Namanya juga jalan-jalan pintar melintasi sejarah. Pastilah tak sama dengan jalan-jalan pada umumnya. Bahkan sejarah yang dilintasi pun spesifik, yaitu tentang Sumbu Filosofi dan Cagar Budaya.
Jadi, rute Jalan-jalan Pintar Melintasi Sejarah Tentang Sumbu Filosofi dan Cagar Budaya terbatas pada tempat-tempat yang merupakan elemen Sumbu Filosofi. Tujuannya pastilah untuk sosialisasi ke khalayak ramai mengenai Sumbu Filosofi.
Lalu, Sumbu Filosofi itu apa?
Secara ringkas, Sumbu Filosofi adalah konsep penataan tata ruang Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang disusun berdasarkan daur hidup manusia. Daur hidup manusia yang dimaksud berupa kelahiran (sangkan), pernikahan (kedewasaan), dan kembali kepada Sang Pencipta (paran). Yang semuanya membentuk tata nilai Sangkan Paraning Dumadi.
Nah. Konsep Sumbu Filosofi tersebut oleh Sri Sultan Hamengku Buwana 1 diwujudkan ke dalam bentuk bangunan-bangunan Panggung Krapyak, Â Kraton Yogyakarta, dan Tugu Golong Gilig (Tugu Pal Putih). Ketiganya merupakan atribut utama Sumbu Filosofi dan berada pada satu garis lurus. Yang pastinya masing-masing menyimbolkan makna-makna tertentu.Â
Alhasil, acara Jalan-jalan Pintar Melintasi Sejarah Tentang Sumbu Filosofi dan Cagar Budaya pun dimulai dari Panggung Krapyak (tenar pula dengan sebutan Kandang Menjangan), melintasi Kraton Yogyakarta, dan diakhiri di Tugu Golong Gilig.
Plus tentunya ...
Melintasi sejumlah area penyangga Sumbu Filosofi. Area penyangga yang dimaksud adalah ruas jalan Gebayanan, Plengkung Nirbaya (lebih populer disebut Plengkung Gading), alun-alun kidul (alkid) Kompleks Pemandian Tamansari, Pasar Ngasem, Plengkung Jagasura, alun-alun lor (altara), dan Ingkang Kagungan Ndalem Masjid Gedhe Kauman.
Sudah pasti sesuai aturan berlalu lintas, kami tidak lanjut ke utara (ke Jalan Malioboro) ketika tiba di perempatan Titik Nol. Jangan lupa. Kami tidak literary berjalan, tetapi naik sepeda motor. Sementara arus lalu lintas di Jalan Malioboro hanya satu arah, yaitu ke arah selatan.