Mohon tunggu...
Agustanto Imam Suprayoghie
Agustanto Imam Suprayoghie Mohon Tunggu... Administrasi - Konsultan Komunikasi di Republik Ini

berusaha mendisiplinkan diri, dengan menjadi diri sendiri, bersikap lebih baik, selalu memandang bahwa tidak ada sebuah kelebihan tanpa kekurangan, dan tidak ada kesempurnaan tanpa kesalahan, masa depan adalah tantangan, dan itu harus ditaklukkan.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

PKH: Anak Cerdas, Miskin Tuntas!

20 Februari 2019   09:27 Diperbarui: 20 Februari 2019   09:56 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Satu dekade lebih PKH berjalan. Pemerintah mengklaim PKH berhasil tuntaskan  kemiskinan struktural di Indonesia. Bukan itu saja, PKH juga diklaim telah menghasilkan generasi-generasi cerdas Indonesia. Sehebat itukah PKH  di Indonesia?

PKH dan Sejarah Pendek-nya. 

Brazil dan Meksiko adalah negara pertama yang melaksanakan kebijakan cash conditional transfer (CCT), atau Program Bantuan Tunai Bersyarat. Keberhasilan pelaksanaan CCT di dua negara tersebut terpublikasi melalui jurnal-jurnal penelitian yang diterbitkan oleh lembaga-lembaga internasional. 

Termasuk salah satunya World Bank. Cerita dampak dari program ini diulas dalam laporan-laporan studi yang turut pula memuat bagaimana sistem CCT dikembangkan mulai dari awal implementasi kebijakan hingga kondisi terbaru. Salah satu buku tentang CCT, dapat diunduh melalui link ini. 

CCT di Indonesia mempunyai julukan baru; Program Keluarga Harapan (PKH). PKH di Indonesia, diluncurkan semenjak tahun 2007. Sebagai program rintisan (pilot) dengan unsur penelitian didalamnya, PKH menjadi program bantuan dana tunai bersyarat pertama di Indonesia. 

PKH dikelola Kementerian Sosial (Kemensos), dengan pengawasan ketat dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Kemensos selaku lembaga penanggung jawab implementasi program, sementara Bappenas menjadi pengawas yang memonitor jalannya program dan bagaimana program tersebut diimplementasikan.

Diawal kebijakan, pelaksanaan pilot PKH menunjukkan kemajuan yang lamban. Kelambanan nampak dari terbatasnya cakupan program (dalam pengertian jumlah keluarga maupun wilayah penerima manfaat). Melalui serangkaian diskusi panjang, di tahun 2010, Sekretariat Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), di Kantor Wakil Presiden, mulai mendorong perluasan cakupan PKH. 

PKH masuk ke dalam program prioritas penanggulangan kemiskinan di kluster pertama, dari tiga kluster yang ada (cek laman TNP2K). Otomatis, karena masuk dalam program prioritas, PKH harus diperluas daya jangkaunya. 

Perluasan ini nampak dari semakin besarnya jumlah keluarga yang harus dicover oleh PKH plus wilayah dari para penerima manfaat yang semakin luas. Perluasan ini berdampak pada penyelenggaraan program yang lebih efisien dan berdampak positif bagi penduduk miskin.

Semenjak 2012, data awal sasaran penerima PKH diambil dari basis data terpadu hasil PPLS 2011 yang dikelola TNP2K. Jika sebelumnya sasaran PKH berbasis Rumah Tangga, maka terhitung mulai 2014, sasaran PKH berubah menjadi berbasis Keluarga. dinamakan Keluarga Penerima Manfaat atau KPM. Adapun mereka yang berhak mendapatkan dana tunai PKH adalah keluarga yang didalamnya;

  • Memiliki ibu hamil/nifas/anak balita,
  • Memiliki anak usia 5-7 tahun yang belum masuk pendidikan dasar (anak pra sekolah),
  • Anak usia SD/MI/Paket A/SDLB berusia 7-12 tahun, 
  • Anak SLTP/MTs/Paket B/SMLB berusia 12-15 tahun, dan 
  • Anak 15-18 tahun yang belum menyelesaikan pendidikan dasar termasuk anak dengan disabilitas.

Seluruh keluarga di dalam satu rumah tangga berhak menerima bantuan tunai jika memenuhi kriteria kepesertaan program dan memenuhi kewajibannya. 

Persyaratan ini tergantung dari anggota keluarga yang menerima bantuan. Secara umum, persyaratan dibuat agar calon penerima bantuan dapat hadir di layanan kesehatan dan/atau di sekolah dengan akumulatif tingkat kehadiran 80-100%. 

Secara jangka pendek, PKH diharapkan mampu membantu mengurangi beban pengeluaran rumah tangga sangat miskin (dampak konsumsi langsung). Sementara, secara jangka panjang, dana tunai yang diberikan tersebut adalah investasi bagi generasi masa depan melalui peningkatan kesehatan dan pendidikan (dampak pengembangan modal manusia). 

Kombinasi bantuan jangka pendek & jangka panjang ini adalah strategi pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan bagi para penerima PKH ini selamanya.

PKH dinilai Bank Dunia  sebagai program yang efektif dan efisien untuk mengurangi kemiskinan serta menurunkan kesenjangan antarkelompok miskin. PKH juga dinilai sebagai program dengan tingkat efektivitas paling tinggi terhadap penurunan koefisien kemiskinan. 

Selain Bank Dunia, hasil penelitian lain yang dilakukan lembaga-lembaga internasional juga menunjukkan fakta bahwa PKH mampu mengangkat penerima manfaat keluar dari kemiskinan dan meningkatkan konsumsi keluarga. Bahkan, lebih luas lagi, PKH mampu mendorong para pemangku kepentingan di Pusat dan Daerah untuk melakukan perbaikan infrastruktur kesehatan dan pendidikan.

selama 12 tahun PKH diimplementasikan, penyempurnaan business process didalamnya dilakukan diantaranya dengan  penyempurnaan proses bisnis, perluasan target, dan penguatan program komplementer. Harus dipastikan bahwa KPM PKH mendapatkan subsidi BPNT, jaminan sosial KIS, KIP, bantuan Rutilahu, pemberdayaan melalui KUBE. 

Termasuk berbagai program perlindungan dan pemberdayaan sosial lainnya, agar keluarga miskin segera keluar dari kungkungan kemiskinan dan lebih sejahtera. Jadi, intervensi yang saling-silang pada KPM ini yang sebetulnya ikut berkontribusi dalam memberikan jaminan KPM PKH terputus dari jebakan kemiskinan struktural.

Pendidikan adalah Kunci

Menjelaskan relasi  kemiskinan dan pendidikan dalam kerangka teori dapat dipahami bahwa kemiskinan adalah hambatan bagi pencapaian pendidikan pada tingkat makro maupun mikro. Pada tingkat makro, negara miskin secara umum memiliki tingkat partisipasi pendidikan (enrolment rate) yang rendah. Sementara di level mikro, anak-anak dalam rumah tangga miskin cenderung sedikit mendapat pendidikan. 

Rendahnya pendidikan, keahlian dan ketrampilan, serta minimnya pengenalan terhadap teknologi adalah hambatan sumber daya manusia yang menjadi salah satu penyebab kemiskinan selain hambatan struktural, institusional, dan keadaaan sosial budaya. 

Pengabaian masalah-masalah manusia sebagai subyek dalam pengentasan kemiskinan diyakini sebagai penyebab kegagalan dalam mengatasi masalah kemiskinan, mengingat masyarakat golongan miskin bagaimanapun merupakan manusia dengan beragam masalah yang memerlukan solusi melalui suatu kebijakan. Hal ini yang kemungkinan besar menjadi dasar berpikir pemerintah untuk memfokuskan PKH pada masalah pendidikan.

Dari lima kriteria dasar penerima dana tunai PKH, empat kriteria menunjuk pada anak-anak, dengan masing-masing batasan usia. Jadi, selain diintervensi berbagai program, kelompok anak hingga remaja dalam KPM dijamin kepastiannya untuk bersekolah. 

Dengan kriteria ini, teori bahwa salah satu cara untuk memutuskan rantai kemiskinan dalam satu keluarga yakni dengan Pendidikan terbukti. Dan, dokumentasi bagaimana PKH berhasil mencetak generasi-generasi cerdas tersebut, dapat dilihat infografisnya di laman kemensos (ini link-nya). 

Yang kemudian harus menjadi locus dari pemerintah -kedepannya, adalah bagaimana koordinasi antar lembaga, monitoring implementasi PKH dan evaluasi menjadi konsisten dan mengabaikan faktor geo politik. 

Hal lain juga yang harus diperhatikan adalah mekanisme pengusulan dan penetapan KPM KPH. Kerentanan proses pengusulan dan penetapan KPM KPH, jika ditarik jauh kebelakang, permasalahannya adalah pada Sistem Data Kependudukan Indonesia (KTP) yang ndak pernah tuntas. 

Tapi Kemensos pun, berdasarkan dari waktu ke waktu terus melakukan penyempurnaan proses (lihat infografis berikut ini), termasuk didalamnya menyediakan hotline number yang dapat menerima pengaduan dari masyarakat jika ada ketidaktepatan dalam implementasi program.

 Jika inipun mbleset, Kemensos punya cara unik juga untuk membuat malu mereka yang sebenarnya tidak layak mendapatkan PKH, yakni dengan menempeli stiker bertulis masyarakat miskin di rumah mereka. Dan ini patut diapresiasi.

Jadi, tidak ada alasan lagi sebetulnya untuk kemudian mematahkan statemen dari pemerintah bahwa PKH yang saat ini sudah masuk ke tahun 12 pelaksanaannya, sudah terbukti efektif memutus rantai kemiskinan. 

Optimis dan terus bekerja akan lebih baik, daripada menggerutu apalagi menyalahkan tanpa memberi ide solusi pemecahan masalahnya toh? Kerja keras, Kemiskinan Tuntas, Anak pun cerdas!! Cahyo!!!.(sec)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun