Tempo hari saya telah bercerita tentang acara motoran menyusuri Kawasan Sumbu Filosofi yang saya ikuti, yang merupakan salah satu agenda dari Jogja World Heritage Week (JWHW) 2022. Nah! Sekarang saya hendak bercerita tentang jalan-jalan dengan rute yang sama, tetapi transportasinya Bus Jogja Heritage Track.Â
Hmm. Apa tidak bosan? Tidak, dong. Sensasinya 'kan berbeda. Moda transportasi yang dipergunakan, waktu dan tempat pemandu menyampaikan informasi, dresscode, serta titik kumpul (titik keberangkatan) pun tak sama. Jadi, mana bisa bosan?
Informasi yang diberikan pemandu memang sama. Akan tetapi, alih-alih bosan saya malah merasa beruntung karena itung-itung memperkuat pemahaman mengenai Sumbu Filosofi.
SABAR, ANTRE, SYUKUR
Keliling Kawasan Sumbu Filosofi naik Bus Jogja Heritage Track ini tidak termasuk rangkaian acara JWHW 2022. Justru saya menaiki bus istimewa tersebut 6 minggu sebelumnya. Persisnya pada tanggal 28 Juli 2022 pukul 14.00 WIB.
Wuih! Kok ingat banget? Tentu saja ingat. Ini 'kan sesuatu yang mengesankan sekaligus semacam ujian kesabaran. Karena sesungguhnya di balik kesuksesan saya berkeliling Kawasan Sumbu Filosofi dengan Bus Jogja Heritage Track, ada perjuangan panjang yang menyertai.
Adapun proses perjuangan dimulai sejak pertama kali saya melihat Bus Jogja Heritage Track, yang saat itu sedang melintas di Jalan Malioboro. Entahlah itu pada bulan apa. Kalau tidak salah sih, antara Maret atau April 2022. Tak lama setelah ada relokasi PKL Malioboro.
Didorong rasa kepo dan penasaran, saya pun berkabar kepada dua teman sesama anggota KJOG. Menyampaikan bahwa ada bus wisata unik. Bla-bla-bla. Sekaligus mengajak cari tahu informasi lebih detil tentang bus tersebut.
Kedua teman saya itu memang bisa diandalkan dalam hal berburu informasi beginian. Terbukti dalam waktu tak begitu lama, kami sudah paham mengenai bus wisata tersebut. Sudah pasti akun IG @sumbufilosofi dan @dinaskebudayaandiy menjadi sumber acuan utamanya.
Kami kemudian setia memantau unggahan-unggahan kedua akun IG tersebut. Demi apa? Demi menunggu informasi, kapan Bus Jogja Heritage Track membuka pendaftaran ujicoba untuk masyarakat umum.
Iya. Untuk bisa terangkut dalam Bus Jogja Heritage Track, memang harus mendaftar terlebih dulu. Tidak bisa dadakan seperti kalau mau naik Trans Jogja.
Hasil tidak mengkhianati usaha. Kurang lebih 2 bulan kemudian dibuka pendaftaran untuk kalangan umum. Kedua teman andalan saya tadi sigap mendaftar sekaligus mendaftarkan saya dan seorang teman "seperjuangan" lainnya.
Untung masih kebagian kuota walaupun sudah tak bisa memilih waktu keberangkatan. Pokoknya asal keangkut sajalah. Toh kami para pekerja lepas yang punya jadwal kegiatan fleksibel.
Lagi pula, masa menunggu keberangkatan juga lama. Nyaris sebulan lho, mengantrenya. Terhitung sejak resmi diterima sebagai calon penumpang Bus Jogja Heritage Track. Jadi sebelum jadwal keberangkatan tiba, kami bisa mengondisikan agar segala sesuatu terkait pekerjaan dan kehidupan beres.
Syukurlah pula pas hari H saya dan tiga teman "seperjuangan" itu sehat wal afiat. Tidak pula mendadak berada dalam situasi yang mesti membatalkan acara naik Bus Jogja Heritage Track.
Alhamdulillah.Â
SYARAT NAIK BUS
Sebagaimana saya singgung di atas, untuk naik Bus Jogja Heritage Track mesti mendaftar terlebih dahulu. Setelah mendaftar bakalan ada konfirmasi, apakah pendaftaran tersebut diterima atau tidak, apakah diterimanya sesuai dengan jadwal yang kita pilih atau tidak.
Setelah memperoleh kepastian bahwa pendaftaran diterima dan mengetahui jadwal keberangkatan, langkah selanjutnya tinggal menunggu hari H. Saya dan kawan-kawan bahkan dikonfirmasi lagi sebagai reminder. Gawat juga kalau tidak diingatkan. Bisa lupa sebab kami lama menanti.
Selanjutnya, pada hari H peserta jalan-jalan wajib dalam kondisi sehat. Plus tetap taat prokes (pakai masker).
Peserta wajib mengenakan baju batik, bersepatu, dan membawa air minum. Tujuannya pastilah supaya penampilan rapi dan tidak dehidrasi. Enggak asyik banget kalau penampilan acak-acakan dan kemudian pingsan akibat dehidrasi.
Â
Faktanya, saat saya dan teman-teman berkeliling Kawasan Sumbu Filosofi itu cuaca sedang panas sekali. Untung Bus Jogja Heritage Track sungguh nyaman. Adem. Jadi, kami bisa duduk manis menyimak penjelasan pemandu sembari sesekali melihat keluar jendela, tanpa resah dan gelisah gara-gara gerah.
Adakah pembatasan usia? Ada. Yang boleh mendaftarkan diri sebagai peserta tur Sumbu Filosofi naik Bus Jogja Heritage Track minimal berusia 15 tahun.
BUKAN BUS WISATA BIASA
Mengapa anak-anak, terkhusus balita, tidak diperbolehkan sebagai peserta? Menurut saya, selain alasan kesehatan terkait pandemi Covid-19, pembatasan usia itu terkait erat dengan tujuan penyelenggaraan tur.
Karena tujuan utamanya sosialisasi perihal Sumbu Filosofi, agar warga paham dan bisa menjawab jika secara random disurvei oleh UNESCO (Agustus lalu utusan UNESCO sudah beneran datang), tentu saja anak-anak bukanlah target dari kegiatan jalan-jalan spesial ini.
Intinya, ini bukan kegiatan piknik an sich. Sebab sesungguhnya, berdasarkan penjelasan Ibu Dian Laksmi Pratiwi (Kepala Dinas Kebudayaan DIY), Bus Jogja Heritage Track dirancang sebagai sarana belajar gratis bagi masyarakat agar mengerti dan paham wilayahnya sendiri, yaitu Yogyakarta dan Sumbu Filosofi.
Dengan demikian, Bus Jogja Heritage Track bukanlah bus wisata biasa. Namun, sayang sekali banyak warganet yang tidak paham. Di akun IG @sumbufilosofi dan @dinaskebudayaandiy banyak saya jumpai komentar begini, "Kok yang dilewati cuma itu? Kok tidak sampai ke sana?"
O la la! 'Kan rutenya memang khusus Kawasan Sumbu Filosofi? Jadi, bukan asal berkeliling ke spot-spot wisata di Yogyakarta. Apalagi spot yang kekinian.
Atau komentar begini, "Di kota X juga ada bus wisata kayak gitu. Itu sama dengan bus wisata di Kota Y. Lebih duluan malah."
Hmm. Saya kok tidak yakin kalau sama. Bukankah di kota lain tidak ada Kawasan Sumbu Filosofi?
Walaupun ada selentingan bahwa kelak bakalan dibuka rute lain untuk Bus Jogja Heritage Track, paling tidak untuk saat ini bus spesial tersebut tidak bisa disamakan dengan bus wisata di kota lain. Â
Mohon maaf. Ini fakta lho, ya. Tak sedikit pun saya berniat sombong selaku warga Yogyakarta. Hehehe ....
TITIK KUMPUL - TITIK KEBERANGKATAN
Titik kumpul yang sekaligus merupakan titik keberangkatan kami adalah Kantor JTTC (Jogja Tourism Training Center). Lokasinya nun jauh di utara. Â Di Jalan Magelang, masuk gang ke arah barat, lalu ke utara lagi, kemudian ke barat lagi.
Sebagai orang-orang selatan, rupanya saya dan teman-teman kurang akrab dengan wilayah utara bagian mblasuk-mblasuk. Terbukti, Gmap pun tak kuasa mencegah kami dari posisi salah arah dan kebablasan.
Untung saja kami sengaja berangkat awal. Jauh lebih awal daripada yang disarankan dalam brief. Jadinya ya tidak panik perkara waktu walaupun sedikit nyasar.
DIANTAR SI MERAH Â
Ketika jarum jam hampir menunjukkan pukul 14.00 WIB, para calon penumpang Bus Jogja Heritage Track mulai diberi prolog oleh edukator (pemandu). Tentunya juga sekalian perkenalan dan cek ricek kehadiran peserta.
Plus disarankan ke kamar kecil dulu bila ada yang ingin buang air kecil. Ini sebuah pengingat dan saran yang urgen karena bus akan terus melaju selama kurang lebih 90 menit. Dalam arti, tidak singgah-singgah macam bus malam. Jadi, bakalan repot nian kalau sampai nahan pipis.
Akhirnya ....
Tibalah saatnya berangkat. Kami keluar dari Kantor JTTC dan mendekati Bus Jogja Heritage Track. Namun, sebelum naik bus kami mendokumentasikan diri dulu. Dalam bentuk foto dan video.
Ahaiii. Tepat saat ini saya tersadarkan bahwa saya belum melihat hasilnya. Mungkin telah diunggah di akun IG @dinaskebudayaandiy atau @sumbufilosofi , tetapi saya terlewat tak melihatnya. Tak jadi soal. Yang penting saya tampak cantik di situ. Semoga.
Setelah beres urusan dokumentasi, para peserta tur Sumbu Filosofi dipersilakan menaiki Bus Jogja Heritage Track yang berwarna merah. Hmm. Mungkin keputusan tersebut terinspirasi oleh warna kerudung yang saya pakai.
Perlu diketahui, ada dua armada Bus Jogja Heritage Track. Satu berwarna merah, satu lagi berwarna kuning. Yang merah bernama Bus Malioboro, yang kuning Bus Kraton.
SITUASI DALAM BUS
Si merah mengantar 9 peserta. Sesuai dengan kapasitas tempat duduk penumpang. Paling belakang 4 kursi, di depannya 3 kursi, di depannya lagi 2 kursi.
Di depan 2 kursi itulah berdiri Mbak Ratna, sang edukator utama. Area berdirinya cukup lapang. Nyaman, baik baginya maupun bagi peserta tur yang menyimaknya.Sementara di barisan paling depan ada dua edukator pendamping dan sopir. Â
Bus Jogja Heritage Track memang didesain khusus. Di bagian belakang bahkan ada sepedanya, lho. Namun, saat itu kami tidak diajak untuk uji coba bersepeda sekalian karena memang belum ada jadwalnya.
KULIAH SEJARAH DI BUS
Selaku edukator utama, di sepanjang perjalanan Mbak Ratna banyak memberikan informasi mengenai Sumbu Filosofi. Atribut utama Sumbu Filosofi dijelaskan satu per satu. Demikian pula area penyangganya.
O, ya. Yang dimaksud dengan atribut utama Sumbu Filosofi adalah Panggung Krapyak (Kandang Menjangan), Kraton Yogyakarta, dan Tugu Golong Gilig (Tugu Pal  Putih).
Adapun area penyangga yang kami lewati antara lain Jalan Mardi Utama (yaitu ruas jalan di selatan Tugu Golong Gilig), Jalan Malioboro, Jalan Marga Mulya, perempatan Titik Nol ke selatan, alun-alun utara, Plengkung Nirbaya (lebih populer dengan sebutan Plengkung Gading), dan ruas jalan Gebayanan (yaitu ruas jalan di sebelah utara Panggung Krapyak).
Luar biasa memang. Tanpa jeda minum seteguk pun, Mbak Ratna mampu tegak berdiri sembari memberikan penjelasan detil, baik saat Bus Jogja Heritage Track sedang melaju pelan maupun agak bergegas.
Penjelasan Mbak Ratna runtut dan jelas. Terlebih ia dibekali dengan semacam buku panduan yang betisi gambar-gambar terkait materi.
Alhasil, kami sekaligus bisa melihat visualisasi dari materi yang bersangkutan. Serasa kuliah sejarah di atas bus yang melaju, deh.
RUTE SUMBU FILOSOFI
Berhubung titik kumpul yang sekaligus titik keberangkatan berada di wilayah utara, automatis kami "membaca" konsep Sumbu Filosofi dari Tugu Golong Gilig (Tugu Pal Putih) menuju Kraton Yogyakarta. Inilah yang disebut "Paraning Dumadi". Yang berarti akhir kehidupan manusia, ke manusia akan pergi setelah meninggal dunia.
Karena naik bus, sedangkan bus tak diperbolehkan melewati njero beteng, kami pun cukup berhenti di Museum Sonobudoyo unit 1. Itu lho, yang berhadapan dengan alun alun utara (kerap disebut altar atau altara). Berhentinya pun tidak lama. Hanya untuk berfoto.
Dari Museum Sonobudoyo kami melanjutkan perjalanan ke Panggung Krapyak (kerap disebut juga Kandang Menjangan). Tentu dengan ambil jalan memutar. Tidak langsung ke selatan menyusuri jalanan di barat altara.
Jadi, Bus Jogja Heritage Track yang kami tumpangi kembali ke perempatan Titik Nol. Lalu belok kiri (ke arah barat), kemudian belok kiri lagi (ke arah selatan). Menyusuri jalanan di luar tembok kraton.
Hingga berujung di Panggung Krapyak.
Di Panggung Krapyak kami juga turun sejenak dari bus. Tujuannya khusus untuk berfoto. Kemudian balik lagi ke utara menuju Kraton Yogyakarta. Perjalanan dari Panggung Krapyak ke Kraton Yogyakarta inilah yang disebut "Sangkaning Dumadi" . Yang berarti awal mula kehidupan atau kelahiran manusia.
Namun, tentu saja begitu sampai Gading bus berbelok ke kiri. Mlipir ke arah barat. Tidak masuk ke terowongan Gading hingga alkid dan kraton.
Sesampainya di perempatan Jokteng Kulon (Pojok Beteng Barat), bus berbelok ke utara, lalu belok kiri saat di perempatan Tamansari. Selanjutnya si merah berhenti cukup lama di perempatan Patangpuluhan gara-gara lampu merah, serta macet sebab bubaran kantor dan sekolah.
Di situlah saya dan tiga teman seperjuangan tertawa-tawa. Penyebabnya, salah satu dari kami berdomisili di dekat perempatan tersebut. Andai kata sepeda motornya yang ada di Kantor JTTC nun jauh di utara sana bisa pulang sendiri, pastilah lebih efektif kalau ia langsung turun dari bus dan pulang. Â
Sebenarnya tawa geli kami adalah akumulasi sejak di lampu merah Plengkung Gading. Mestinya seorang teman "seperjuangan" yang lainnya bisa turun di sekitaran lampu merah itu, kalau mau langsung pulang. Ia cuma perlu berjalan kaki melintasi Plengkung Gading, Â lalu menuju alkid alias alun-alun kidul. Adapun rumahnya cuma di timur alkid.
Sementara saya mestinya bisa turun di perempatan Tamansari. Tinggal jalan kaki sebentar, menyusuri kampung njero beteng (kampung yang berada di dalam tembok kraton). Begitu keluar beteng, sampailah di rumah.
Nah 'kan? Kalau dipikir-pikir kocak juga. Bus Jogja Heritage Track sudah berbaik hati mengantar hingga ke titik-titik yang dekat dengan domisili kami. Lha kok kami malah setia ikut ke utara nun jauh di sana, lalu balik lagi ke selatan. Kembali mengarungi kemacetan kota di kala sore.
Begitulah kenyataan. Pilihan untuk setia acap kali memang karena terpaksa. Seperti yang kami lakukan itu. Terpaksa setia karena sepeda motor kami tak mungkin bisa pulang sendiri. Hehehe ....
PENUTUP
Setelah selamat dari belitan kemacetan kota, si merah Malioboro akhirnya sukses memasuki gang beraspal yang menuju ke titik kumpul/titik keberangkatan tadi. Bersamaan dengan berhentinya bus tersebut di area parkir Kantor JTTC, berakhirlah tur Sumbu Filosofi yang menyenangkan itu.
Tentu saat turun dari Bus Jogja Heritage Track wawasan kami mengenai Sumbu Filosofi telah bertambah. Kami pun siap mendukung Sumbu Filosofi menuju Warisan Dunia.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H