Mohon tunggu...
Agustina Purwantini
Agustina Purwantini Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Aktif pula di blog pribadi www.tinbejogja.com

Pada dasarnya full time blogger, sedang belajar jadi content creator, kadang jadi editor naskah, suka buku, dan hobi blusukan ke tempat unik.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Sebuah Cerita dan Harapan Terhadap NU

10 Februari 2023   11:46 Diperbarui: 10 Februari 2023   11:48 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akan tetapi, sejak lahir hingga remaja saya hidup berdampingan dengan NU. Sungguhan berdampingan secara fisik. Bukan dalam arti konotatif.

Hampir semua tetangga saya di kampung halaman, di wilayah pantura sana, adalah Nahdliyin. Yang bukan Nahdliyin pun terdiri atas nonmuslim dan orang-orang Islam awam. Nah. Dari keluarga Islam yang awam inilah saya berasal.

Mohon dipahami bahwa awam di sini tidak berarti non-Nahdliyin, tetapi merujuk pada tingkat pemahaman Islam seseorang. Blak-blakannya, saya berasal dari keluarga Islam yang pengetahuan dan wawasan keislamannya minimalis.

Tidak bisa disebut golongan yang Islamnya sebatas KTP, tetapi bukan pula termasuk golongan yang setia menghidupkan masjid kampung. Kami bukan santri.

Sementara para orang tua dari kalangan yang kami sebut santri, lazim mengirimkan anak-anak mereka ke pesantren selepas SD. Kocaknya, hal itu dahulu saya pikir sebagai sesuatu yang aneh.

Saya pikir mondok ke pesantren sama dengan tidak bersekolah. Tidak belajar banyak hal. Hanya belajar tentang cara shalat dan membaca Alquran. Tidak punya bayangan bahwa para santri juga ada yang belajar bahasa Inggris.

Saya pun belum tahu kalau ada sapaan Gus dan Ning untuk anak kiai. Yang lebih kocak, tatkala itu saya belum paham bahwa saya terlahir dan tumbuh remaja di tengah lingkungan Nahdliyin.

Iya, senaif itu.

Berjumpa Perbedaan yang Menyadarkan

Setelah lulus SMA dan kuliah di Yogyakarta yang kental tradisi Muhammadiyahnya, saya baru mengetahui banyak hal tentang NU.

Simpel saja cara sadarnya. Yang PERTAMA melalui sega berkatan. Saya terhenyak saat pertama kali tahu bahwa di Yogyakarta tidak lazim ada kendurian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun