Mohon tunggu...
Agustinia Sagala
Agustinia Sagala Mohon Tunggu... -

>>The pessimist sees difficulty in every opportunity, but the optimist sees opportunity in every difficulty, s0 U must be optimist\r\n\r\n\r\n>>Make a wish, take a chance, make a change, n breakaway. .\r\n\r\n\r\n>>Perfect couldn't keep our love alive. . .

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Keberadaan Citizen Journalism dan E-Commerce bentuk dari Kebebasan Berpendapat di Media Sebagai Wujud Dari Demokrasi

28 Desember 2012   01:15 Diperbarui: 4 April 2017   18:20 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu hasil dari perkembangan teknologi yang memudahkan akses masyarakat terhadap penyebaran informasi adalah seiring munculnya situs-situs jejaring sosial, twitter, facebook, friendster, myspace, dan lain sebagainya. Dan juga hadirnya situs penyedia blog, seperti blogspot, wordpress, multiply, dan lain sebagainya. Wadah ini kemudian digunakan oleh masyarakat untuk menyebarkan informasi yang diperolehnya. Apalagi dalam menyiarkan informasi, masyarakat tidak dibatasi peraturan dan proses seleksi, tidak sama halnya dengan proses pemberitaan dalam media konvensional. Dalam media konvensional, fakta-fakta yang telah dikumpulkan wartawan terlebih dahulu diseleksi oleh dewan redaksi, akibatnya tidak semua berita yang dikumpulkan wartawan dapat disebarluaskan.

Semua informasi yang ada dalam dunia maya menjadi milik publik yang dapat diakses semua orang. Kendati ada peringatan untuk tidak secara bebas mengakses data tertentu, namun tetap saja eksistensi itu menjadi milik publik, hal ini disebabkan substansi dunia maya adalah milik publik.

Di lain pihak, kita juga harus menyadari bahwa dampak kebebasan berekspresi masyarakat dalam menyebarkan informasi di ranah virtual, tentu tidak luput dari benturan dan pelanggaran terhadap etika yang berlaku di dunia nyata. Karena tidak ada kontrol dalam proses penyebarannya tersebut, masyarakat kadang lebih mengedepankan emosi ketimbang logika sehat dalam tulisan-tulisannya. Jadi tak salah jika saat ini banyak tulisan di berbagai situs jejaring sosial dan blog yang cenderung berisi sumpah serapah, makian, dan lain sebagainya. Bahkan, sampai mengandung unsur pencemaran nama baik seseorang.
Namun, yang patut kita garisbawahi bahwa itu semua adalah suatu keniscayaan dalam proses demokratisasi di era keterbukaan yang menyentuh semua lini kehidupan. Jadi, sekarang bukan saatnya lagi untuk membatasi dan melarang masyarakat dalam berekspresi. Bahkan sangat tidak relevan untuk melakukan tuntutan hukum terhadap masyarakat yang melakukan pencemaran nama baik di ranah virtual. Jika memang ada yang merasa dicemarkan nama baiknya oleh pelaku citizen journalism, cukup diselesaikan dengan cara-cara yang cerdas dan arif, bukan dengan cara-cara emosional dan oportunistik, seperti memanfaatkan UU ITE yang penuh pasal karet untuk menjerat pelaku citizen journalism.

Usaha untuk menciptakan masyarakat cyber yang bertanggung jawab dan sesuai norma-norma yang dianut memang mesti terus dilakukan, tentu harus dengan pendekatan persuasi dan cara-cara yang santun. Namun, alangkah baiknya jika political will itu tumbuh dan hadir dari dalam diri pelaku citizen journalism itu sendiri. Biarkan para pelaku citizen journalism membuat norma-norma ataupun kode etik yang dianggap perlu dan fungsional dalam komunitasnya. Bukan tidak mungkin pelaku citizen journalism mengadopsi norma-norma dan hukum-hukum di dunia nyata untuk kemudian diterapkan dalam dunia virtual. Tidak ada gunanya membuat aturan-aturan represif yang tidak jelas manfaatnya. Apalagi resistensi masyarakat saat ini sangat besar terhadap hukum positif yang mengatur pencemaran nama baik dan variannya tersebut. Sehingga proses alamiah lah yang melakukan pendewasaan terhadap tokoh citizen journalism.

kita semua sudah tahu kasus yang menimpa artis sekaligus model cantik Luna Maya. Ya kasus sini bermula ketika Luna menulis senuah akun di Twitternya yang berisi amarahnya terhadap sikap wartawan yang terlau mengganggu kehidupan pribadinya. Kejadian itu terjadi Selasa malam (15/12) saat pekerja infotaiment beraksi mengambil gambar Luna yang tengah mengendong Alea, anak Ariel di acara premier film 'Sang Pemimpi' di Plaza EX, Jakarta.

Dengan berbekal kasus yang terjadi antara Luna Maya dengan wartawan terutama wartawan infotainment tadi, kita bisa melihat bahwa sesungguhnya hal tersebut tidak seharusnya terjadi jika ada pengertian dan rasa menghargai dari kedua belah pihak. Sebenarnya bukan hanya Luna Maya saja yang mengalami kasus demikian. Ingat kembali pada sosok Prita Mulya Sari yang beberapa waktu lalu digugat oleh Rumah sakit Omni internasional karena dianggap telah mencemarkan citra rumah sakit tersebut. Pada awalnya prita hanya mencurahkan keluh kesahnya tentang pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit tersebut kepada teman-temannya. Berbuah dari sebuah electronic mail (email), ternyata emailnya tersebut menyebar pada khalayak luas dan sampai terdengar oleh pihak rumah sakit omni Internasional. Merasa nama baik rumah sakit tersebut telah dilecehkan, maka pihak rumah sakit Omni Internasioanl menuntut Prita ke pengadilan dan membayar denda sebesar 204 juta rupiah.

Jejaring social adalah salah satu bentuk media komunikasi yang sering digunakan oleh kita untuk berkomunikasi dengan sahabat , sanak keluarga ataupun dengan rekan kerja. Kasus yang menimpa Luna Maya maupun Prita Mulya Sari sebenarnya berawal dari keluh kesah mereka pada teman-temannya. Namun sangat disayangkan bila kasus yang sederhana itu akhirnya merebak dan menjadi petaka bagi kedua individu tersebut. Bisa dimaklumi jika responden terhadap akun yang dibuat oleh lumna maupun Prita itu mencoba untuk ber empati terhadap keadaan Luna dan Prita tetapi jika akhirnya akan berbuah pahit seperti ini tentu saja pihak yang dirugikan adalah kedua orang tersebut.

Mari kita lihat dari sisi wartawan yang bermasalah dengan Luna Maya. Sebagai insan jurnalis, tidak seharusnya wartawan terutama wartawan infotainment terlalu menggali kehidupan pribadi si nara sumber untuk mendapatkan informasi yang ia inginkan. Apalagi jika keadaannya sampai mengganggu privasi si nara sumber atau tokoh yang akan dijadikan sumber berita. Mengacu pada buku Sepuluh Pelajaran Untuk Wartawan karangan Nuran Zaini bahwa wartawan harus bisa menjaga dan menghormati nara sumber atau sumber beritanya sekalipun sumber berita tersebut adalah satu-satunya yang bisa memberikan informasi paling detail. Jnagan hanya karena alasan memburu berita yang diatasnamakan demi kpentingan akan kenutuhan public, nara sumber menjadi merasa di eksploitasi dan dicecar habis. Yang paling utama disini adalah wartawan sama-sama menjunjung kedua hak dan kewajiban baik dari nara sumber, khalayak ataupun dari wartawan itu sendiri.

Baiklah jika wartawan memiliki kebebasan yang disebut kebebasan pers, yakni kebebasan mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. UU No. 40/1999 tentang Pers menyebutkan, kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, bahkan pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran (Pasal 4 ayat 1 dan 2). Meskipun demikian, kebebasan di sini dibatasi dengan kewajiban menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah (Pasal 5 ayat 1). Jadi berdasarkan keadaan diatas maka wartawan memiliki dan harus menaati Kode Etik Jurnalistik (Pasal 7 ayat (2) UU No. 40/1999 tentang Pers). Dalam penjelasan disebutkan, yang dimaksud dengan Kode Etik Jurnalistik adalah Kode Etik yang disepakati organisasi wartawan dan ditetapkan oleh Dewan Pers.

Dalam salah satu pasal Kode etik jurnalistik disebutkan bahwa Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk ( pasal 1). Selain itu dalam melaksanakan tugasnya , wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik ( pasal 2). Penafsiran dari konsekuensi ini adalah berupa cara-cara yang profesionalyang dilakukan, antara lain :


  • menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
  • menghormati hak privasi;
  • menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;
  • rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
  • menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
  • penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun