Mohon tunggu...
Agustina Purwantini
Agustina Purwantini Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Aktif pula di blog pribadi www.tinbejogja.com

Pada dasarnya full time blogger, sedang belajar jadi content creator, kadang jadi editor naskah, suka buku, serta hobi blusukan ke tempat heritage dan unik.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Say No to KDRT Psikis? Apa Mungkin?

14 Februari 2023   21:44 Diperbarui: 14 Februari 2023   21:49 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya tertegun. Mendadak batal iri pada kehidupan Mbak X yang senantiasa berlimpah materi.

***

Kisah-kisah di atas bukan fiksi. Semua adalah fakta. Bukan cuplikan cerita dari sebuah novel. Sedikit dari banyak kenyataan yang pernah saya jumpai, dalam kurun waktu sekian tahun belakangan.

Sengaja saya hanya menceritakan yang KDRT psikis. Bukan yang fisik. Kalau yang fisik 'kan jelas. Siapa pun dapat menyaksikannya, lalu bisa memaklumi kalau pihak yang menjadi korban KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) sampai memutuskan hubungan, bahkan sampai lapor ke pihak berwajib.

Sementara untuk KDRT psikis acap kali luput dari perhatian kita, padahal justru lebih mematikan. Tidak terlihat oleh orang lain, tetapi bagi korbannya terasa sangat menyiksa.

 Itulah sebabnya kita sering terkejut ketika ada pasangan suami istri tiba-tiba bercerai, padahal sebelumnya tidak pernah tampak cekcok. Mungkin mula-mula kita menduga salah satu dari mereka selingkuh. Namun, bertahun-tahun kemudian keduanya ternyata tetap memilih sendiri.

Kita bahkan mungkin melihat keduanya tetap akur walaupun tak pernah pergi/tampil berdua. Tidak pula saling menjelekkan.

Kita bertanya-tanya, "Apa yang salah? Kalau tetap berhubungan baik, mengapa dijadikan mantan? Kalau mantan, mengapa masih dibaik-baiki?"

Kemudian dengan seenaknya, kita yang tak tahu-menahu dengan pasti penyebab perceraian mereka memberikan nasihat tak masuk akal, "Sudah. Rujuk lagi saja."

Hmm. Sebaiknya hentikan upaya campur tahun seperti itu. Kalau masing-masing telah bahagia dengan kehidupannya setelah berpisah, mengapa mesti direcoki?

Mari pikirkan masak-masak. Siapa tahu mereka tidak cocok sebagai pasangan sebab yang satu merasa terintimidasi oleh yang lainnya? Atau, yang satu selalu sakit hati oleh perkataan yang lainnya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun