Mohon tunggu...
Agustina Purwantini
Agustina Purwantini Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Aktif pula di blog pribadi www.tinbejogja.com

Pada dasarnya full time blogger, sedang belajar jadi content creator, kadang jadi editor naskah, suka buku, serta hobi blusukan ke tempat heritage dan unik.

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Ada Apa dengan Sahur Ramadhan dan Kritikan Zaskia Adya Mecca?

1 Mei 2021   23:16 Diperbarui: 1 Mei 2021   23:40 648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Sahur identik dengan Ramadan. Begitu membaca/mendengar istilah 'sahur', serta-merta yang terbayang adalah situasi dan kondisi sahur saat Ramadan. Padahal, sahur pun ada (dilakukan) tatkala orang berpuasa sunnah. Yang berarti dilakukan di luar Ramadan.

Namun, mau bagaimana lagi? Sahur tampaknya memang lebih identik dengan puasa Ramadan, kok. Mungkin penyebabnya, puasa Ramadan dilaksanakan serentak oleh semua pemeluk agama Islam. Dalam durasi sebulan pula. Jadi, tak mengherankan kalau seolah-olah ada pernyataan 'Sahur itu ya sahur ketika Ramadan. Bukan yang lain'.

Ingat, seolah-olah. Hanya seolah-olah. Berarti bukan beneran. Yang benerannya, baik sahur selama Ramadan maupun di luar Ramadan, kedudukannya sama saja.

Hukum Sahur

Kompasianer sekalian pasti sudah mafhum bahwa sahur merupakan aktivitas yang hukumnya sunnah. Dalam arti, berpahala jika dilakukan. Kalaupun tidak dilakukan, tidak berdosa.

Rasulullah Muhammad SAW bahkan beberapa kali menjelaskan tentang sunnah makan sahur. Antara lain dalam hadis riwayat Bukhari Nomor 1923 dan Muslim nomor 1095 yang berbunyi sebagai berikut. Dari Anas bin Malik radhiyallahuanhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Makan sahurlah karena sesungguhnya pada sahur itu terdapat berkah."

Sementara dalam hadis riwayat Ahmad dijelaskan begini. Sahur adalah makanan yang penuh berkah. Oleh karena itu, janganlah kalian meninggalkannya sekalipun hanya dengan minum seteguk air. Karena sesungguhnya Allah dan para malaikat berselawat kepada orang-orang yang makan sahur.

Selain itu, Rasulullah Muhammad SAW memberikan tuntunan bahwa makan sahur sebaiknya diakhirkan. Dilaksanakan ketika waktu mendekati Subuh, tetapi bukan yang mepet-mepet banget. Kalau mepet-mepet banget sih namanya kesiangan bangun dan sahurnya pasti dilakukan secara gedubrakan.

Jadi, wahai engkau yang terbiasa sahur di tengah malam sebelum tidur, mari ubahlah kebiasaan yang tidak nyunnah itu. Kalau takut kesiangan bangun buat sahur, berusahalah tidur lebih awal. Jangan begadangan melulu tiap malam.

Tradisi Sahur Saya Tiap Ramadan

Entah mengapa dari tahun ke tahun, saya selalu punya minimal satu hari gagal sahur. Macam penyakit tahunan saja, deh. Padahal, saya sudah mati-matian berjuang untuk selalu bisa bangun sekitar pukul dua dini hari. Selarut apa pun berangkat tidurnya.

Iya, mati-matian berjuang beneran. Saya ini 'kan penganut prinsip "harus sahur'. Lah gimana? Kalau tidak sahur bawaannya lemah lunglai sepanjang hari. Terlebih kalau makan sahur bakalan dapat pahala. Wuih. Aktivitas yang sungguh menguntungkan secara duniawi dan ukhrawi kok ditinggalkan.

Maka saya selalu  memasang alarm keras-keras pada pukul satu, setengah dua, dan dua dini hari. Sengaja beruntun agar probabilitas terbangunnya tinggi. Hahaha!

Selain itu, sebelum membaringkan diri saya sengaja menyetel radio dan memilih saluran RRI. Dalam rancangan saya, bunyi radio akan mempercepat terkumpulnya kesadaran saya begitu membuka mata gara-gara dikagetkan bunyi alarm.  

Mengapa RRI? Karena RRI mengudara 24 jam. Program acaranya pun tidak melulu lagu-lagu. Jadi alasannya bukan sebab NKRI harga mati, ya.

O, ya. Pada masa kecil hingga SMA di kampung halaman, saya tak perlu serepot sekarang untuk bangun sahur. Saya tinggal mengandalkan panggilan orang-orang yang keliling kampung untuk bangunin sahur dengan cara memukuli klotekan. Namun, saat mulai tinggal di Yogyakarta, saya tidak pernah menjumpai sahur klotekan serupa itu.

Sewaktu tinggal di perbatasan wilayah Kota Yogyakarta dan Bantul, grup klotekan pembangun sahur sempat ada namun mereka seperti enggak niat. Hanya berkeliling beberapa hari. Tak saban hari selama Ramadan.

Saya merasakan dari tahun ke tahun makin tidak ada yang klotekan saat sahur. Tahun-tahun belakangan hanya ada yang memukuli tiang listrik sambil teriak 'sahur, sahuur'. Atau, ada ajakan untuk bersantap sahur dari toa masjid. Hmm. Apakah karena sekarang saya tinggal di pemukiman tengah kota? Bisa jadi.

Zaskia Adya Mecca, Sahur, dan Toa Masjid 

Ada apa dengan Zaskia Adya Mecca? Apa hubungannya dengan tulisan ini, beserta sahur dan toa masjid? Begini. Tempo hari dia memberikan kritikan perihal cara membangunkan orang sahur dengan menggunakan toa masjid.

Zaskia beranggapan bahwa panggilan sahur yang didengarnya tidak lucu, tidak etis, dan mengganggu orang lain. Kebetulan posisinya saat mendengarkan itu sedang tertidur kelelahan dan panggilan sahur pun mengagetkan bayinya.  

Berhubung dia artis, tanggapan warganet pun beragam. Ada yang bernada positif, ada pula yang negatif. Terlebih media daring ikut-ikutan memberitakan dan seperti biasa dibuat narasi yang lebih dramatis ketimbang kondisi aslinya. Hingga terjadilah polemik terkait tatacara dan tradisi membangunkan sahur.

Alhamdulillah sekarang polemik berakhir. Tepatnya dihentikan oleh Zaskia dengan cara menemui sosok yang melakukan panggilan sahur yang dikritiknya

Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Musala 

Sebenarnya, adakah aturan penggunaan toa di masjid? Ternyata ada. Sejak tahun 1978 Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama telah mengeluarkan tuntunan penggunaan pengeras suara. Instruksi tersebut tertuang dalam KEP/D/101/1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Musala.

Sayang sekali tampaknya kurang sosialisasi, ya?

Dalam hal panggilan sahur, masing-masing takmir masjid mestinya juga tegas mengatur penggunaan toa (alat pengeras suara).  Durasi penggunaannya dibatasi. Tidak boleh sekehendak hati. Kondisi masyarakat setempat wajib dipertimbangkan. Semacam mempertimbangkan kearifan lokal lah ya.

Demikianlah adanya. Tradisi membangunkan sahur adalah perbuatan baik. Maka mesti dilakukan cara-cara yang baik dan santun. Tujuannya supaya keutamaan dan keberkahannya terjaga. Kompasianer setuju 'kan?

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun