Nahdlatul Ulama adalah organisasi nasionalis Islam yangÂ
memiliki banyak peran penting dalam mencapai kemerdekaan Indonesia. Salah satu kontribusi organisasi ini hadir dalam Resolusi Jihad. Resolusi jihad lahir sebagai jawaban atas ketidakpastian yang melanda para pemimpin Indonesia dalam menghadapi para penjajah.Â
Melalui Resolusi Jihad, para santri dan pejuang kemerdekaan berhasil mengalahkan pasukan Sekutu dari Indonesia. Resolusi jihad umumnya berisi dua kategori jihad.Â
Pertama, fardhu ain untuk semua orang yang berada dalam radius 94 km dari pusat pendudukan penjajah. Kedua, fardlu kifayah untuk penghuni yang berada di luar radius tersebut.Â
Namun, dalam kondisi dan keadaan darurat tertentu, status dapat ditingkatkan menjadi fardhuain. Resolusi jihad dianggap sebagai keputusan strategis dan sangat bernilai dalam memberikan dukungan moral kepada para pemimpin bangsa dan memicu patriotisme santri, rakyat, dan ulama dalam revolusi fisik melawan penjajah.Â
Para ulama meninggalkan pesantren, memimpin perlawanan hingga tetes darah terakhir dan memberikan komando di depan santri. Resolusi Jihad adalah manifesto dari nasionalisme ulama Indonesia dan menunjukkan pentingnya peran ulama dalam menegakkan pembangunan kemerdekaan Indonesia yang baru saja dibangun oleh para pendiri bangsa.Â
Keberadaan fatwa ini menandakan bagaimana kyai dan santri tidak hanya memahami masalah agama, tetapi juga menguasai masalah nasional dan memainkan peran aktif dalam memberikan solusiÂ
strategis untuk masalah yang ada. Ada dua dampak strategis pada resolusi jihad untuk kehidupan berbangsa dan bernegara. Pertama, menegaskan kedaulatan Indonesia sebagai bangsa yang merdeka dari segala bentuk penjajah di tanah air Indonesia. Kedua, mempersatukan kesatuan para pejuang untuk memenangkan kemerdekaan dan di kemudian hariÂ
melahirkan Tentara Nasional Indonesia.Â
membicarakan kiprah kebangsaan salah satuÂ
ulama terbaik Indonesia, KH Hasyim Asyari akan selaluÂ
bersinergis dengan kehidupannya yang berlatar belakangÂ
pesantren, perannya sebagai seorang kyai, aktivitasÂ
politiknya dalam pergerakan kemerdekaan IndonesiaÂ
melalui NU dan nilai strategisnya yang memberikan banyak sekali inspirasi untuk santri-santrinya. Dalam kesempatan ini, makalah yang disajikan penulis berusaha fokus kepada peran kebangsaan dan keumatan KH Hasyim Asyari khususnya berkaitan dengan Resolusi Jihad yang mampu menggerakkan ulama, santri dan rakyat Indonesia mengusir penjajah Inggris dan Belanda dari bumi Indonesia.
Dalam lingkungan pesantren, terutama pesantren NUÂ
ketiga fungsi itu sejatinya melekat dalam konsep AhlusÂ
Sunnah Wal Jamaah (ASWAJA). ASWAJA ini memilikiÂ
beberapa prinsip fundamental seperti tawasuth (moderat), tasamuh (toleran), tawazzun (seimbang) dan taaddul (keadilan) Prinsip ini merupakan pijakan dasar sehingga lahir produk pemikiran keagamaan yang memiliki fleksibilitas sehingga mudah dijalankan secara baik oleh pengikutnya (Munawir, 2016) Sejak dulu sampai sekarang nilai mendasar itu terbukti mampu bertahan dan beradaptasi dengan baik dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Islam tradisional yang memadukan ajaran agama dan kearifan lokal mampu bersinergi dengan baik sehingga masyarakat mudah melakukan penerimaan dengan baik.Â
Jika merunut masa awal kelahirannya, pesantren memang ditujukan sebagai tempat belajar ilmu agama Islam. Ini sudah mulai terjadi sejak Wali Songo mendirikan pesantren sebagai lembaga pendidikan tradisional untuk menyebarkan agama Islam. Pesantren dianggap efektif untuk transfer pengetahuan sekaligus nilai positif ajaran Islam yang mengacu kepada Al-Quran, Hadist dan kesepakatan para ulama yang sudah teruji kesalihan dan kedalaman ilmu agamanya.Â
Tapi dalam perkembangannya santri tidak dibatasi pengetahuan agama semata, melainkan juga diajarkan mengenai prinsip dan paham kebangsaan sebagai bekal untuk berkhidmat kepada bangsa dan negara kelak. Pada titik inilah dapat dikatakan nasionalisme kaumÂ
santri tumbuh subur dan memegang peranan besar dalam mencapai cita-cita Indonesia merdeka. Pesantren menjadi asset melatih kecerdasan spritualitas sekaligus membangun kesadaran kolektif sebagai manusia politik, yang berpolitiknya mengarah kepada cita-cita persatuan umat Islam dan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Tokoh sentral di sebuah pesantrenÂ
adalah kiai yang memiliki peran dan fungsi sangat banyak. Seorang kyai adalah penjaga iman dan guru spiritual yang memiliki otoritas mutlak dalam memberikan pengetahuan agama baik fiqih, tauhiid, bahasa Arab, muamalah dan lainnya. Tapi realitasnya kadang ditemui kyai yang memiliki kompetensi keilmuan terbatas sehingga mengandalkan kharisma dalam menarik orang untuk mengikutinya. Seringkali tunduk kepada kemauan kyai dipercaya dapat memberikan berkah kepada paraÂ
pengikutnya. Suatu kebiasaan santri, jika bertemu seorang kiai, mencium tangan sang kiai, untuk menunjukkan perbedaan derajat di antara keduanya sekaligus mengharapkan berkahnya. Mematuhi kehendak kiai adalah suatu cara mendapatkan pahala, yang dapat menyelamatkannya di akhirat kelak.
Lemahnya pendidikan membuat masyarakatÂ
Indonesia mengalami krisis pengetahuan dan jatuh dalam jurang kebodohan. Hal ini menjadi sebuah alasan mengapa penjajah Belanda, Jepang dan Inggris mampu berkuasa di Indonesia. Mereka sukses memanfaatkan kebodohan masyarakat Indonesia dan kerasnya persaingan antar kerajaan di Nusantara, sehingga politik ada domba (devide etimpera) mudah dijalankan dengan baik. Dengan titik lemah tersebut, penjajah yang dilengkapi pengetahuan, taktik perang dan persenjataan yang canggih mampu menjajah Indonesia dalam jangka waktu yang lama.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI