Lalu, siapa pembeli buku di toko-toko buku online itu? Tentu mayoritas genzy (sebutan untuk generasi Z). Genzy 'kan akrab dengan internet. Wajar jika lebih suka belanja buku secara daring.
Artinya, spesies pembaca buku tetap ada. Bukan cuma dari kalangan tua-tua dan agak tua, melainkan dari kalangan genzy juga. Cuma perkara pilihan cara dan tempat beli bukunya yang berbeda.
Kiranya sekarang Anda paham, mengapa respons saya terhadap fenomena toko buku tutup cenderung bermotif ekonomi. Iya 'kan?
Yang menarik, bermunculan pula toko-toko buku luring alternatif. Yang konsepnya disesuaikan dengan selera anak zaman now. Misalnya menyatu dengan kafe. Jadi selain belanja buku, kita bisa nongkrong santai di situ.
Ada pula toko buku yang konsepnya sengaja dibikin eksklusif. Hanya menjual buku-buku bertema berat dan langka. Dengan demikian, toko semacam ini bisa menjadi solusi manakala kita butuh buku berkualitas terbitan lama.
Hanya saja sesuai selera zaman, toko buku daring sekarang lebih diminati. Alasannya jelas, yaitu praktis dan bisa lebih murah.
Bukan rahasia lagi kalau toko buku daring kerap memberikan diskonan. Itung-itung diskonan itu bisa "menutup" ongkos kirim.
Genzy Diracuni Virus Baca K-Pop
Mungkin Anda kurang percaya bahwa banyak genzy suka baca buku. Bahkan, sampai rela menyisihkan uang saku demi beli buku.
Bukankah mereka selalu menempel dengan gawai masing-masing? Dari mana ketempelan virus baca buku? Bukankah hobi mereka menikmati K-Pop?
Nah, nah. Justru itu. Justru karena banyak yang K-Popers, mereka lambat-laun mau membaca buku.