Karena sudah pukul 9 malam lewat, saya pun bertekad mengisikan data dengan cepat. Akan tetapi, malang tak dapat ditolak. Saya kebingungan untuk menuliskan jawaban. Alhasil, saya gagal mengisi formulir dengan cepat.
Walaupun yang harus saya isi hanya sebagian (si petugas bilang kalau bagian lainnya dia yang akan mengisikan), faktanya sampai pukul 10 malam saya enggak kelar-kelar menatap nanar si formulir Regsosek 2022.
Ampun, deh. Tulisannya kecil-kecil. Sebagian jawaban mesti ditulis pakai kode, sementara kodenya tercantum di tempat yang jauh dari pertanyaan. Rempong beneeer mencarinya.
Misalnya pertanyaan tentang pendidikan terakhir. Ternyata ini tidak bisa saya jawab dengan langsung menuliskan S1. Mengapa? Karena ada perintah untuk mengisinya dengan kode.
Jadi saya mesti mencari dulu, jawaban S1 kodenya apa. Yang kemudian saya temukan, di formulir Regsosek 2022 jenjang pendidikan S1 rupanya ternaung dalam kode yang sama dengan D1.
Proses menemukan kode tersebut membuat saya tidak bisa sat-set menjawab. Bahkan selain cari-cari kode, untuk memahami maksud sebuah pertanyaan pun saya kerap harus mengonfirmasikannya terlebih dulu kepada si petugas. Saya takut salah jawab, dong.
Apesnya, si petugas tak bisa segera merespons saya. Saya mesti menunggu semenit dua menit dulu. Penyebabnya, dia juga sibuk mendata warga yang lain. Ini bagian yang bikin saya iri. Warga tersebut tinggal menjawab pertanyaan, kok saya mesti mengisikan data sendiri. Lebih puyeng.
Akhirnya pukul 10 malam kami membubarkan diri. Bukan dengan lega sebab tugas pendataan beres, melainkan dengan PR.Â
Sesampai di rumah saya bongkar-bongkar kotak arsip. Mencari KK dan memfotonya, lalu mengirimkan foto KK tersebut ke si petugas.
Dalam pendataan Regsosek memang diperlukan nomor KK. Karena saat pengisian tadi saya tak hafal, si petugas meminta difotokan saja.
Saya pikir semua biasa saja. Ternyata ... Ada sesuatu yang salah!