Mohon tunggu...
Agustina Purwantini
Agustina Purwantini Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Aktif pula di blog pribadi www.tinbejogja.com

Pada dasarnya full time blogger, sedang belajar jadi content creator, kadang jadi editor naskah, suka buku, serta hobi blusukan ke tempat heritage dan unik.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Berkenalan dengan Badan Bank Tanah dan Kemudian Menitipkan Asa kepadanya

22 Januari 2025   12:44 Diperbarui: 22 Januari 2025   12:44 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Terusterang saja semula saya tak tahu-menahu perihal Badan Bank Tanah di Indonesia. O, tidak. Tidak cuma di Indonesia. Keberadaan Badan Bank Tanah di negara mana pun saya memang tak tahu. Intinya, saya tidak tahu kalau di dunia yang fana ini ada badan/lembaga yang bernama Bank Tanah.

Hingga akhirnya, saya tahu tentang keberadaan badan/lembaga tersebut dari Kompasiana ini. Tepatnya dari artikel yang menginformasikan adanya BlogCompetition dari Badan Bank Tanah Indonesia.

Duh! Menyedihkan nian wawasan dan pengetahuan umum saya. Bisa-bisanya sekudet dan sekatrok itu. Alhasil, saya termenung sejenak. Berusaha menganalisis penyebab saya tidak tahu tentang Badan Bank Tanah.

Siapa yang salah? Salahnya di mana? Apakah Badan Bank Tanah memang kurang disosialisasikan? Sampai-sampai saya yang aktif internetan tidak terpapar informasi tentangnya. Atau, memang sayalah yang terlalu acuh tak acuh dengan topik-topik di luar minat saya?

Apa boleh buat? Faktanya, meskipun kerap berselancar di dunia maya dan baca-baca berita di portal berita daring, saya tak pernah tahu (atau mungkin persisnya tak pernah mau tahu) perihal Badan Bank Tanah. Baru tahu dan mau tahu tentangnya sesudah membaca artikel mengenai penyelenggaraan BlogCompetition bertema Badan Bank Tanah itu.

Namun, baru sekadar tahu. Belum paham fungsi dan kegunaannya. Cuma meyakini bahwa Bank Tanah pasti berkaitan dengan permasalahan tanah. Sesuai dengan namanya 'kan? Alhasil, saya pun tercengang setelah membaca-baca informasi seputar Badan Bank Tanah.

Ternyata secara resmi sudah beberapa tahun lalu Badan Bank Tanah Indonesia didirikan. Pendiriannya berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 113 Tahun 2021 tentang Struktur dan Penyelenggaraan Bank Tanah.

Adapun efektif bekerjanya dimulai pada awal tahun 2022. Berarti telah eksis kurang lebih selama 3 tahun. O la la! Sudah 3 tahun, lho. Kok saya bisa sampai tak tahu sama sekali? Sementara seingat saya, selama 3 tahun itu saya cukup gesit menemukan kabar-kabar terkini.

Perlu diketahui bahwa Badan Bank Tanah Indonesia merupakan amanat dari UU Cipta Kerja. Tugasnya mengelola tanah milik negara demi kepentingan masyarakat dan negara.Tentu dalam hal ini, yang dimaksud dengan negara adalah Negara Indonesia.

Sampai di sini sesungguhnya saya sempat bertanya-tanya. Definisi tanah milik negara itu apa, ya? Jangan-jangan seluruh tanah yang ada di wilayah NKRI merupakan tanah milik negara? Kalau begitu, bagaimana halnya dengan tanah-tanah yang dimiliki perorangan?

Tentu saya segera menemukan jawabannya dari website resmi Badan Bank Tanah Indonesia. Di situ disebutkan bahwa tanah milik negara adalah tanah yang dimiliki, dikelola, dan dikontrol oleh pemerintah untuk kepentingan publik.

Tanah milik negara bermacam-macam peruntukan dan asal-muasalnya. Antara lain berupa tanah dominal (tanah negara yang belum dibagikan), tanah negara bebas (tanah yang belum digunakan), tanah yang dipergunakan untuk kepentingan umum (misalnya jalan, sekolah, rumah sakit), tanah hutan negara, tanah pantai negara, dan tanah bengkok (tanah untuk keperluan pemerintahan).

Saya tertegun membaca penjelasan tersebut. Kemudian sepenuhnya menyadari bahwa sebetulnya sejak masa kanak-kanak dahulu saya tak asing-asing amat dengan tanah milik negara. Hanya saja, tak paham definisinya. Terutama dengan tanah bengkok. Telinga saya terbiasa mendengar istilah tanah bengkok diucapkan orang-orang di sekitar saya.

Waktu kecil saya tinggal di desa. Lurah dan carik tatkala itu digaji dengan tanah bengkok. Bukan dengan uang tunai. Yang selanjutnya tanah bengkok berupa sawah ditanami padi atau tanaman lain. Hasil panen menjadi hak si penerima tanah bengkok. Karena lurah dan carik tidak mungkin menggarap sendiri tanah bengkok tersebut, mereka mempekerjakan petani penggarap dengan upah tertentu. Seingat saya, upahnya pun berupa padi.

Saya juga ingat. Suatu ketika pernah diajak main ke rumah seorang teman bapak yang tinggal di desa pinggiran hutan. Di sela obrolan random saya sempat mendengar seseorang berkata, "Yang penting ada tanah nganggur ditanami. Kalau nanti diminta lagi karena mau dipakai pemerintah, ya kami kembalikan. Mau gimana lagi?"

Mendengar perkataan itu saya yang masih SMP merasa takjub. Kok boleh menanam di tanah yang bukan miliknya, ya? Kok bisa pasrah saja kalau ladangnya diminta pemerintah? Apa tidak rugi?

Begitulah adanya. Ternyata tanpa saya sadari, saya justru sering berinteraksi, dengan hal-hal terkait tanah milik negara.
Hanya saja, dahulu belum ada Badan Bank Tanah. Adanya sejak tahun 2021 'kan? Jadi, tidak mengherankan kalau saya sampai tak tahu-menahu tentangnya. Untunglah sekarang sudah tahu.

Lebih jauh, saya akhirnya paham perkataan seseorang dalam obrolan random di desa pinggiran hutan semasa saya SD itu. Pantas saja dia pasrah. Ladangnya memang bukan properti pribadinya. Itu tanah milik negara. Ketika negara meminta balik untuk dikelola demi kepentingan yang lebih besar, ya sudah. Dia tak bisa berbuat apa-apa untuk mempertahankannya.

Perlu diketahui, yang diberi tanggung jawab sebagai pengelola tanah milik negara adalah Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Badan Pertanahan Nasional, Badan Bank Tanah, dan pemerintah daerah. Tujuan Pengelolaannya adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat, mendukung pembangunan ekonomi, nelindungi lingkungan, dan mengoptimalkan penggunaan tanah. Dengan demikian, Bank Tanah punya peran strategis dalam mewujudkan ekonomi berkeadilan.

Beberapa contoh manfaat nyata dari pengelolaan tanah milik negara adalah (1) adanya Program Tanah untuk Rakyat dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang; (2) pembangunan infrastruktur di daerah terpencil melalui Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan; (3) pengembangan industri pertanian dan perkebunan melalui Program Pengembangan Industri Pertanian.

Membaca beberapa contoh manfaat nyata dari pengelolaan tanah milik negara itu, seketika saya teringat pada salah satu agenda kegiatan Pak Jokowi saat masih menjadi Presiden RI. Yang kemudian setelah Pak AHY menjadi bawahan beliau sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, juga melakukan hal yang sama. Kegiatan yang saya maksudkan adalah pembagian sertifikat tanah kepada sejumlah masyarakat.

Tatkala menyimak berita bagi-bagi sertifikat tanah, yang pastinya sekaligus bagi-bagi tanahnya, saya memang bertanya-tanya. Yang dibagi-bagi itu tanah siapa, ya? Siapa saja yang berhak mendapatkannya? Apa cuma kalangan petani dan mereka yang tinggal di pedesaan?

Setelah mengetahui Badan Bank Tanah lebih detil, pahamlah saya sekarang. Yang dibagi-bagi itu adalah tanah milik negara. Para penerimanya adalah orang-orang yang memang telah sekian lama menggarap tanah tak bertuan, yang notabene merupakan milik negara.

Menurut penafsiran saya, itu semacam hadiah dari negara. Sebentuk ungkapan terima kasih dari negara untuk mereka yang selama ini sudah ikut bersusah-payah memelihara tanah milik negara.

Oke, oke. Pahamlah saya tujuan pemberian sertifikat tanah tersebut. Demi keamanan jika di kemudian hari ada oknum yang tiba-tiba mengusir mereka dari ladang atau sawah yang tengah digarap. Kalau ada sertifikat hak milik yang resmi 'kan aman. Mereka bisa mempertahankan tanah garapan tersebut. Kiranya ini merupakan sebentuk upaya untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Selintas pikiran bernada protes penuh asa mendadak hinggap di benak. Saya 'kan termasuk rakyat Indonesia. Berarti berhak disejahterakan juga melalui Badan Bank Tanah. Mungkinkah saya bisa menerima sebidang tanah beserta sertifikatnya? Kelak di tanah itu saya akan mendirikan rumah mungil dan berladang kecil-kecilan. Tentu tak lupa sembari ngopi dan berpuisi.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun