Foto Pak Ganjar di situ memang cukup mencuri perhatian. Terlebih baru saja beliau ditetapkan sebagai capres. Terbukti saya beberapa kali ke-GR-an merasa diperhatikan oleh pengunjung-pengunjung lain. Yang ternyata memperhatikan foto di belakang saya. Bukan saya.
Terlebih lagi beliau berfotonya dengan pemilik warung dan keluarga. Selain membanggakan si pemilik warung, otomatis bisa menjadi testimoni tersendiri. Ini lho, Pak Gubernur saja mampir di warungku. Kok Anda tidak?
Yeah? Sesungguhnyalah perjalanan mudik kali ini bernuansa politik. Betapa tidak? Sejak dari Yogyakarta hingga balik lagi ke Yogyakarta, pada waktu dan rute yang berlainan, saya dan rombongan bertemu baliho wajah-wajah orang politik.
Selain Pak Ganjar ada Pak SBY, Om AHY, Pak Prabowo, dan banyak sekali tokoh politik lokal. Menarik sekali 'kan?
Singkat cerita, tibalah saya dan rombongan di tempat tujuan dengan selamat. Alhamdulillah. Orang tua sehat dan semua terlihat baik-baik saja.
Pastilah saya lega karenanya. Walaupun hati ini patah juga manakala bapak dengan lirih berkata, "Adikmu kok enggak datang?"
Heh? Di titik itulah saya tersadarkan bahwa bapak memang telah sangat lansia. Yang ditanyakan beliau jelas-jelas datang. Sudah bersalaman dan mengobrol dengan beliau.
Sesudah dijawab dan dijelaskan, bapak kemudian bergumam, "Sekarang aku kok lama ya kalau mengingat-ingat sesuatu?"
Allahu Akbar ...
Apa daya saya? Sepatah apa pun hati ini, realita hidup harus dihadapi. Saya mesti kembali ke Yogyakarta. Kembali berjauhan dengan beliau.
Selama mudik kebetulan ada dua kabar duka menyapa. Tetangga depan rumah orang tua dan nenek ipar saya meninggal dunia. Adapun nenek ipar saya itu bertempat tinggal di kecamatan sebelah.