Mohon tunggu...
Agustina Purwantini
Agustina Purwantini Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Aktif pula di blog pribadi www.tinbejogja.com

Pada dasarnya full time blogger, sedang belajar jadi content creator, kadang jadi editor naskah, suka buku, serta hobi blusukan ke tempat heritage dan unik.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Sebuah Cerita dan Harapan Terhadap NU

10 Februari 2023   11:46 Diperbarui: 10 Februari 2023   11:48 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yaa Lal Wathon
Yaa Lal Wathon
Yaa Lal Wathon
Hubbul Wathon minal iman
...

Tiga hari lalu seharian telinga saya akrab dengan lantunan "Yaa Lal Wathon". Lagu karya K.H. Wahab Chasbullah (salah satu tokoh NU) tersebut terngiang-ngiang di telinga saya. Bahkan, hingga sekarang.

Sebelum hari H saya memang cek ricek medsos, terkhusus Tiktok, untuk cari-cari informasi mengenai susunan acara resepsi 1 Abad NU.

Dari informasi yang berseliweran, para pengisi acara resepsi 1 Abad NU menarik-menarik. Sangat bikin kepo. Alhasil, saya makin tak mau ketinggalan momentum. Ingin ikut bersukacita dengan warga Nahdliyin dalam merayakan ultah ke-100 "rumah besar" mereka.

Seantusias itu saya walaupun dalam hening. Lingkungan tempat tinggal saya bukan lingkungan NU. Dalam beberapa kesempatan, baik secara lisan maupun tertulis di WAG kampung, saya bahkan menjumpai komentar miring terhadapnya.  Otomatis di sekitar saya tidak ada yang memperbincangkan harlah ke-100 Nahdlatul Ulama.

Terpujilah penemu internet yang telah dimampukan-Nya mempersingkat jarak dan melintasi waktu. Hasilnya? Saya bisa ikut menikmati pertunjukan-pertunjukan yang disuguhkan dalam rangka 1 Abad NU.

Saya senang menyaksikan belasan ribu banser yang kompak menampilkan koreografi Denny Malik. Tersemangati pula oleh lagu "Yaa Lal Wathon". Walaupun lirih dan terkadang ada bagian yang tak hafal, ikut shalawatan juga di depan HP.

Hingga pada suatu ketika di tengah-tengah (menonton) shalawatan itu, saya tersadar akan sesuatu. Tampaknya saya antusias bukan sekadar karena kepo. Bukan cuma tertarik gara-gara mencermati susunan acara 1 Abad NU, melainkan sedang rindu!

Saya rindu shalawatan bareng-bareng. Rindu melantunkan puji-pujian untuk Allah dan Rasul-Nya (kadangkala ada yang berbahasa Jawa juga) bersama teman-teman di masjid, saat menunggu dimulainya shalat fardlu berjamaah.

Yang paling akut, saya rindu menikmati sega berkatan alias nasi kendurian. Entahlah. Kok bisa-bisanya teringat pada sega berkatan, padahal di acara resepsi 1 Abad NU tidak ditampilkan sama sekali.

Saya bukanlah seorang Nahdliyin. Tidak pernah mondok di pesantren NU. Tidak pernah pula menimba ilmu di sekolah/perguruan tinggi milik NU. Yang berarti tidak pernah menjadi bagian dari organisasi Islam terbesar itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun