Mohon tunggu...
Agustina Purwantini
Agustina Purwantini Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Aktif pula di blog pribadi www.tinbejogja.com

Pada dasarnya full time blogger, sedang belajar jadi content creator, kadang jadi editor naskah, suka buku, dan hobi blusukan ke tempat unik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jalan-Jalan Pintar Melintasi Sejarah tentang Sumbu Filosofi dan Cagar Budaya

8 September 2022   21:54 Diperbarui: 8 September 2022   22:11 755
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peta rute JJP/Dokpri Agustina

Jalan-jalan pintar melintasi sejarah? Seperti apa bentuk jalan-jalannya? Apa pula yang dimaksud dengan Sumbu Filosofi? Siapa penyelenggaranya? Siapa pesertanya?

O, baiklah. Mari simak cerita saya berikut. Kebetulan saya bisa ikut terangkut sebagai peserta jalan-jalan pintar tersebut. Namun sebelumnya, izinkan saya menjabarkan beberapa hal terkait supaya Anda sekalian lebih paham dengan cerita saya nanti.

Begini ...

Pada tanggal 31 Agustus 2022 lalu, genap 10 tahun pengesahan UU Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Yogyakarta. UU ini menegaskan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai provinsi yang mempunyai keistimewaan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Adapun kewenangan istimewa itu meliputi tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas dan wewenang gubernur dan wakil gubernur, kelembagaan pemerintahan daerah DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta), kebudayaan, pertanahan, dan tata ruang.

UU Nomor 13 Tahun 2012 tersebut ditetapkan pada tanggal 31 Agustus 2012. Kemudian diundangkan pada tanggal 3 September 2012. Yang berarti sejak saat diundangkan itulah UU tentang Keistimewaan Yogyakarta mulai berlaku.

Kini, pada tahun 2022 sekarang, pemberlakuannya telah genap berjalan 10 tahun.

Nah. Dalam rangka memperingati dan menyemarakkan satu dekade pengesahan keistimewaan itu, Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY menyelenggarakan serangkaian acara. Salah satunya Jogja World Heritage Week (JWHW) 2022.

JWHW yang baru pertama kali digelar itu pun sesungguhnya oleh pemda DIY difungsikan sebagai agenda pendukung, dalam proses pengajuan Sumbu Filosofi menjadi Warisan Dunia. Itulah sebabnya JWHW 2022 bertema Sumbu Filosofi Menuju Warisan Dunia. 

Adapun UNESCO, selaku pihak yang diberi pengajuan, telah pula melakukan visitasi sekaligus penilaian. Dalam hal ini, UNESCO mengutus Mr. Vasu Poshyanandana sebagai perwakilannya untuk datang ke Yogyakarta, pada Agustus lalu. Sebelum JWHW dimulai.

Sementara JWHW-nya berlangsung sejak tanggal 30 Agustus - 5 September 2022. Terdiri atas beberapa acara dan salah satunya Jalan-jalan Pintar Melintasi Sejarah Tentang Sumbu Filosofi dan Cagar Budaya.

Namanya juga jalan-jalan pintar melintasi sejarah. Pastilah tak sama dengan jalan-jalan pada umumnya. Bahkan sejarah yang dilintasi pun spesifik, yaitu tentang Sumbu Filosofi dan Cagar Budaya.

Jadi, rute Jalan-jalan Pintar Melintasi Sejarah Tentang Sumbu Filosofi dan Cagar Budaya terbatas pada tempat-tempat yang merupakan elemen Sumbu Filosofi. Tujuannya pastilah untuk sosialisasi ke khalayak ramai mengenai Sumbu Filosofi.

Lalu, Sumbu Filosofi itu apa?

Secara ringkas, Sumbu Filosofi adalah konsep penataan tata ruang Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang disusun berdasarkan daur hidup manusia. Daur hidup manusia yang dimaksud berupa kelahiran (sangkan), pernikahan (kedewasaan), dan kembali kepada Sang Pencipta (paran). Yang semuanya membentuk tata nilai Sangkan Paraning Dumadi.

Nah. Konsep Sumbu Filosofi tersebut oleh Sri Sultan Hamengku Buwana 1 diwujudkan ke dalam bentuk bangunan-bangunan Panggung Krapyak,  Kraton Yogyakarta, dan Tugu Golong Gilig (Tugu Pal Putih). Ketiganya merupakan atribut utama Sumbu Filosofi dan berada pada satu garis lurus. Yang pastinya masing-masing menyimbolkan makna-makna tertentu. 

Panggung Krapyak/Dokpri Agustina
Panggung Krapyak/Dokpri Agustina

Alhasil, acara Jalan-jalan Pintar Melintasi Sejarah Tentang Sumbu Filosofi dan Cagar Budaya pun dimulai dari Panggung Krapyak (tenar pula dengan sebutan Kandang Menjangan), melintasi Kraton Yogyakarta, dan diakhiri di Tugu Golong Gilig.

Plus tentunya ...

Melintasi sejumlah area penyangga Sumbu Filosofi. Area penyangga yang dimaksud adalah ruas jalan Gebayanan, Plengkung Nirbaya (lebih populer disebut Plengkung Gading), alun-alun kidul (alkid) Kompleks Pemandian Tamansari, Pasar Ngasem, Plengkung Jagasura, alun-alun lor (altara), dan Ingkang Kagungan Ndalem Masjid Gedhe Kauman.

Sudah pasti sesuai aturan berlalu lintas, kami tidak lanjut ke utara (ke Jalan Malioboro) ketika tiba di perempatan Titik Nol. Jangan lupa. Kami tidak literary berjalan, tetapi naik sepeda motor. Sementara arus lalu lintas di Jalan Malioboro hanya satu arah, yaitu ke arah selatan.

Jadi, kami berbelok ke kanan. Sesampainya di perempatan Gondomanan kemudian belok ke kiri, menyusuri Jalan Mataram. Hingga akhirnya melintasi Kawasan Kotabaru dan tembus ke Jalan Sudirman, lalu belok kiri (ke arah barat).

Yup! Tugu Yogyakarta yang tenar dan dirindukan banyak wisatawan itu pun telah tampak di depan mata. Berarti saatnya kami berhenti. 

Peserta Slot 3 dan pemandu/Dokpri Agustina
Peserta Slot 3 dan pemandu/Dokpri Agustina

Sebagaimana saat di Panggung Krapyak, yakni sebelum memulai jalan-jalan pintar, pemandu memberikan penjelasan panjang lebar. Kalau tadi fokus mengenai Panggung Krapyak, sekarang fokus mengenai Tugu Golong Gilig.

Telah saya jelaskan bahwa Jalan-jalan Pintar Melintasi Sejarah Mengenai Sumbu Filosofi dan Cagar Budaya adalah salah satu acara dari Jogja World Heritage Week (JWHW). Berarti ada acara lainnya 'kan?

Adapun acara lainnya adalah Seminar (dilaksanakan setelah Pembukaan JWHW di Gedung Eks KONI Museum Sonobudoyo), Penyelenggaraan Panorama 360 Jogja Tempo Dulu (masing-masing di Kwasan Panggung Krapyak dan Taman Diorama Tugu Golong Gilig), dan Pertunjukan Video Mapping Sumbu Filosofi (saat Penutupan JWHW di Panggung Krapyak).

Karena peserta jalan-jalan pintar melakukan start di Panggung Krapyak dan finish di Tugu Golong Gilig, automatis sekalian bisa ikut menikmati apa yang disuguhkan oleh Penyelenggaraan Panorama 360 Jogja Tempo Dulu.

Kebetulan Penyelenggaraan Panorama 360 Jogja Tempo Dulu punya jadwal yang sama dengan Jalan-jalan Pintar Melintasi Sejarah Tentang Sumbu Filosofi dan Cagar Budaya. Kedua acara yang terangkum dalam JWHW 2022 itu berlangsung tanggal 1 September - 5 September.

Perlu diketahui, Panorama 360 Jogja Tempo Dulu adalah fasilitas melihat panorama tiga dimensi Jogja tempo dulu. Dalam hal ini, sesuai dengan lokasi penyelenggaraannya, yang bisa dilihat pengunjung adalah kondisi Panggung Krapyak dan Tugu Golong Gilig pada masa lalu. Melihatnya dengan kacamata VR (Virtual Reality). 

Melihat Tugu tempo dulu via kacamata VR/Dokpri Agustina
Melihat Tugu tempo dulu via kacamata VR/Dokpri Agustina


Secara umum acara jalan-jalan pintar dalam rangka sosialisasi Sumbu Filosofi tergolong sukses. Walaupun tak ada penggantian ongkos bensin dari Disbud DIY maupun Balai Pengelolaan Kawasan Sumbu Filosofi, antusiasme masyarakat untuk mengikutinya tinggi.

Kuota peserta terpenuhi dengan cepat sejak pelaksanaan hari pertama hingga hari terakhir (hari kelima). Amat mungkin panitia sampai menolak sejumlah pendaftar sebab tak ada lagi kuota tersisa.

Bukankah itu menunjukkan bahwa rasa ingin tahu masyarakat terhadap Sumbu Filosofi sangat besar?

Perlu diketahui, per hari ada lima grup yang melakukan jalan-jalan pintar. Tiap grup beranggotakan 10-12 orang. Jam pemberangkatan, yaitu dari Panggung Krapyak, paling awal pukul 10.00 WIB. Sementara yang paling akhir pukul 14.00 WIB.

Saya kebetulan mendapatkan jadwal pada hari terakhir dan masuk slot 3. Pas siang bolong jelang tengah hari dan matahari sedang garang-garangnya. Akibatnya, sampai malam sekujur tubuh ini serasa panas terbakar matahari. Syukurlah tidak sampai disertai sakit kepala.

Apakah saya menyesal karena kepanasan? Tentu tidak. Apakah jalan-jalan pintarnya menyenangkan? Hmm. Lumayanlah. Walaupun apa yang saya peroleh tidak sesuai ekspektasi, rasa senang itu tetap ada.

Mengapa? Karena saya bisa satu kloter (satu kelompok stateran motor) dengan empat anggota KJOG - Kompasianer Jogja. Jadinya seperti dolan bareng teman satu gengs, tapi difasilitasi pihak lain. Hehehe ....

Itu semacam rezeki nomplok, lho. Mengingat kami mendaftar secara mandiri. Perorangan. Bukan atas nama komunitas. Alhasil, acara jalan-jalan pintar hari terakhir slot 3 didominasi oleh KJOG.

O, ya. Saya merasa acara jalan-jalan pintar itu tidak sesuai ekspektasi karena para peserta tidak diajak singgah di Kraton Yogyakarta ataupun sekadar berhenti di alun-alun, baik yang kidul (selatan) maupun yang lor (utara).

Saya dan peserta lain yang terhimpun dalam slot 3 hari itu rupanya salah paham. Sama-sama berpikiran kalau kami bakalan sebentar-sebentar berhenti di titik-titik yang menjadi atribut utama Sumbu Filosofi, juga yang merupakan area pendukungnya.

Untunglah saja semua titik yang tak disinggahi itu sudah pernah saya pakai untuk pepotoan. Jadinya ya tidak kecewa-kecewa amat. Namun, bagi peserta lain yang sama sekali belum pernah singgah ya cukup bikin kecewa. Terlebih yang jauh-jauh datang dari luar kota.

Mungkin semacam kena prank? Hehehe .... Atau bisa jadi, karena yang dipakai kata "melintasi"? Bukan "mampir" atau "singgah".

Hmm. Bukankah nama acaranya Jalan-jalan Pintar Melintasi Sejarah Tentang Sumbu Filosofi dan Cagar Budaya? Jadinya ya betul-betul cuma melintas. Ah, entahlah.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun