Apa tidak sibuk mendampingi anak sekolah daring? Tentu saja mendampingi. Namun, anak saya sudah mandiri dan jauh lebih paham peranti sekolah daring daripada saya. Jadi, ia sekadar butuh diingatkan dan dimotivasi bila sedang meredup semangatnya. Tidak perlu diajari tiap mata pelajarannya.
Hingga suatu pagi ....
Saya iseng membereskan rak buku anak. O la la! Rupanya banyak koleksi novelnya yang belum saya baca. Selanjutnya, saya pun teringat pada buku pinjaman yang belum sempat saya baca. Alhasil, saya terinspirasi untuk mengganti jalan ninja lagi. Rebahan saya coret tebal-tebal. Adapun gantinya: membacai buku-buku yang di masa sebelum pandemi tak kunjung sempat saya baca.Â
Syukurlah semangat hidup saya utuh lagi. Terlebih saya kemudian menyadari bahwa hasil pembacaan buku-buku tersebut bisa dijadikan tulisan pengisi blog.
Tema buku-buku tersebut beraneka rupa. Jenisnya pun ada yang fiksi, ada pula yang nonfiksi. Persamaannya, semua mentrasfer energi positif sehingga pikiran saya yang semula didominasi berita-berita tentang Covid-19, kemudian bergeser fokus ke tema-tema buku.
***
Novel Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono (SDD) yang saya baca ini terbitan Gramedia Pustaka Utama, Oktober 2019, cetakan ke-18. Laris, ya? Nama SDD memang magnet, kok. Jumlah halamannya 138. Tidak tebal, tetapi isinya sangat menuntut pembaca untuk berpikir.
Tepatnya memikirkan kembali mengenai keindonesiaan kita; melalui kisah cinta Sarwono dan Pingkan. Adapun Sarwono dan Pingkan merupakan pasangan beda agama beda suku bangsa. Nah! Tema berat begini berfaedah sekali dalam upaya mengusir kecemasan akibat pandemi.
Betapa tidak berat kalau dialog sepasang kekasih itu memaksa saya membongkar ingatan lama terhadap Musashi karya Eiji Yoshikawa? Juga terhadap  Abangan, Santri, Priayi dalam Masyarakat Jawa THE RELIGION OF JAVA karya Clifford Geertz. Ckckckck!
***