"Bunda, lihat ini. Temanku berhasil merekam Pak Jokowi dengan jelas dari jendela kamarnya."
Anak saya menyodorkan HP, memperlihatkan WA Story temannya. Dengan antusias saya menonton WA Story tersebut.Â
Di layar, tampak presiden sedang membagikan angpo Lebaran kepada para tukang becak. Lokasinya di depan Pasar Ngasem.
"Beruntung temanmu, Nak. Tinggal nangkring di lantai dua rumahnya bisa melihat presiden dari dekat. Tak perlu berdesakan dalam kerumunan."
"Iya. Ia senang banget karena memang sudah lama ingin melihat Pak Jokowi secara langsung."
Tak berselang lama tatkala buka-buka Instagram, melintaslah Story seorang teman yang isinya sama dengan WA Story teman anak saya. Cuma beda sudut pengambilan gambar.
Seketika saya merespons, "Waaah. Beruntung bangeeet. Itu pas kamu lewat, ya?"
O la la! Rupanya teman saya sekadar membagikan video rekaman ibunya. Iya, ibunyalah yang berhasil mendokumentasikan aktivitas Pak Jokowi di Pasar Ngasem. Gaul dan kekinian ya, ibunya?Â
Usut punya usut, ibunya memang berkeinginan untuk bertatap muka dengan presiden. Salah satu upayanya adalah mengajak berangkat salat Idulfitri di alkid lebih awal, tatkala mendapatkan kabar bahwa Pak Jokowi bakalan melaksanakan salat Idulfitri di tempat tersebut.
Eh? Malah atas kuasa-Nya, keinginan itu terwujud saat jelang malam takbiran. Â
SELIWERAN DALAM SUNYI
Gara-gara WA Story dan IG Story tersebut, saya kemudian mencari-cari informasi terkait aktivitas Pak Jokowi selama berada di Yogyakarta. Rupanya beliau tiba di Gedung Agung pada tanggal 30 April hingga 4 Mei.
Tentu selama itu aktivitasnya bermacam-macam. Berhubung rebahan melulu, saya sampai tidak tahu. Eh, sebentar ....
Jarak tempat tinggal saya dan Gedung Agung cuma sepelemparan batu. Sebelah utara, timur, selatan, dan barat kampung merupakan jalan utama yang ramai. Kalau ada pawai atau konvoi kendaraan bersirine pasti tahu dari kegaduhan suaranya.
Berarti ketika seliwar-seliwer dari Gedung Agung menuju entah ke mana, beliau makgluwer gitu aja. Buktinya ketenangan rebahan saya tak terganggu, bahkan ketika beliau menuju kraton dan Pasar Ngasem yang berlokasi di selatan kampung tempat tinggal saya.
Asyik dan tak mengganggu tidur siang rakyat, sih. Namun, dampaknya rakyat kurang ngeh kalau presidennya sedang seliweran. Jadinya ya acuh tak acuh.
P3J (PARA PENUNGGU PAK JOKOWI)
Setelah tahu informasi terkait keberadaan Pak Jokowi di Yogyakarta, sebagai tetangga dekat Gedung Agung saya merasa penasaran dengan nasib baik orang-orang yang sukses memvideokannya. Kalau mereka yang tinggalnya jauh dari istana saja bisa, yang tetanggaan dengan istana mestinya juga bisa.
Kemudian saya ajaklah duo partner in crime untuk ikutan lihat-lihat situasi di sekitaran Gedung Agung selama presiden di Yogyakarta. Terlebih ada kabar bahwa Jan Ethes pun akan datang dari Solo. Wuaaa! Ini dia sebetulnya target utama perburuan saya.
Yup! Duo partner in crime ternyata mau dan ada waktu. Kalau sekadar mau tanpa ada waktu ya sama saja bohong 'kan?
Alhasil, pada siang bolong sekitar pukul satu, pada Lebaran hari pertama, kami janji ketemuan dengan tikum depan Gedung Agung. Saya yang pertama kali tiba di tikum sedikit bingung cari tempat duduk.
Pancaran matahari yang amat garang saat itu membuat khalayak enggan duduk di bangku-bangku yang tak teduh. Sementara bangku di tempat teduh telah penuh.Â
Iya, penuh. Saya tak menyangka kalau ternyata banyak orang yang seide dengan kami. Malah berwisata ke Titik Nol pada saat Lebaran.
Setelah celingukan sekali lagi, akhirnya saya menemukan tempat yang tidak begitu panas untuk duduk. Kurang nyaman, tetapi ya mau bagaimana lagi? Sudah begitu di dekatnya ada polisi dan penjaga keamanan lain.
Tak ada pilihan. Jadi, saya berusaha cuek ngejogrok di situ sampai duo partner in crime tiba.Â
Lagi pula, rupanya para penjaga keamanan tidaklah rewel. Bukan tipe yang dikit-dikit nyuruh khalayak menjauh dari area pita kuning. Enjoy dan santuy pokoknya.
Mungkin para penjaga itu malah senang ditemani masyarakat sehingga tidak merasa gabut. Tingkah polah masyarakat umum 'kan dinamis (baca: ajaib) selama menunggu kemunculan Pak Jokowi.
Ada yang duduk terpekur seperti kepikiran utang negara. Ada pula yang sembari bercanda dengan anak balitanya. Yang terbanyak pastilah yang menunggu sembari pepotoan, baik saling motret dengan temannya maupun berswafoto.
Nah 'kan? Sejauh pengamatan saya tatkala itu tak ada wartawan, reporter, fotograger, ataupun content creator yang pepotoan. Kalau kompasianer sih, ada. Di bawah ini buktinya. Hahaha!
Kalau dipikir-pikir, sungguh setia anggota P3J itu. Terutama yang dari kalangan rakyat biasa. Bisa-bisanya tahan menanti sesuatu yang tak pasti. Kemunculan Pak Jokowi tidak tentu jamnya, lho. Sementara fitrah menunggu adalah membosankan.
Namun berbekal rumusan  bahwa dunia penuh kemungkinan,  manusia pun menjadi wajib berikhtiar demi meraih cita-citanya. Jika ingin memiliki sesuatu atau berhasil  mencapai/melakukan sesuatu ya wajib berusaha. Termasuk kalau ingin melihat Pak Jokowi dari dekat. Harus ikhlas menunggu kesempatan.
Jangankan sebagai rakyat jelata dari kalangan biasa, yang tak punya akses khusus untuk bertemu presiden. Yang berprofesi sebagai wartawan, reporter, fotografer, atau content creator pun mesti setia menunggu momentum Pak Jokowi muncul.
Entah munculnya pakai mobil karena hendak bepergian ke suatu acara atau sebaliknya, saat beliau datang entah dari mana.Â
Yang paling dinanti tentu ketika Pak Jokowi beraktivitas di halaman Gedung Agung. Lebih-lebih kalau bersama para cucu. Terkhusus sang cucu sulung, Jan Ethes.
Jangan salah. Fans berat Ethes yang tergabung dalam P3J juga banyak. Tak hanya dari kalangan dewasa, tetapi juga dari kalangan anak-anak sebayanya. Salah satunya Dek Chacha, kenalan baru saya siang itu, yang ingin sekali berjumpa dengan Ethes.
HASIL TAK MENGKHIANATI USAHA
Setelah sesiangan hingga sore menunggu, sampai baterai HP habis, Alhamdulillah Pak Jokowi muncul juga. Tatkala itu beliau pulang dari kraton. Usai bersilaturahmi dengan Sultan HB X.
Sebagian anggota P3J sukses melihat Pak Jokowi dari dekat, bahkan beruntung mendapatkan kaus. Sebagian lainnya hanya bisa memandangi mobilnya dari kejauhan. Saya dan duo partner in crime termasuk ke dalam golongan terakhir ini.
Apa boleh buat? Kami salah posisi. Terlalu ke selatan, sedangkan rombongan Pak Jokowi memasuki kompleks Gedung Agung dari pintu samping.
Ya sudahlah. Bahkan hendak memotret mobilnya dari jauh pun, saya tak bisa. HP lowbatt.Â
Kiranya inilah yang namanya belum berjodoh. Serupa dengan nasib Dik Chacha yang juga belum sukses melihat Jan Ethes secara langsung.
Sepertinya Ethes datang malam hari karena keesokan harinya, bersama Sedah Mirah, sudah muncul bersama Mbah Owi di halaman Gedung Agung. Hanya orang-orang yang mau balik lagi keesokan harinya yang beruntung melihat mereka.
Bagaimana dengan saya dan kawan-kawan? Hmm. Kami kurang gigih berjuang, padahal berdomisili dekat Gedung Agung. Jadi tak perlu dana, Â waktu, dan energi tambahan untuk menjadi anggota P3J.
Sementara orang-orang yang berhasil melihat Pak Jokowi dari dekat, bahkan mendapatkan kaus, amat serius bin gigih dalam mengupayakan hal itu.Â
Tak cukup sehari menunggunya dan ternyata sampai perlu menempuh perjalanan jauh dari kota asal ke Yogyakarta. Yang saya ketahui ada yang dari Cilacap dan Solo.
Tak salah lagi. Pesan moralnya, hasil memang tak bakalan mengkhianati usaha.
GRAB FOOD & GO FOOD
Pastilah banyak hal yang saya lihat dan rasakan selama nongkrong bersama khalayak penunggu Pak Jokowi. Ada yang mengesankan, ada yang biasa-biasa saja.
Salah satu yang mengesankan adalah kehadiran beberapa driver Grab dan Go-Jek. Mereka datang mengantar orderan makanan. Titik antarnya Museum Benteng Vredeburg, yang lokasinya tepat berseberangan dengan Gedung Agung.
Siapa yang order? Tak lain dan tak bukan, ya awak media yang stand by di situ. Entahlah dari media mana saja. Yang tampak mencolok mata hanya mobil Kompas TV. Hehehe ....
Pemandangan driver mengantar makanan itu menyadarkan saya, betapa dalam aktivitas menunggu yang terlihat pasif, ternyata ada roda perekonomian yang bergerak.Â
Yang mengorder tetap dapat fokus bekerja (baca: setia menunggu Pak Jokowi muncul). Yang mengantar orderan dan si penjual makanan mendapatkan pemasukan. Hmm. Mau tak mau bikin saya teringat Mas Nadiem, nih.
***
Demikian catatan ringan saya mengenai pengalaman membaur bersama anggota P3J (Para Penunggu Pak Jokowi). Â Semoga berfaedah dan menginspirasi. Minimal menghibur.
Salam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI