Dalam Rangka Harlah Ke 96 Nahdlatul Ulama (NU)
Merdeka!
Ohoi, ucapkanlah lagi pelan-pelan
Merdeka
Kau 'kan tahu nikmatnya
Nyanyian kebebasan
Ohoi,
Lelaki boleh genit bermanja-manja
Wanita boleh sengit bermain bola
Anak muda boleh berkhutbah dimana-mana
Orang tua boleh berpacaran dimana saja
Ohoi,
Politikus boleh berlagak kiai
Kiai boleh main film semau hati
Ilmuwan boleh menggugat ayat
Gelandangan boleh mewakili rakyat
Ohoi,
Dokter medis boleh membakar kemenyan
Dukun klenik boleh mengatur kesejahteraan
Saudara sendiri boleh dimaki
Tuyul peri boleh dibaiki
Ohoi,
Pengusaha boleh melacur
Pelacur boleh berusaha
Pembangunan boleh berjudi
Penjudi boleh membangun
Ohoi,
Yang kaya boleh mengabaikan saudaranya
Yang miskin boleh menggadaikan segalanya
Yang di atas boleh dijilat hingga mabuk
Yang di bawah boleh diinjak hingga remuk
Ohoi,
Seniman boleh bersufi-sufi
Sufi boleh berseni-seni
Penyair boleh berdzikir samawi
Mubaligh boleh berpuisi duniawi
Ohoi,
Si anu boleh anu
Siapa boleh apa
Merdeka?
Puisi berjudul Nyanyian Kebebasan atawa Boleh Apa Saja karya KH Mustofa Bisri itu dibacakan oleh seniman muda asal Purbalingga, Yanuar "Gaman" Wahyudiana dengan penuh ekspresif. Pembacaan puisi tersebut menjadi pembuka acara Gelar Budaya yang diselenggarakan Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (LESBUMI) Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Purbalingga dalam rangka  memperingati Hari Lahir (Harlah) ke-96 NU. Kegiatan tersebut digelar di Bioskop Misbar Purbalingga, Komplek Taman Usman Janatin Purbalingga hari Sabtu malam (22/01/2022)Â
Pentas seni budaya selain diisi pembacaan puisi juga pentas teater, orasi budaya, musik religi, dan seni bela diri Pagar Nusa. Dalam orasi budayanya, KH Ahmad Muhdzir, ketua PCNU Purbalingga menyampaikan bahwa agama dan budaya memang dua hal yang berbeda. Akan tetapi perbedaan ini bukanlah hal yang perlu dibenturkan. Selanjutnya kiai Muhdzir mengatakan agama bukan untuk merusak budaya bahkan budaya bisa digunakan untuk siar agama. Dia berharap kegiatan seni budaya yang diselenggarakan Lesbumi itu perlu lebih sering digelar.
Pertunjukan utama pentas malam itu adalah pentas teater Lesbumi Purbalingga. Dengan mengambil latar belakang sejarah berdirinya NU, naskah yang disusun oleh Agustav Triono, sekretaris Lesbumi Purbalingga ini cukup berhasil menggambarkan kisah berdirinya organisasi Islam terbesar di Indonesia tersebut.
Trisnanto Budidoyo, ketua Lesbumi Purbalingga yang didapuk menjadi sutradara menyampaikan bahwa sejarah berdirinya NU cukup panjang jadi dia menggarap dengan meringkas bagian yang penting dan ditampilkan pengisah yaitu dalang. Para pemain yang terlibat yaitu Ikrom Rifai memerankan KH Hasyim Asy'ari, Agustav Triono memerankan KH As'ad Syamsul Arifin, Trisnanto Budidoyo memerankan KH Abdul Wahab Hasbullah, Aditya Verdiansyah memerankan santri serta Zulfikar sebagai dalang.
Penampil yang lain yaitu kolaborasi musikalisasi puisi yang apik oleh Ryan Rachman dan Arin Hidayat. Ryan yang juga ketua Katasapa Purbalingga ini membaca puisi yang berjudul Mahabbah sedangkan Arin Hidayat mengiringinya dengan petikan gitar. Selain itu ada penampilan yang atraktif dari seni bela diri Pagar Nusa Purbalingga. Menurut Ketua Lesbumi Purbalingga, Trisnanto Budidoyo, ke depan kegiatan pergelaran seni budaya semacam ini akan terus diselenggarakan Lesbumi Purbalingga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H