Mohon tunggu...
Agustina Purwantini
Agustina Purwantini Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Aktif pula di blog pribadi www.tinbejogja.com

Pada dasarnya full time blogger, sedang belajar jadi content creator, kadang jadi editor naskah, suka buku, serta hobi blusukan ke tempat heritage dan unik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Manuskrip Rampasan Geger Sepehi Dipulangkan, PR Kita pun Menghadang

5 April 2019   22:26 Diperbarui: 5 April 2019   22:46 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

O, ya. Alat tulis boleh dibawa masuk. Jadi, kita bisa mencatat secara manual penjelasan-penjelasan yang disampaikan oleh para pemandu pameran. Nah, lho. Pameran ini memang keren. Bisa sekaligus mengajak pengunjung untuk sejenak bernostalgia dengan budaya mencatat pakai pena dan kertas. Ada benang merahnya 'kan? 

Manuskrip Itu Bukti Bahwa Nenek Moyang Kita Keren
Sejak paragraf pertama saya sudah menyatakan bahwa pameran ini menarik. Hingga Anda sekalian pasti bertanya-tanya. Semenarik apa? Koleksi manakah yang terutama membuatnya menarik? 

Menurut saya, seluruh manuskrip dan koleksi nonmanuskrip yang dipamerkan punya daya pikat masing-masing. Sebab faktanya, dari tiap koleksi yang dipajang kita bisa belajar banyak hal. Terutama yang berkaitan dengan budaya Jawa. Yang lebih spesifiknya tentang budaya Jawa ala Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat. 

Minimal, usai mengunjungi pameran ini kita jadi sadar bahwa manusia-manusia Indonesia tempo doeloe bukanlah manusia-manusia yang tak memiliki peradaban. Bukan pula manusia-manusia yang buta huruf. Buktinya, mereka mewariskan sekian banyak manuskrip yang isinya membahas aneka macam perkara. Sementara manuskrip pastilah disusun dengan aksara. 

Nah, lho. Dengan fakta-fakta serupa itu, masihkah kita berani mengatakan bahwa nenek moyang kita buta huruf? Buta huruf aksara latin mungkin iya. Tapi pastinya, manuskrip-manuskrip yang ada merupakan bukti bahwa nenek moyang kita tidak buta huruf aksara Jawa kuno. 

Jangan pula kemudian berkomentar, "Ah, hanya tahu aksara Jawa kuno. Di mana letak kerennya? Apa pula manfaat manuskrip-manuskrip itu?" 

Lhadalah! Kalau memang tak ada nilainya, tentulah Gubernur Jendral Raffles dalam Geger Sepehi (1812) tidak memerintahkan para serdadunya untuk merampas ratusan judul manuskrip milik Keraton Yogyakarta. Yang selanjutnya, ratusan judul manuskrip itu diangkut ke daratan Inggris Raya sana. Hingga hari ini. Lebih dari dua abad kemudian. 

Sekilas Mengenai Peristiwa Geger Sepehi
Geger Sepehi adalah sebuah peristiwa memilukan sekaligus memalukan bagi Sri Sultan HB ll. Peristiwa tersebut telah menjadi lembaran kelam dalam perjalanan sejarah Keraton Yogyakarta. Betapa tidak? Tatkala itu isi Keraton Yogyakarta dikuras habis-habisan. Mulai dari kekayaan material (uang dan segala rupa perhiasan/benda berharga lainnya) hingga kekayaan intelektual (manuskrip, lukisan) dirampas tanpa ampun. 

Sampai-sampai raja yang berkuasa saat itu, Sri Sultan HB Il, mesti keluar istana dalam kondisi compang-camping. Konon kancing baju kebesarannya (yang terbuat dari logam mulia) pun ikut dijarah. Sungguh mengenaskan toh? 

Lalu, siapa yang meluluhlantakkan Keraton Yogyakarta dalam Geger Sepehi? De facto, serdadu Sepehi (Sepoy, India) beserta serdadu Inggris dan serdadu Eropa lainnya adalah pelaku di lapangan. Namun de yure, Gubernur Jendral Raffles adalah sosok yang bertanggung jawab atas peluluhlantakan Keraton Yogyakarta.  

Mengapa Raffles menyerbu Keraton Yogyakarta dengan sedemikian brutal? Sebab ia kecewa dan gusar pada Sri Sultan HB II yang menolak menyerahkan tahta. Alih-alih menyerahkan tahta. Sekadar diajak bekerja sama pun tak mau. Apa boleh buat? Sebuah penolakan memang selalu menerbitkan kekecewaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun