Sudah seperempat perjalanan. Niro dan Dio melihat seorang Kurcaci tua yang terperosok di kolam yang berlumpur. Kakinya tidak bisa diangkat.
"Hai anak muda, tolonglah aku. Kakiku tidak bisa diangkat. Tolonglah aku," kata Kurcaci tua. Wajahnya sangat memelas.
"Hei! Enak saja kamu minta tolong padaku. Tenagaku tidak untuk menolong orang tua sepertimu. Lagi pula jika aku menolongmu, nanti bajuku kotor kena lumpur. Kamu saja Dio yang menolong kakek itu," kata Niro. Wajahnya terlihat kesal.
"Baiklah. Biarkan aku yang menolong si kakek. Ayo kek, ulurkan tanganmu biar aku tarik supaya kakimu bisa terangkat dari lumpur," Dio mengulurkan tangannya.
Akhirnya si kakek bisa keluar dari kubangan lumpur.
"Terima kasih anak muda yang baik hati," kata si kakek.
"Sama-sama kek. Sudah dulu ya kek, aku mau meneruskan perjalanan. Kakek hati-hati di jalan," kata Dio.
Mereka berdua melanjutkan perjalanan.
Baru setengah perjalanan. Di depan mereka terdengar suara anak burung yang sedang  menangis.
"Cit ... cit ... cit ...tolong aku, hai Kurcaci. Aku terjatuh dari sarangku. Ibuku belum pulang. Aku takut di bawah sini sendirian. Tolong kembalikan aku ke sarangku ...cit ... cit ... cit ..." kata anak burung.
"Siapa yang hendak kau mintai tolong hei burung malang? Aku atau dia?" tanya Dio