si nara sumber untuk mendapatkan informasi yang ia inginkan. Apalagi jika keadaannya sampai mengganggu privasi si nara sumber atau tokoh yang akan dijadikan sumber berita. Mengacu pada buku Sepuluh Pelajaran Untuk Wartawan karangan Nuran Zaini bahwa wartawan harus bisa menjaga dan menghormati nara sumber atau sumber beritanya sekalipun sumber berita tersebut adalah satu-satunya yang bisa memberikan informasi paling detail. Jnagan hanya karena alasan memburu berita yang diatasnamakan demi kpentingan akan kenutuhan public, nara sumber menjadi merasa di eksploitasi dan dicecar habis. Yang paling utama disini adalah wartawan sama-sama menjunjung kedua hak dan kewajiban baik dari nara sumber, khalayak ataupun dari wartawan itu sendiri.

Baiklah jika wartawan memiliki kebebasan yang disebut kebebasan pers, yakni kebebasan mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. UU No. 40/1999 tentang Pers menyebutkan, kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, bahkan pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran (Pasal 4 ayat 1 dan 2). Meskipun demikian, kebebasan di sini dibatasi dengan kewajiban menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah (Pasal 5 ayat 1). Jadi berdasarkan keadaan diatas maka wartawan memiliki dan harus menaati Kode Etik Jurnalistik (Pasal 7 ayat (2) UU No. 40/1999 tentang Pers). Dalam penjelasan disebutkan, yang dimaksud dengan Kode Etik Jurnalistik adalah Kode Etik yang disepakati organisasi wartawan dan ditetapkan oleh Dewan Pers.

Dalam salah satu pasal Kode etik jurnalistik disebutkan bahwa Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk ( pasal 1). Selain itu dalam melaksanakan tugasnya , wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik ( pasal 2). Penafsiran dari konsekuensi ini adalah berupa cara-cara yang profesionalyang dilakukan, antara lain :


  • menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
  • menghormati hak privasi;
  • menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;
  • rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
  • menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
  • penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.

Belum ada kode etik atau aturan tertentu yang dapat dijadikan acuan dalam melakukan citizen journalism. Adapun UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) yang baru saja disahkan, masih memiliki beberapa pasal yang multitafsir. Seperti misalnya Pasal 27 ayat 1 dan Pasal 27 ayat 3. Pasal 27 ayat 1 tersebut berbunyi "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan." Adapun pasal 27 (2) berbunyi, "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik."

Pasal 27 ayat 3 UU ITE tersebut, digunakan untuk menuntut Prita Mulyasari dan Luna Maya. Kita tahu bahwa Prita mengirimkan email kepada ke-dua puluh temannya mengenai keluh kesahnya terhadap pelayanan RS Omni International. Sedangkan batasan-batasan mengenai penghinaan, pencemaran nama baik, atau fitnah seperti yang terkandung dalam pasal tersebut tidak jelas dan masih multi tafsir. Apakah keluh kesah dapat dikatakan sebagai fitnah atau pencemaran nama baik sehingga karenanya dipakailah Pasal 27 ayat 3 tersebut untuk menuntut Prita?

Sepanjang masih multitafsir seperti itu, UU ITE belum bisa dijadikan acuan dalam melakukan citizen journalism.

Kebenaran dan keakuratan berita yang disajikan melalui citizen journalism, menjadi tanggung jawab masing-masing pihak yang menyajikan berita tersebut. Mengenai bahasa yang digunakan,apakah bahasa jurnalistik atau bukan, menggunakan kaidah jurnalistik atau tidak, menjadi semacam prerogative bagi pihak yang membuatnya. Tidak akan ada yang menuntut jika kita membuat sebuah berita dalam blog pribadi kita dengan menggunakan bahasa yang membingungkan. Yang jelas, kita harus mengingat bahwa tujuan awal adanya citizen journalism ini adalah untuk melengkapi berita yang sudah ada, bukan sebagai berita utama. Maka, sebagai konsumen informasi, masyarakat harus senantiasa mempertahankan sikap kritisnya terhadap berita yang disajikan. Tidak menelan mentah-mentah berita tersebut karena kini, setiap orang bisa menjadi reporter, terlepas dari apakah ia adalah orang yang berkredibel menulis berita atau tidak.

Perkembangan teknologi memungkinkan siapa saja dapat memproduksi dan mengakses informasi. Inilah era yang disebut Alvin Toffler, seorang futurolog pada 1980-an, sebagai era prosumsi (produksi dan konsumsi). Publik atau masyarakat bisa menjadi produsen dan konsumen informasi sekaligus.

Citizen journalism adalah sebuah konsep jurnalistik yang menjadikan masyarakat sebagai objek sekaligus subjek berita. Dari sisi historis, hal ini bukan sesuatu yang menakjubkan dan mengherankan sebenarnya. Hal ini dikarenakan semua kegiatan jurnalistik sebenarnya bermula dari sebuah naluri. Naluri itu adalah naluri ingin tahu dan naluri ingin memberitahukan. Kedua naluri ini ada dalam diri manusia sejak lahir. Kemudian, berkembang menjadi sebuah hak asasi manusia (HAM) yang diakui secara universal. Hak tahu dan hak memberitahukan telah tersirat dan tersurat dalam beberapa undang-undang, antara lain: pasal 19 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia (DUHAM), pasal 28F Undang-undang Dasar (UUD) 1945, Pasal 4 ayat 3 Undang-undang Nomor 40/1999 tentang Pers (UUP), dan pasal 6 UUP. (Sahat Sahala Tua Saragih dalam artikel Wawancara (dalam Konteks Jurnalisme)) Karena keterbatasan tiap orang untuk mengaktualisasikan hak-hak tersebut, masyarakat menyerahkan mandat kepada wartawan untuk mengaktualisasikan hak tahu dan memberitahukan lewat media massa cetak, elektronik, dan online.
Di era sekarang, dengan pesatnya kemajuan teknologi, setiap orang bisa menyampaikan berita yang diperolehnya biasanya lewat blog dan jejaring sosial lewat internet. Dengan demikian, apakah setiap orang bisa dikatakan sebagai jurnalis? Menulis di blog misalnya, belum tentu berita yang ditulis merupakan sebuah fakta yang akurat dan benar. Bisa jadi tulisannya hanya berisi curahan hati atau hal-hal subjektif lainnya yang tidak sesuai dengan tugas pers atau jurnalis yang Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar. Walaupun demikian, menurut saya, peranan pers atau wartawan masih sangat dibutuhkan di era sekarang ini. Masyarakat menulis di blog atau jejaring sosial mana pun tetapi sebatas peranan mereka sebagai masyarakat. Sedangkan jurnalis, merupakan orang yang benar-benar punya kewajiban atas pekerjaannya mengungkapkan fakta baik fakta sosiologis maupun fakta psikologis dari suatu peristiwa atau permasalahan.
Walaupun tidak ada undang-undang yang menyebut masalah citizen journalism, tetap saja kebebasan itu tidak bisa dimanfaatkan seenaknya. Wimar Witoelar (seseorang yang ahli dalam hal blogging, komunikasi, media,dan jurnalistik) mengatakan, aturan itu diperlukan mengikuti gejalanya. Banyak orang bilang sedia payung sebelum hujan, tapi bagi dia, ngapain bawa payung kalau tidak ada gejala mau hujan? Wimar juga mengatakan untuk tidak membatasi blog.

Hal yang menarik dalam citizen journalism adalah layaknya konsep demokrasi dari rakyat untuk rakyat, berita disampaikan oleh masyarakat dan dikembalikan ke masyarakat lagi.
Pada dasarnya kegiatan yang dilakukan dalam citizen journalism memang kegiatan jurnalistik pada umumnya, yaitu mencari, mengumpulkan, mengolah, dan menyampaikan informasi, berita atau realitas. Di sisi lain, jika dikaitkan dengan Kode Etik Jurnalistik, ada beberapa hal yang mungkin masih perlu dipertanyakan dalam konsep citizen journalism ini.


Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran dan pendapat:
a.Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
Jika dikaitkan dengan suara hati, mungkin bisa saja jujur, tapi, tak jarang juga pendapat teman atau kerabat bisa memengaruhi tulisan, misalnya di blog.
b.Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
Kalau yang dilaporkan memang sesuai dengan keadaan aslinya, saya rasa tulisan itu bisa akurat.
c.Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
Hal ini kemungkinan tidak bisa sepenuhnya dilakukan karena orang cenderung menulis dengan hanya mendapat informasi dari satu sumber, tidak seperti para jurnalis sebenarnya yang bisa lebih mengekplor dan memperdalam informasi.
d.Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
Hal ini juga kemungkinan akan dilanggar bila tulisan itu hanya curahan hati semata.

Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Penafsiran:
Cara-cara yang profesional adalah:
a.menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
b.menghormati hak privasi;
c.tidak menyuap;
d.menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;
e.rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
e.menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
f.tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;
g.penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita
h.investigasi bagi kepentingan publik.
Menurut pendapat saya, pasal ini sebagian besar memang untuk jurnalis sejati.

Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.

Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.

Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan "off the record" sesuai dengan kesepakatan.

Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan
pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.

Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang
keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca,
pendengar, dan atau pemirsa.

Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Intinya, konsep citizen journalism itu memang sangat bagus untuk sama-sama mengontrol segala aspek kehidupan. Namun, para pelaku citizen journalism tidak bisa sepenuhnya disamakan dengan orang yang memang benar-benar profesinya jurnalis. Hal ini juga berdampak pada kode etik jurnalistik yang tidak akan bia sepenuhnya diterapkan pada pelaku citizen journalism. Orang yang profesinya sebagai jurnalis saja dewasa ini sudah banyak yang melanggar, apalagi bila ada kebijakan atau peraturan dengan penetapan kode etik jurnalistik untuk pelaku citizen journalism. Walau sebenarnya, untuk proses jurnalistik sampai pada khalayak seharusnya memenuhi dan menaati kode etik jurnalistik itu.

cE-commerce

E-commerce merupakan suatu bentuk media baru yang ada di internet.E-commere merupakan satu website yang menyediakan transaksi bisnis secara online dan juga merupakan suatu cara berbelanja atau berdagang secara online.Melalui e-commerce manusia dapat memiliki kesempatan dan peluang yang sama agar dapat bersaing dan berhasil berbisnis di dunia maya.E-commerce cenderung memberikan rasa paling nyaman dengan kemudahan dan kelebihan bagi konsumen dalam melakukan proses transaksi dalam berbelanja.Para pembeli membeli transaksi online yaitu untuk mendapatkan barang yang mereka cari atau yang mereka inginkan.

Selain itu,harga yang ditawarkan atau barang-barang yang dijual melalui e-commerce ini relatif lebih murah dibanding kita pergi berbelanja langsung ketoko,karena jalur distribusi dari produsen barang kepihak penjual lebih singkat dibandingkan dengan toko-toko.Oleh karena itu,e-commerce dapat memberikan suatu informasi dalam bentuk lebih menarik,menyenangkan,dan online setiap saat tanpa batas waktu.Namun dengan kemajuan e-commerce ini,banyak juga pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dan melakukan penipuan didunia bisnis internet ini.Contohnya yaitu penipuan-penipuan yang mengatasnamakan sebuah perusahaan yang menjual barang-barang,dan setelah melakukan transaksi jual beli ternyata barang-barang tersebut adalah palsu.Para konsumen sudah banyak tertipu dengan adanya bisni-bisnis online yang ada di internet.Contoh lainya yaitu mencuri nomor kartu kredit orang lain dengan meng-hack atau membobol situs pada internet.

E-commerce yang semakin berkembang dan maraknya kasus-kasus penipuan yang terjadi membuat pemerintah juga melakukan regulasi terhadap situs-situs yang menyebar di internet.Kehadiran sebuah undang-undang memang haruslah diterapkan,bukan hanya untuk mengatur,melarang atau membatasi,tetapi juga digunakan untuk melindungi.Dengan konteks bahwa Indonesia juga sedang sibuk mempersiapkan diri terlibat dalam ajang perdagangan bebas diera yang kian modern,maka regulasi tentang transaksi bisnis secara elektronik memang patut di terapkan.Ketika perputaran uang terjadi secara elektronik seperti e-mail,media transaksi online,dan sebagainya,bisa menjadi barang bukti atau sarana pembayaran yang sah.

Perkembangan teknologi informasi terutama internet, merupakan faktor pendorong perkembangan e-commerce. Internet merupakan jaringan global yang menyatukan jaringan komputer di seluruh dunia, sehingga memungkinkan terjalinnya komunikasi dan interaksi antara satu dengan yang lain diseluruh dunia. Dengan menghubungkan jaringan komputer perusahaan dengan internet, perusahaan dapat menjalin hubungan bisnis dengan rekan bisnis atau konsumen secara lebih efisien. Sampai saat ini internet merupakan infrastruktur yang ideal untuk menjalankan e-commerce, sehingga istilah E-Commerce pun menjadi identik dengan menjalankan bisnis di internet.
Pertukaran informasi dalam E-Commerce dilakukan dalam format dijital sehingga kebutuhan akan pengiriman data dalam bentuk cetak dapat dihilangkan. Dengan menggunakan sistem komputer yang saling terhubung melalui jaringan telekomunikasi, transaksi bisnis dapat dilakukan secara otomatis dan dalam waktu yang singkat. Akibatnya informasi yang dibutuhkan untuk keperluan transaksi bisnis tersedia pada saat diperlukan. Dengan melakukan bisnis secara elektronik, perusahaan dapat menekan biaya yang harus dikeluarkan untuk keperluan pengiriman informasi. Proses transaksi yang berlangsung secara cepat juga mengakibatkan meningkatnya produktifitas perusahaan.
Dengan menggunakan teknologi informasi, E-Commerce dapat dijadikan sebagai solusi untuk membantu perusahaan dalam mengembangkan perusahaan dan menghadapi tekanan bisnis. Tingginya tekanan bisnis yang muncul akibat tingginya tingkat persaingan mengharuskan perusahaan untuk dapat memberikan respon. Penggunaan E-Commerce dapat meningkatkan efisiensi biaya dan produktifitas perusahaan, sehingga dapat meningkatkan kemampuan perusahaan dalam bersaing.

cKehadiran UU ITE ditengah-tengah dinamika transaksi informasi yang terus berpacu dengan kemajuan teknologi sangat diharapkan mampu mengontrol masyarakan dan pengguna media internet.Dan tentu saja dengan hal tersebut keresahan akan hak cipta didunia maya,penipuan dalam bisnis online,dan kerabunan akan etika berinternet bisa terjawab melalui undang-undang ini.Undang-undang ITE apabila kita melihat beberapa kasus yang terjadi ,tidak lah harus dihapuskan tetapi perlu untuk direvisi kembali.

Negara Indonesia telah menjadi salah satu negara pengakses internet terbesar didunia.Dari masyarakat berpendidikan tinggi hingga yang berpendidikan rendah,akses situs-situs internet semakin digeluti dan diminati.Internet bahkan bagi sebagian orang telah menjadi suatu kebutuhan sehari-hari.Media online yang dapat menjanjikan eksistensi dan kreatifitas masyarakat menjadi patokan dalam mereka menggunakan internet.Banyak hal yang dapat diperoleh dan dapat mereka saksikan di media internet.Tak hanya itu,bagi mereka media internet dapat memberikan sesuatu yang tidak dapat mereka peroleh didunia nyata.Kesenangan,keluhan,dan bahkan curhatan,mereka tuangkan kedalam media internet.Beribu-ribu orang telah menggunakan internet dari penjuru negara.Macam-macam karakter dan sifat yang menggunakan internet pun beraneka ragam,kita juga tidak tahu orang-orang yang menggunakan internet itu berasal dari mana saja,apa pekerjaan mereka,dan bagaimana status sosial mereka.

Regulasi dalam mengatur citizen journalism memang sangat diperlukan bagi negara kita ini,karena penggunaan internet pada saat ini sudah sangat meluas.Dan perlunya etika dan norma yang diberlakukan bagi kalangan pengguna internet.Citizen journalism yang semakin meluas juga mencemaskan para mainstream.Disini juga kita dapat melihat bahwa antara citizen journalism dan media mainstream saling bersaing dimedia internet dan mereka juga saling bergantungan.Media mainstream tak jarang juga merujuk berita dan isunya yang ditampilkan dalam bentuk citizen journalism.Dan citizen journalism juga membutuhkan media mainstream dalam perkembangan dan publikasinya.

Dari sisi penggunaan internet sendiri,harus muncul kesadaran untuk menggunakan fasilitas internet secara bijak.Seiring dengan bertumbuhnya citizen journalism di dunia sebagai dampak langsung keberadaan web blog,maka sebaiknya masyarakat lebih mengerti dan memahami akan adanya etika jurnalisme pada umumnya.Dengan demikian pertumbuhan jurnalisme warga terbentuk dengan adanya dinamika-dinamika dalam kebebasaan mengeluarkan gagasan atau tulisan di dalam internet.

Internet merupakan salah satu produk gabungan teknologi komputer dan telekomunikasi yang sukses.Internet yang pada awalnya digunakan untuk kepentingan militer,saat ini telh digunakan sebagai media untuk melakukan bisnis dan kegiatan sehari-hari. Yang sering menjadi pertanyaan adalah tingkat keamanan dari teknologi internet.Keamanan di internet sebetulnya sudah pada tahap yang dapat diterima,hanya hal ini perlu mendapat pengesahan dari pemerintah atau otoritas lainya sehingga pelaku bisnis mendapatkan kepastian hukum.

Dari berbagai hasil pemantauan sejumlah praktisi keamanan informasi dan internet,terdapat sejumlah kejadian didunia nyata yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap berbagai peristiwa yang berlangsung dalam dunia maya.Terkait dengan isu keamanan internet yang menjadi pembicaraan banyak orang dewasa pada saat ini,hal-hal yang terjadi didunia nyata dapat berpengaruh didunia maya dan sebaliknya.Relasi antara 2 dunia tersebut tidak jarang terjadi sengketa serius didunia nyata,yang paada awal mulanya terjadi didunia maya.

Dengan adanya hal-hal yang menimbulkan kerugian konsumen dunia maya,maka perlu adanya regulasi yaitu dengan diperkenalkanya cyber law di Indonesia melalui UU ITE no.11 tahun 2008.Yang paling sering terjadi yaitu dimulai pada penulisan blog oleh seseorang.Seringkali isi blog tersebut adalah suatu pengalaman dan pandangan pribadi terhadap individu maupun peristiwa atau kejadian tertentu yang berdasarkan pada perasaan,persepsi atau asumsi dari si penulis.Tidak jarang ditemui dalam blog tersebut disebutkanya secara jelas dan tegas nama-nama individu pelaku yang terkait dengan isi cerita.Dalam konteks ini,tidak semuanya individu pelaku yang ada dalam cerita tersebut siap berhadapan dengan pendapat dan asumsi dari si penulis.Itulah sebabnya sering terjadi tuntutan yang dilakukan kepada si penulis dengan tuntutan pencemaran nama baik.Dengan menggunakan berbagai jenis pasal dalam UU ITE,yang bersangkutan berusaha mempidanakan si penulis blog.

Keseluruhan kejadian yang disebabkan oleh aktifitas dunia maya memang perlu adanya usaha pengawasan yang dilakukan terus-menerus dan meningkatkan wawasan masyarakat dan komunitas terkait dengan pentingnya berhati-hati serta memperhatikan etika berinteraksi didunia nyata maupun didunia maya.Jika terjadi peristiwa yang tidak diinginkan terjadi didunia nyata,seluruh pihak harus bersiap-siap jika hal tersebut dan pasti menular di dunia maya,sehingga seluruh aset data dan informasi yang ada diinternet haruslah dijaga keamanannya.Demikian pula mereka yang berfikir dapat berkomunikasi secara bebas tak terbatas diinternet,patut pula berhati-hati karena jika yang bersangkutan melakukan perbuatan tertentu yang dapat merugikan orang lain dan telah diatur mekanismenya dalam undang-undang yang berlaku,maka hukuman perdata maupun pidana didunia nyata dapat ditimpakan kepadanya.

Seluruh masyarakat Indonesia seharusnya sudah mengenal kegiatan Citizen Journalism dan E-Commerce ini sebagai media massa alternatif yang lebih terbuka dan dekat dengan mereka. Apalagi saat ini media massa konvensional atau mainstream sepertinya telah condong komersil dan isinya setipe satu sama lain, sehingga citizen journalism bisa menjadi media penyegaran.Tetapi, citizen journalism sebagai media massa yang tidak biasa , harus tetap mendapat pengawasan atau kerjasama dengan jurnalis media massa resmi. Jurnalis dengan warga harus dapat menjalin hubungan yang baik agar sama-sama dapat menyampaikan informasi yang dibutuhkan masyarakat.


Referensi :

Buku Nurudin, Jurnalisme Kontemporer,( 2009)

http://jdih.bsn.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=60:regulasi&catid=36:info-hukum&Itemid=59

http://research.amikom.ac.id/index.php/DTI/article/view/5796

http://www.anneahira.com/pengertian-media-online.htm

http://ruangdosen.wordpress.com/2009/01/13/citizen-journalism/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun