Saat menonton film 'Confucius' tahun 2010 lalu, jujur saja, saat itu sama sekali saya tidak menangkap makna dari alur cerita film tersebut. Saya ingat persis, menonton semata-mata hanya karena bintang pujaan Chow Yun Fat bermain sebagai tokoh utamanya.
Bahkan saya sedikit kecewa karena adegan sang bintang tidak seperti yang saya bayangkan sebelumnya. Bukannya kelincahan dan keindahan permainan pedang dari seorang Chow Yun Fat, tetapi malah terlalu banyak dialog-dialog filsafat yang saya tidak tertarik.
Selain itu, kegagahan seorang Chow Yun Fat hilang di film tersebut. Meskipun digambarkan sebagai seorang yang sangat pintar, cerdik sekaligus bijak, tapi dia juga hanya seorang yang terpaksa kabur menghindari konflik fisik. Pindah dari satu tempat ke tempat lain. Â Tidak ada seorang 'hero' yang saya bayangkan dalam film tersebut.
Namun, setelah mengenal sedikit tentang ajaran konfusius atau agama Konghucu, saya mencoba kembali menonton video film tersebut beberapa saat lalu. Kali ini dengan pemahaman yang baru. Chow Yun Fat adalah seorang filsuf, guru dan tokoh politik Tiongkok kuno bernama Konfusius (551BC - 479BC). Sejajar dengan nabi bagi agama Samawi. Saya betul-betul mencoba untuk mengerti dan menikmati film tersebut.
Meskipun belum paham benar, namun dengan bantuan sumber-sumber artikel lain tentang konfusius ini, saya menemukan ada beberapa prinsip ajaran konfusius yang sangat menarik. Ajaran yang sederhana dan mirip dengan ajaran-ajaran dari agama Samawi. Bedanya, kalua ajaran konfusius ini murni hasil pemikiran manusia, sedangkan ajaran agama Samawi diyakini oleh pemeluknya datang dari Tuhan sang penguasa alam semesta.
Saya akan mencoba berbagi tentang sebagian kecil ajaran dari seorang 'Chow Yun Fat -- Confucius' ini, yang sebenarnya juga sudah kita kenali melalui tradisi leluhur dan ajaran agama yang kita anut.
Konfusianisme
Konfusius hidup pada masa Kekaisaran Chou memerintah Cina pada abad keenam SM. Saat itu negara-negara keciul di daratan Cina mulai saling berselisih di antara mereka; saling menantang dan saling bertarung. Hal ini merusak aturan kekaisaran. Konfusius meyakini bahwa saat itu nilai-nilai tradisional berada di bawah ancaman dan bahwa masyarakat akan mengalami gangguan moral. Dia melihat dan merasa berkewajioban untuk membalikkan keadaan atau mencegah hal buruk terjadi.
Konfusius berusaha menanamkan kembali nilai-nilai dasar dari kebajikan dan budaya ke dalam masyarakat yang semakin menyusut. Ajaran etis ini harus diterapkan untuk dijalankan pada banyak tingkatan, mulai dari individu, kemudian berkembang ke keluarga dan masyarakat. Konfusius berupaya untuk mencapai tujuan kolosal, yaitu menciptakan harmoni etis dan moral untuk menghasilkan masyarakat yang adil, beradab dan berfungsi.
Filsafatnya - Konfusianisme - telah mempengaruhi masyarakat Cina dan bagian Asia lainnya hingga hari ini. Konfusius juga mempengaruhi aliran pemikiran di Jepang, Korea dan Vietnam.
Ajaran Konfusius mempromosikan kehidupan dengan integritas dan tatanan moral pada tingkat individu dan juga pada tataran sosial masyarakat. Aturan atau doktrin yang diberikan oleh ajaran ini dikenal sebagai prinsip-prinsip Konfusianisme.
Prinsip-prinsip Konfusian ditetapkan dalam teks yang disebut Analects. Ini adalah teks suci yang menyusun ajaran dan filosofi Konfusius, seperti halnya dialog platonis yang mencakup ajaran filosofis Plato.
Teks ini disusun dari perkataan dan anekdot menarik yang merumuskan pemikiran dan ajaran untuk cita-cita moral bagi individu, keluarga, masyarakat, pemerintah dan lain-lain. Dengan menafsirkan teks ini, kita dapat mengenali standar, nilai-nilai tertentu atau prinsip-prinsip Konfusianisme yang melambangkan ide-ide filsuf kuno tersebut.
Terdapat sebuah doktrin mendasar pada filsafat Konfusianisme, bahwa peningkatan moral masyarakat pada umumnya harus dimulai dari individu. Hanya dengan berhasilnya pencapaian kehidupan pribadi yang bermoral, kita dapat berupaya mereformasi masyarakat.
Dengan mereformasi masyarakat, kita dapat mereformasi lembaga-lembaga social, politik dan kemasyarakatan. Dan akhirnya, kehidupan bernegara secara keseluruhan akan menjadi lebih baik dan bermoral.
Sebagai contoh, disiplin diri diperlukan untuk masyarakat yang disiplin. Kebaikan dan kasih sayang pada tingkat pribadi, diperlukan untuk masyarakat yang manusiawi. Hubungan interpersonal etis diperlukan untuk masyarakat yang etis.
Jadi, prinsip-prinsip Konfusianisme yang dituangkan dalam Analects menegaskan gagasan bahwa hidup dalam kebajikan pada tingkat pribadi, diperlukan untuk kerangka moral pada tingkat masyarakat.
Menurut pandangan penulis, setidaknya ada empat prinsip Konfusianisme yang merupakan bagian integral dari kehidupan moral, baik secara individu ataupun bermasyarakat, yaitu:
Pengembangan diri
Pengembangan diri dalam hal penanaman kebajikan dan moralitas sangat penting bagi visi Konfusius untuk dunia yang harmonis. Setiap kita harus meluangkan waktu untuk meneliti sekaligus merefleksi diri, apakah telah bertindak dengan belas kasih dan kebaikan kepada sesama manusia. Jika dirasa kurang atau belum, maka kita harus memperbaikinya.
Ajaran penting Konfusianisme adalah gagasan bahwa integritas moral individu terhubung langsung dengan integritas moral sosial masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan diri untuk kebajikan dan moralitas, selain berguna buat individu tersebut, juga sangat penting bagi kepentingan masyarakat secara kesuluruhan.
Bakti anak
Bakti anak adalah cinta dan hormat untuk orang tua. Menunjukkan kesalehan berbakti adalah mematuhi orang tua, tidak memalukan nama keluarga, merawat orang tua ketika mereka sakit atau menua serta bertindak dengan cara yang saleh dan beradab untuk kebaikan keluarga.
Keluarga adalah unit di mana kita belajar dan mempraktikkan perilaku moral toleransi, kasih sayang, dan rasa hormat. Menjalankan kesalehan sebagai bentuk bakti anak, menunjukkan kebajikan yang kemudian dapat digunakan untuk mereformasi dan mengembangkan institusi sosial dan politik yang lebih besar ke arah yang lebih baik.
Pentingnya tradisi
Mengakui dan menghargai pentingnya tradisi, bagi Konfusius adalah hal yang sangat menentukan untuk menciptakan masyarakat yang harmonis secara moral. Ini tidak berarti memutar kembali waktu untuk hidup persis seperti yang dilakukan para leluhur, tetapi menghormati dan memiliki pengetahuan tentang tradisi akan dapat mengungkap kembali jati diri akan nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar yang mungkin telah hilang.
Sadar akan tradisi dapat mendasari kita pada kepekaan moral yang tinggi agar berperilaku bijak. Selain itu, secara individu kita mendapatkan pemahaman tentang nilai-nilai luhur dari para leluhur.
Menjadi manusia yang manusiawi
Konfusianisme mengajarkan bahwa menunjukkan kasih sayang dan empati terhadap orang lain adalah sangat penting untuk harmonisasi kehidupan batin sebagai pribadi dan makhluk sosial. Menjadi manusiawi sejatinya adalah fitrah bagi semua perilaku moral, sehingga memungkinkan kita untuk berkembang secara individu menjadi makhluk etis, yang pada gilirannya dapat secara kolektif menciptakan landasan bagi institusi kemasyarakatan yang bijak dan adil.
Penutup
Empat prinsip Konfusianisme memiliki potensi untuk membuat kehidupan manusia lebih baik tanpa batas waktu, dan pada tingkat pribadi maupun sosial.
 Menurut Konfusius, peningkatan dan pengembangan diri secara individu adalah dasar bagi kesatuan sosial. Pada gilirannya, kesatuan sosial adalah sumber dan bagian dari struktur lain yang lebih besar seperti institusi politik, pendidikan dan negara.
Mempraktikkan prinsip-prinsip Konfusianisme berpotensi membuat manusia menjadi individu yang bermoral, untuk kemudian secara berkelompok akan mampu menciptakan sebuah kehidupan masyarakat yang adil dan beradab, yang pada akhirnya memberikan hidup makmur dan bahagia bagi individu-individu di dalamnya. Sekian.
Disaring dari berbagai sumber tentang Confucianism.
Artikel lain klik di sini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H