Mohon tunggu...
Agustina Purwantini
Agustina Purwantini Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Aktif pula di blog pribadi www.tinbejogja.com

Pada dasarnya full time blogger, sedang belajar jadi content creator, kadang jadi editor naskah, suka buku, dan hobi blusukan ke tempat unik.

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Sebuah Cerita Selezat Cokelat dari Kompasiana, Saya, dan Anak Saya

25 Oktober 2023   21:33 Diperbarui: 29 Oktober 2023   00:10 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa yang menyangka kalau cokelat hadiah dari Kompasiana itu, bisa membuat saya lumayan tenar di kalangan teman-teman anak saya?

Topik pilihan 15 Tahun Kompasiana membuat saya teringat perkataan anak saya. Kurang lebih 3 tahun lalu, ketika tahu-tahu dia sudah berada di samping saya.

Tatkala itu saya sedang mengakses Kompasiana melalui komputer meja. Persisnya saya sedang menyimak informasi lomba menulis yang diadakan oleh CLICKompasiana.

"Wow! Itu cokelat, ya? Tampaknya enak banget."

"Iya. Memang enak beneran kayaknya," respons saya.

"Ooo. Ini hadiah lomba, ya?" Kata anak saya setelah mencermati layar komputer sebentar. Kemudian dia melanjutkan, "Bunda ikutlah sana supaya menang."

"Heh?! Kok supaya menang? 'Kan belum tentu bisa menang walaupun ikut. Lagi pula, itu hadiah bagi pemenang ada dua macam. Baca lagi, deh. Selain cokelat ada pula yang dapat buku. Nanti kalau Bunda menang, tapi dapatnya buku, gimana?"

"Iya ... harus berusaha untuk menang yang hadiahnya cokelat. Bisa seperti itu 'kan?"

"Heh???"

Saya cuma bisa meringis. Anak semata wayang saya memang tipe orang yang penuh keyakinan. Sekalipun apa yang diyakininya terkadang kurang masuk akal bagi saya.

Apa boleh buat? Percakapan kami tersebut menyisakan galau di hati saya. Pada dasarnya saya memang berniat mengikuti lomba. Pemantik utama dari niat itu pun cokelat. Saya juga ingin mencicipi cokelatnya.

Namun ketika kemudian ada "intimidasi" dari anak, mendadak hidup yang berat ini menjadi kian berat. 'Kan saya ikut lombanya tidak lagi dengan semangat nothing to loose. Tujuannya harus menang. Menangnya pun harus yang hadiahnya cokelat.

Alamak! Itu rumit.  Pada akhirnya kami membuat kesepakatan.  Saya berjanji untuk berjuang maksimal agar memenangkan cokelat. Sementara dia berjanji untuk tidak sewot kalau saya kalah. Begitu pula kalau menang, tetapi hadiahnya kebagian yang berupa buku.

Tentu langkah selanjutnya setelah bersepakat adalah menjalankan rencana. Menulis.

Sebelum menulis saya berdoa secara khusus. Memohon panduan-Nya supaya segera menemukan ide tulisan yang menarik, yang sesuai dengan tema lomba.

Saat telah tuntas menulis, kemudian mengunggahnya di Kompasiana, lega sekali rasa hati ini. Plus teriring doa supaya tulisan tersebut sukses memikat hati para juri.

Selama masa menunggu pengumuman hasil lomba, saya dilanda keresahan tipis-tipis. Kadangkala terserang virus H2C (Harap Harap Cemas), kadangkala tidak terlampau memikirkannya.

Syukurlah keresahan selama masa penantian pengumuman hasil lomba terbayar lunas. Target kami tercapai. Nama saya tercatat sebagai pemenang yang berhasil mendapatkan cokelat. Alhamdulillah.

Begitu paketan hadiah sampai di tangan, anak saya keesokan hari membawa sebagian besarnya ke sekolah. Tatkala itu sekolahnya sudah mulai memberlakukan PTM (Pertemuan Tatap Muka) terbatas. Jadi, cokelat tersebut menjadi semacam sinyal persahabatan kepada teman-teman sekelas. Menjadi penyerta perjumpaan langsung mereka, setelah sekian lama bersekolah daring akibat pandemi Covid-19.

Siapa yang menyangka kalau kurang lebih dua tahun kemudian, CLICKompasiana kembali mengadakan lomba menulis yang berhadiah cokelat. Tentu dengan penuh semangat saya bertekad mengikutinya. Seperti sebelumnya, anak saya pun "memaksa" supaya saya menang.

Hasilnya? Syukurlah saya terpilih lagi sebagai pemenang cokelat. Ini penampakan cokelatnya.

Dokpri Agustina
Dokpri Agustina

Ndilalah kersane Allah. Atas takdir-Nya semata cokelat tersebut kami terima, ketika anak saya baru saja usai menjalani PPSMB UGM. 

Alhasil, cokelat hadiah itu pun menjadi duta persahabatan. Dicicipi ramai-ramai dengan gembira. Plus dibumbui cerita bangga bahwa itu cokelat hadiah karena bunda menang lomba. Duh, jadi senang campur malu saya.

Siapa yang menyangka kalau cokelat-cokelat hadiah dari Kompasiana itu, terkhusus dari CLICK, bisa membuat saya lumayan tenar di kalangan teman-teman anak saya? Hahaha! Sungguh-sungguh menyenangkan dan memotivasi, deh.

Bagi Anda mungkin receh. Namun, hal itu menyadarkan bahwa aktivitas saya menulis di Kompasiana ternyata berfaedah pula bagi anak saya. 

Semula saya pikir, hanya para pembaca yang budiman yang bisa memetik manfaat dari aktivitas menulis tersebut. Saya tidak memperhitungkan dampak (faedah) tak langsungnya terhadap orang terdekat, yaitu anak saya.

Begitulah perjalanan hidup. Tak jarang terpantik dari sesuatu yang receh, dari kejadian biasa saja, kemudian mencuat sebuah hikmah yang besar. Sebagaimana halnya yang terjadi kepada saya.

Gara-gara (lumayan) rajin menulis di Kompasiana saya menjadi paham bahwa di balik sikap acuh tak acuhnya, anak saya ternyata tidak cuek-cuek amat kepada saya. Dua jenis cokelat dari CLICKompasiana bahkan dijadikan sarana untuk membanggakan sang emak di hadapan teman-temannya.

Jelas itu merupakan sebuah dampak positif. Ya positif buatnya, ya positif buat diri saya sendiri. Luar biasa 'kan?

Selamat 15 Tahun Kompasiana dan terima kasih untuk segalanya.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun